
Mega Merger Axiata-Telenor Berpotensi Batal, Gara-gara Sawit?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana mega merger Axiata Group Bhd Malaysia, induk PT XL Axiata Tbk (EXCL), perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor ASA, dikabarkan menghadapi jalan terjal dan berpotensi gagal.
Dua sumber eksekutif yang mengetahui pembicaraan tersebut, dikutip media Thestar.com.my, mengungkapkan bahwa ada beberapa indikasi mengapa mega-merger tersebut terkena onak duri. Ada klausul perjanjian yang disodorkan di menit-menit akhir yang dituding menjadi biang keladinya.
Dalam rencana kesepakatan, yang melibatkan setidaknya 14 entitas di 9 negara, batu sandungan merger ini di antaranya masalah Komersial, kepentingan nasional (Malaysia-Norwegia), nasib pekerja atau staf pasca merger, dan keengganan Indonesia untuk memberi restu atas akuisisi ini karena melihat Norwegia adalah bagian dari Uni Europa (UE), kelompok negara yang selama ini dinilai mendiskreditkan sawit Indonesia dan Malaysia.
Tanpa Indonesia sebagai bagian dari pertimbangan ini, maka peluang kesepakatan itu terwujud adalah nol persen.
"Kedua belah pihak mencoba level terbaik mereka, karena merger akan membawa mereka melampaui batas guna menciptakan kekuatan besar [powerhouse] di Asia. Tetapi adanya kerumitan dan beberapa pertimbangan panjang dari sisi komersial, nasionalisme, dan kepentingan staf membuat deal ini sangat menantang," kata sumber tersebut, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (5/9/2019).
"Beberapa item dalam klausul dapat dimodifikasi, tapi beberapa lainnya tidak disetujui oleh kedua belah pihak, dan item-item pemecah kesepakatan masih menggantung," kata sumber tersebut.
Dengan demikian, masih banyak item yang perlu disepakati bersama sehingga pembicaraan merger kedua perusahaan kemungkinan terhenti. "Mereka mungkin membatalkannya, "katanya.
Skenario seputar merger ini berbalik arah setelah sebelumnya manajemen Axiata menegaskan rencana tersebut on track.
"Meskipun demikian, pembicaraan ini tampak seperti roller-coaster untuk mencapai [merger] sejauh ini," kata sumber itu.
Sumber lain yang dekat dengan kesepakatan itu menambahkan bahwa kekhawatiran Telenor ialah soal komersial, sementara Axiata lebih mempertimbangkan kepentingan nasional dan masa depan staf. Namun lebih jauh, masalah kepentingan negara-oleh-negara ini membuat merger tampaknya sulit untuk dilanjutkan.
"Tidak seperti kesepakatan lainnya, untuk Axiata, aspek kepentingan komersial dan nasional perlu dilindungi, yang mencakup minat staf dan program vendor," kata sumber itu.
Di luar konteks merger ini, Indonesia-Malaysia memang sebelumnya juga diminta bekerjasama untuk 'melawan' diskriminasi UE, mengingat keduanya adalah produsen sawit terbesar di dunia. Malaysia dan Indonesia menyumbang hampir 90% dari produksi dunia. Namun, UE memandang ada deforestasi (perusakan hutan) sebagai langkah pembukaan lahan perkebunan sawit di Indonesia dan Malaysia.
LANJUT KE HALAMAN 2: Akankah Merger Berlanjut?
