Mega Merger Axiata-Telenor Berpotensi Batal, Gara-gara Sawit?

Tahir Saleh, CNBC Indonesia
05 September 2019 11:59
Mega Merger Axiata-Telenor Berpotensi Batal, Gara-gara Sawit?
Foto: Doc.Telenor Swedia

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana mega merger Axiata Group Bhd Malaysia, induk PT XL Axiata Tbk (EXCL), perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor ASA, dikabarkan menghadapi jalan terjal dan berpotensi gagal.

Dua sumber eksekutif yang mengetahui pembicaraan tersebut, dikutip media Thestar.com.my, mengungkapkan bahwa ada beberapa indikasi mengapa mega-merger tersebut terkena onak duri. Ada klausul perjanjian yang disodorkan di menit-menit akhir yang dituding menjadi biang keladinya.

Dalam rencana kesepakatan, yang melibatkan setidaknya 14 entitas di 9 negara, batu sandungan merger ini di antaranya masalah Komersial, kepentingan nasional (Malaysia-Norwegia), nasib pekerja atau staf pasca merger, dan keengganan Indonesia untuk memberi restu atas akuisisi ini karena melihat Norwegia adalah bagian dari Uni Europa (UE), kelompok negara yang selama ini dinilai mendiskreditkan sawit Indonesia dan Malaysia.


Tanpa Indonesia sebagai bagian dari pertimbangan ini, maka peluang kesepakatan itu terwujud adalah nol persen.

"Kedua belah pihak mencoba level terbaik mereka, karena merger akan membawa mereka melampaui batas guna menciptakan kekuatan besar [powerhouse] di Asia. Tetapi adanya kerumitan dan beberapa pertimbangan panjang dari sisi komersial, nasionalisme, dan kepentingan staf membuat deal ini sangat menantang," kata sumber tersebut, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (5/9/2019).

"Beberapa item dalam klausul dapat dimodifikasi, tapi beberapa lainnya tidak disetujui oleh kedua belah pihak, dan item-item pemecah kesepakatan masih menggantung," kata sumber tersebut.

Dengan demikian, masih banyak item yang perlu disepakati bersama sehingga pembicaraan merger kedua perusahaan kemungkinan terhenti. "Mereka mungkin membatalkannya, "katanya.

Skenario seputar merger ini berbalik arah setelah sebelumnya manajemen Axiata menegaskan rencana tersebut on track.

"Meskipun demikian, pembicaraan ini tampak seperti roller-coaster untuk mencapai [merger] sejauh ini," kata sumber itu.

Sumber lain yang dekat dengan kesepakatan itu menambahkan bahwa kekhawatiran Telenor ialah soal komersial, sementara Axiata lebih mempertimbangkan kepentingan nasional dan masa depan staf. Namun lebih jauh, masalah kepentingan negara-oleh-negara ini membuat merger tampaknya sulit untuk dilanjutkan.

"Tidak seperti kesepakatan lainnya, untuk Axiata, aspek kepentingan komersial dan nasional perlu dilindungi, yang mencakup minat staf dan program vendor," kata sumber itu.

Di luar konteks merger ini, Indonesia-Malaysia memang sebelumnya juga diminta bekerjasama untuk 'melawan' diskriminasi UE, mengingat keduanya adalah produsen sawit terbesar di dunia. Malaysia dan Indonesia menyumbang hampir 90% dari produksi dunia. Namun, UE memandang ada deforestasi (perusakan hutan) sebagai langkah pembukaan lahan perkebunan sawit di Indonesia dan Malaysia.


LANJUT KE HALAMAN 2: Akankah Merger Berlanjut? 

 

Pada Mei lalu, Axiata dan Telenor mengejutkan pasar global dengan rencana menggabungkan aset telekomunikasi mereka di Asia untuk menciptakan raksasa bisnis telekomunikasi Asia.

Untuk itu, mereka akan membuat holding company (Mergedco) di mana Telenor akan memegang saham mayoritas 56,5% sementara Axiata akan memegang 43,5%.

Chief Executive Officer Axiata Group Jamaludin Ibrahim, dikutip Reuters, menegaskan rencana tersebut masih berjalan atau on track kendati media lokal melaporkan bahwa aksi korporasi terbesar di industri telekomunikasi ini berpotensi memicu masalah besar di kemudian hari. Bahkan proses merger in ditargetkan akan memakan waktu 3-6 bulan dengan target penyelesaian pada November mendatang.


"Kami ingin memastikan bahwa kami melindungi kepentingan nasional dan staf kami. Itu tidak berarti ada masalah, "kata Jamaludin dalam sebuah briefing yang dikutip Reuters, Kamis (29/8/2019).

Dia optimistis kesepakatan merger bisnis kedua perusahaan di Asia itu akan berhasil.

Presiden Direktur EXCL Dian Siswarini juga menambahkan keinginan merger kedua perusahaan itu sangat kuat, kendati pihaknya sebagai anak usaha hanya menunggu proses tersebut.

"Sebetulnya ini rencana merger bukan di level korporasi kami [EXCL], tapi info lebih jelas ke
shareholders [pemegang saham] kami. Tapi bisa saya share adalah due dilligence [uji tuntas] masih berjalan," kata Dian dalam talkshow di CNBC Indonesia, Rabu (4/9/2019).

"Kedua pihak masih intensif supaya merger, sangat kuat [rencana ini]. Nantinya Grup Axiata juga akan punya
partner global yang kuat, partneryang baru juga akan membawa teknologi dan experience. Juga banyak hal yang bisa kami pelajari dan kerjasamakan," kata Dian.

Gunn Wærsted, Chairman Telenor Group, mengatakan dengan penggabungan ini, MergedCo akan memiliki hampir 300 juta pelanggan dan menjadi salah satu perusahaan infrastruktur seluler terbesar di Asia yang mengoperasikan sekitar 60.000 menara di seluruh Asia.

"Hari ini [Senin 6 Mei] kami mengumumkan bahwa Telenor dan Axiata sedang dalam diskusi tentang bergabungnya kekuatan di Asia, salah satu kawasan paling dinamis dan inovatif di dunia," kata Gunn dalam siaran pers, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (7/5/2019).

MergedCo akan memiliki kantor pusat operasional di Kuala Lumpur, Malaysia, dan akan terdaftar di bursa saham internasional, juga Bursa Efek Malaysia. Di Negeri Jiran itu, MergedCo juga bertujuan untuk menggabungkan Celcom dan Digi, dengan MergeCo sebagai pemilik saham mayoritas.

Manajemen Telenor mengungkapkan, dengan menyatukan dua organisasi yang kuat, maka akan ada peluang sinergi yang diperkirakan nilainya mencapai US$ 5 miliar atau 43 miliar krona Norwegia (NOK). Nilai tersebut setara dengan sekitar Rp 71 triliun, dengan asumsi kurs Rp 14.200/US$ dan kurs NOK Rp 1.641.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular