Indeks Dolar di Level Terkuat 2 tahun, Pantas Saja Rupiah KO

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 September 2019 17:37
Situasi Eksternal Tak Kondusif, AS-China Panas Inggris Kisruh Politik
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Seperti diketahui sebelumnya, babak baru perang dagang antara AS dengan China resmi dimulai pada 1 September lalu. AS mengenakan bea masuk 15% untuk importasi produk asal China senilai US$ 125 miliar di antaranya smartwatch, televisi layar datar, dan alas kaki. Sebelumnya, total produk China yang sudah terkena bea masuk di AS mencapai US$ 250 juta. 

Sementara China mengenakan bea masuk 5-10% untuk importasi produk made in the USA senilai US$ 75 miliar. Bea masuk baru ini mencakup 1.717 produk, termasuk minyak mentah. Ini adalah kali pertama minyak asal AS dibebani bea masuk di China. 

Selain babak baru perang dagang, kini ada "babak tambahan" lagi. China mengadukan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tidak disebutkan rincian dari laporan itu, tetapi China menyatakan kebijakan AS telah mempengaruhi ekspor mereka sebesar US$ 300 miliar. 

"China telah melakukan tindakan yang unilateral dan kebijakan industri yang agresif kepada para mitra dagangnya untuk secara tidak adil mencuri dan menguasai teknologi. AS menerapkan bea masuk untuk menghapus kebijakan China yang tidak adil dan mengganggu," tegas pembelaan tertulis dari Washington, seperti diberitakan Reuters


AS punya waktu 60 hari untuk menyelesaikan perkara ini, sesuai aturan WTO. Kemudian China bisa meminta keberatan, dan prosesnya bisa memakan waktu hitungan tahun. Namun jika China menang, maka mereka berhak menjatuhkan sanksi perdagangan kepada AS.

Seakan masih kurang, gejolak politik di Inggris semakin memperburuk sentimen investor. Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson sedang mendapat pelawanan dari Parlemen Inggris. Pada pekan lalu Johnson melakukan manuver politik yang bisa memuluskan langkahnya membawa Inggris keluar dari Uni Eropa dengan atau tanpa kesepakatan (no-deal). 


PM Johnson menetapkan Pidato Ratu Inggris (Queen's Speech) pada 14 Oktober, yang menjadi awal resmi parlemen Inggris kembali aktif. Ini berarti Parlemen Inggris punya waktu sekitar 2 minggu membahas proposal Brexit.

Dengan singkatnya waktu pembahasan tentunya akan memberikan kesulitan bagi Parlemen Inggris, jika hingga deadline 31 Oktober tidak ada Perjanjian Penarikan (Withdrawal Agreement) yang baru, maka secara otomatis no-deal Brexit akan terjadi.

Parlemen Inggris akan kembali dari masa reses pada hari ini, dan punya waktu kurang lebih sepekan sebelum kembali reses.

Pimpinan oposisi Partai Buruh, Jeremy Corbyn, mengatakan hal yang pertama dilakukan Selasa besok adalah mencoba membuat undang-undang mencegah keputusan Johnson menetapkan Queen's Speech pada 14 Oktober, di saat yang sama juga mengajukan mosi tidak percaya. 

PM Johnson kembali bermanuver dengan menyatakan akan mengadakan pemilu sela jika parlemen mencoba menjegal rencananya. Pemilu sela tentunya dimaksudkan untuk mengubah komposisi parlemen agar diisi lebih banyak pendukungnya. 

Apalagi masyarakat Inggris sepertinya "sudah lelah" dengan tarik ulur masalah Brexit sehingga PM Johnson dan Partai Konservatif pimpinannya kemungkinan akan memenangi pemilu dan menambah kursi mayoritas di parlemen yang didominasi oleh pendukungnya.

Tidak kondusifnya situasi eksternal tersebut membuat rupiah harus melemah hari ini. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular