Indeks Dolar di Level Terkuat 2 tahun, Pantas Saja Rupiah KO

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 September 2019 17:37
Indeks Dolar di Level Terkuat 2 tahun, Pantas Saja Rupiah KO
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah pada perdagangan Selasa (3/9/19) melanjutkan pelemahan awal pekan kemarin. Namun, pelemahan hari ini lebih besar dibandingkan dengan Senin kemarin yang hanya 0,07%.

Mata Uang Garuda langsung loyo begitu perdagangan hari ini dibuka, melemah ke level 14.195/US$. Seiring berjalannya waktu, rupiah terus melemah dan tidak sekalipun mencicipi zona hijau. Rupiah bahkan sempat melemah ke level 14.230/US$ sebelum mengakhiri perdagangan di level 14.220/US$ melemah 0,25%.



Jika pelemahan tipis kembali membuat rupiah menjadi mata uang terbaik ketiga di Asia, performa hari ini justru membawa rupiah ke papan bawah, terburuk ketiga. Ringgit Malaysia menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia hari ini, setelah melemah 0,4%, disusul dengan rupee India yang melemah 0,38%.

Yen Jepang menjadi mata uang terkuat di Asia pada hari ini, wajar saja di tengah sentimen pelaku pasar global yang tidak kondusif. Yen merupakan mata uang yang menyandang status aset aman (safe haven), sehingga tidak heran mampu lebih perkasa.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia Hari ini



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Seperti diketahui sebelumnya, babak baru perang dagang antara AS dengan China resmi dimulai pada 1 September lalu. AS mengenakan bea masuk 15% untuk importasi produk asal China senilai US$ 125 miliar di antaranya smartwatch, televisi layar datar, dan alas kaki. Sebelumnya, total produk China yang sudah terkena bea masuk di AS mencapai US$ 250 juta. 

Sementara China mengenakan bea masuk 5-10% untuk importasi produk made in the USA senilai US$ 75 miliar. Bea masuk baru ini mencakup 1.717 produk, termasuk minyak mentah. Ini adalah kali pertama minyak asal AS dibebani bea masuk di China. 

Selain babak baru perang dagang, kini ada "babak tambahan" lagi. China mengadukan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tidak disebutkan rincian dari laporan itu, tetapi China menyatakan kebijakan AS telah mempengaruhi ekspor mereka sebesar US$ 300 miliar. 

"China telah melakukan tindakan yang unilateral dan kebijakan industri yang agresif kepada para mitra dagangnya untuk secara tidak adil mencuri dan menguasai teknologi. AS menerapkan bea masuk untuk menghapus kebijakan China yang tidak adil dan mengganggu," tegas pembelaan tertulis dari Washington, seperti diberitakan Reuters


AS punya waktu 60 hari untuk menyelesaikan perkara ini, sesuai aturan WTO. Kemudian China bisa meminta keberatan, dan prosesnya bisa memakan waktu hitungan tahun. Namun jika China menang, maka mereka berhak menjatuhkan sanksi perdagangan kepada AS.

Seakan masih kurang, gejolak politik di Inggris semakin memperburuk sentimen investor. Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson sedang mendapat pelawanan dari Parlemen Inggris. Pada pekan lalu Johnson melakukan manuver politik yang bisa memuluskan langkahnya membawa Inggris keluar dari Uni Eropa dengan atau tanpa kesepakatan (no-deal). 



PM Johnson menetapkan Pidato Ratu Inggris (Queen's Speech) pada 14 Oktober, yang menjadi awal resmi parlemen Inggris kembali aktif. Ini berarti Parlemen Inggris punya waktu sekitar 2 minggu membahas proposal Brexit.

Dengan singkatnya waktu pembahasan tentunya akan memberikan kesulitan bagi Parlemen Inggris, jika hingga deadline 31 Oktober tidak ada Perjanjian Penarikan (Withdrawal Agreement) yang baru, maka secara otomatis no-deal Brexit akan terjadi.

Parlemen Inggris akan kembali dari masa reses pada hari ini, dan punya waktu kurang lebih sepekan sebelum kembali reses.

Pimpinan oposisi Partai Buruh, Jeremy Corbyn, mengatakan hal yang pertama dilakukan Selasa besok adalah mencoba membuat undang-undang mencegah keputusan Johnson menetapkan Queen's Speech pada 14 Oktober, di saat yang sama juga mengajukan mosi tidak percaya. 

PM Johnson kembali bermanuver dengan menyatakan akan mengadakan pemilu sela jika parlemen mencoba menjegal rencananya. Pemilu sela tentunya dimaksudkan untuk mengubah komposisi parlemen agar diisi lebih banyak pendukungnya. 

Apalagi masyarakat Inggris sepertinya "sudah lelah" dengan tarik ulur masalah Brexit sehingga PM Johnson dan Partai Konservatif pimpinannya kemungkinan akan memenangi pemilu dan menambah kursi mayoritas di parlemen yang didominasi oleh pendukungnya.

Tidak kondusifnya situasi eksternal tersebut membuat rupiah harus melemah hari ini. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Seakan luput dari sorotan pelaku pasar, indeks dolar AS kini berada di level tertinggi dalam lebih dari dua tahun terakhir, atau tepatnya sejak Mei 2017. Indeks ini dibentuk dari enam mata uang utama, dan kerap dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya. 

Berita tentang indeks dolar ini terbenam oleh babak baru perang dagang AS dengan China, serta kisruh politik di Inggris. Wajar indeks dolar kurang mendapat perhatian, kondisi ekonomi AS yang melambat, perang dagang yang tak berkesudahan, serta spekulasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) seharusnya membuat dolar AS tertekan. 

Namun nyatanya indeks dolar sungguh perkasa, hingga pukul 16:33 WIB berada di level 99,25 atau naik 0,34%. Bahkan sebelumnya sempat ke 99,35, sedikit lagi mencapai 100, titik yang kali terakhir disentuh pada 21 April 2017. 



Tingginya indeks tersebut memang bukan karena performa bagus dolar, tetapi akibat buruknya kinerja euro dan poundsterling, dua lawan utama the greenback

Kondisi ekonomi zona euro yang memburuk membuat European Central Bank (ECB) diprediksi kuat akan menggelontorkan paket stimulus di bulan ini, membuat euro jeblok ke level terlemah sejak Mei 2017. Pelemahan tajam euro bahkan disebut "gila" oleh Presiden AS Donald Trump, dan sekaligus menyerang The Fed. 

"Penurunan euro melawan dolar AS 'Gila', memberikan mereka keunggulan kompetitif yang besar untuk ekspor dan industri manufakturnya... dan The Fed TIDAK MELAKUKAN APA-APA," kata Trump melalui akun Twitternya Senin waktu setempat, sebagaimana dilansir Reuters.

Sementara itu poundsterling jeblok ke level terlemah 34 tahun akibat kisruh politik di Inggris.

Melihat besarnya tekanan bagi rupiah akibat kondisi pasar global yang tidak kondusif serta tingginya indeks dolar, rasanya pelemahan 0,25% hari ini masih patut diapresiasi. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular