
Trader Forex, Bersiap Ada Pergerakan Besar Poundserling

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling Inggris melemah dua hari beruntun pada Kamis kemarin, dan terlihat masih tertekan pada perdagangan hari ini, Jumat (30/8/19). Potensi terjadinya no-deal Brexit yang semakin menguat menjadi penekan utama mata uang Inggris ini.
No-deal Brexit merupakan terminologi dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun. Kejadian ini menjadi yang paling ditakuti pelaku pasar di tahun ini. Bank sentral Inggris (Bank of England/BOE) bahkan memprediksi Negeri Ratu Elizabeth akan mengalami resesi terburuk sejak perang dunia kedua.
Jika hal tersebut benar terjadi, poundsterling akan mengalami tekanan hebat. Morgan Stanley memperkirakan poundsterling akan mencapai level paritas (GBP 1=US$ 1). Bank investasi global ini mengatakan skenario kurs poundsterling mencapai US$ 1 sampai US$ 1,1 akan terjadi no-deal Brexit.
Level paritas tersebut berarti poundsterling akan mengalami pelemahan yang signifikan dibandingkan level hari ini US$ 1,2175 pada pukul 15:40 WIB, berdasarkan data Refinitiv.
![]() Sumber: Reuters |
Pelemahan tajam poundsterling kemungkinan akan terjadi dalam waktu tiga bulan ke depan, berdasarkan laporan Reuters indeks volatilitas tiga bulan poundsterling mencapai level tertinggi di tahun ini. Hal tersebut berarti poundsterling diprediksi akan mengalami pergerakan besar mulai hari ini hingga akhir November nanti.
Deadline Brexit pada 31 Oktober nanti tentunya menjadi penyebab pelaku pasar memprediksi poundsterling akan mengalami pergerakan besar. Dan kini perluang pergerakan tersebut adalah ke arah bawah alias melemah setelah manuver Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson yang membekukan parlemen Inggris lebih dari satu bulan.
PM Johnson berencana menetapkan Pidato Ratu Inggris (Queen's Speech) pada 14 Oktober, yang menjadi awal resmi parlemen Inggris kembali aktif. Hal tersebut sudah disetujui, yang berarti Parlemen Inggris punya waktu sekitar 2 minggu membahas proposal Brexit.
Dengan singkatnya waktu pembahasan tentunya akan memberikan kesulitan bagi Parlemen Inggris, jika hingga deadline 31 Oktober tidak ada Perjanjian Penarikan (Withdrawal Agreement) yang baru, maka secara otomatis no-deal Brexit akan terjadi.
PM Johnson sebelumnya berulang kali berjanji akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa dengan kesepakatan ataupun tanpa kesepakatan sekalipun (no-deal) pada 31 Oktober nanti. Suksesor Theresa May ini sepertinya optimis perekonomian Inggris akan baik-baik saja meski terjadi no-deal Brexit.
Parlemen Inggris punya waktu sekitar sepekan setelah kembali dari reses pada 3 September nanti untuk mencoba menghentikan langkah PM Johnson.
Pimpinan oposisi Partai Buruh, Jeremy Corbyn, mengatakan hal yang pertama dilakukan pada pekan depan adalah mencoba membuat undang-undang untuk mencegah keputusan Johnson, di saat yang sama juga mengajukan mosi tidak percaya.
Dinamika politik di Inggris saat membuat poundsterling mulai menunjukkan pergerakan "liar", naik turun dalam waktu singkat.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
