Merger Axiata-Telenor Jalan Terus, Target November Kelar

tahir saleh, CNBC Indonesia
29 August 2019 15:11
Merger Axiata-Telenor Jalan Terus, Target November Kelar
Foto: RUPS Tahunan XL Axiata (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidiq)
Jakarta, CNBC Indonesia - Axiata Group Bhd Malaysia, induk PT XL Axiata Tbk (EXCL), menyatakan rencana merger dengan perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor ASA, masih berjalan atau on track kendati media lokal melaporkan bahwa aksi korporasi terbesar di industri telekomunikasi ini berpotensi memicu masalah besar di kemudian hari.

Chief Executive Officer Axiata Group Jamaludin Ibrahim mengatakan pembicaraan dengan Telenor kemungkinan akan memakan waktu 3-6 bulan dengan target penyelesaian pada November mendatang.

"Kami ingin memastikan bahwa kami melindungi kepentingan nasional dan staf kami. Itu tidak berarti ada masalah, "kata Jamaludin dalam sebuah briefing yang dikutip Reuters, Kamis (29/8/2019). Dia optimistis kesepakatan merger bisnis kedua perusahaan di Asia itu akan berhasil.


"Ini adalah M&A [merger dan akuisisi] tunggal terbesar dalam 20 tahun terakhir di seluruh kawasan, kecuali Asia Utara. Ini sangat besar, dan belum pernah terjadi. Ini bukan tentang masalah [mergernya], [tapi] ini tentang kompleksitas," tegasnya.

Jamaludin menegaskan secara umum tidak ada perubahan pada struktur kepemilikan saham dari kesepakatan tersebut, atau penunjukan manajemen puncak untuk memimpin perusahaan hasil merger tersebut.

Sebelumnya disebutkan, Kedua perusahaan berencana untuk menggabungkan aset telekomunikasi dan infrastruktur mereka menjadi perusahaan baru di Asia, yang nantinya Telenor akan memiliki 56,5% dan sisa 43,5% milik Axiata. Namun, angka-angka ini masih bisa berubah.

LANJUT HALAMAN 2: Apa Dampak Merger Axiata-Telenor?

Pada Mei lalu, Axiata dan Telenor menyatakan keduanya memulai pembicaraan untuk menjalankan perusahaan raksasa telekomunikasi yang dimiliki bersama di Asia Selatan dan Tenggara yang melayani hampir 300 juta pelanggan.

Tujuan penggabungan usaha di Asia ini karena keduanya mencari pertumbuhan bisnis baru yang kompetitif.

Reuters sebelumnya melaporkan, mengutip sebuah sumber, bahwa entitas yang merger ini akan bernilai US$ 40 miliar atau sekitar Rp 564 triliun, termasuk utang. Nilai tersebut akan menjadikan merger ini menjadi kesepakatan lintas batas terbesar di Asia, tidak termasuk China dan Jepang.


Awal bulan ini, ramai diberitakan di media Malaysia bahwa kesepakatan itu berpotensi tak jadi karena para pihak tidak dapat menyetujui persyaratan. Kedua perusahaan berupaya menyelesaikan perjanjian yang mengikat pada kuartal ketiga 2019.

Axiata mengungkapkan laba bersih untuk kuartal kedua yang berakhir Juni 2019 naik menjadi RM 204,1 juta atau sekitar US$ 48,71 juta (setara Rp 687 miliar) karena pendapatan dan beban manajemen yang lebih tinggi, seperti dikutip Reuters.

Pencapaian ini positif dibandingkan dengan kerugian bersih yakni RM 3,36 miliar setahun sebelumnya karena adanya biaya penurunan nilai setelah merger perusahaan asosiasi.

Pendapatan untuk periode tersebut naik 4,7% menjadi RM 6,15 miliar dari periode yang sama tahun lalu RM 5,87 miliar. Menurut Axiata, laba kuartal kedua sedikit diimbangi dengan pajak yang lebih tinggi di Bangladesh dan hilangnya kontribusi dari M1 Ltd, setelah menjual kepemilikan sahamnya di perusahaan telekomunikasi Singapura pada Februari lalu.

Sebelumnya Direktur Keuangan XL Axiata Adlan Tadjudin mengatakan impak aksi korporasi ini terhadap perusahaan pada dasarnya tidak berpengaruh besar, karena bagi perusahaan aksi tersebut adalah bisnis pada umumnya.

"Impaknya, bagi kami ini hanya bisnis pada umumnya (business as usual)," ujar Adlan.

Dengan penggabungan ini, Telenor dan Axiata berharap dapat melakukan penghematan hingga US$ 5 miliar. Sementara pendapatan pro-forma tahunan diperkirakan mencapai US$ 13 miliar, dengan EBITDA sebesar US$ 5,5 miliar.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular