Merger Axiata-Telenor Dikabarkan Batal, XL Angkat Suara

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
05 September 2019 16:58
Dian Siswarini menegaskan rencana merger induk perusahaan dengan Telenor masih berjalan.
Foto: Dian Siswarini, Presiden Direktur XL Axiata (tengah)/Syahrizal Sidik

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT XL Axiata Tbk. (EXCL) Dian Siswarini menegaskan rencana merger antara induk usaha perseroan, Axiata Group Bhd Malaysia, dengan perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor ASA, masih berlanjut.

Meski demikian dia mengakui pembahasan antara keduanya cukup alot, karena merupakan dua perusahaan telekomunikasi besar di dunia.

"Ini adalah one of biggest merger, dan perusahaan global, due dilligence [uji tuntas] masih berlangsung. Dulu XL dengan Axis [akuisisi] yang satu negara saja ribet," kata Dian di kantornya, Kamis (05/09/2019).

Dian menyampaikan banyak sentimen yang muncul di tengah pembahasan merger. Namun menurutnya intensi dari kedua perusahaan untuk merger juga masih sangat tinggi. Untuk XL sendiri, sebagai anak usaha, dampak dari merger ini tidak terlalu besar.


Direktur Keuangan XL Axiata, Mohamed Adlan Bin Ahmad Tajuddin mengatakan meski ada sentimen-sentimen negatif salah satunya mengenai minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) pembahasan merger masih berjalan.

Selain itu dia mengingatkan Norwegia bukanlah bagian dari Uni Eropa, sehingga sentimen CPO harusnya tidak berpengaruh. Data situs resmi European Union mengungkapkan bahwa Norwegia tidak termasuk di dalam UE, tetapi hanya masuk Kawasan Schengen, sebuah kawasan yang terdiri dari 26 negara Eropa yang resmi menghapus kebijakan paspor dan semua jenis kontrol perbatasan.

Setidaknya ada empat negara kawasan ini yang bukan anggota UE yakni Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss.

"Mata uang mereka masih Crown, banyak sentimen yang ada tapi pada kenyataannya diskusi masih berjalan meski berlangsung lebih lama. Tapi semua tetap berjalan," kata Adlan.


Sebelumnya dikutip dari Thestar.com, dua sumber eksekutif yang mengetahui pembicaraan tersebut, mengungkapkan ada beberapa indikasi mengapa mega-merger tersebut terhambat. Ada klausul perjanjian yang disodorkan di menit-menit akhir yang dituding menjadi biang keladinya.

Dalam rencana kesepakatan, yang melibatkan setidaknya 14 entitas di 9 negara, batu sandungan merger ini di antaranya masalah Komersial, kepentingan nasional (Malaysia-Norwegia), nasib pekerja atau staf pascamerger.

Selain itu ada keengganan Indonesia untuk memberi restu atas akuisisi ini karena melihat Norwegia dari kawasan Eropa, kawasan negara yang selama ini dinilai mendiskreditkan sawit Indonesia dan Malaysia.

Foto: Doc.Telenor Swedia



Meski demikian, tanpa Indonesia sebagai bagian dari pertimbangan ini, maka peluang kesepakatan itu terwujud adalah nol persen.

"Kedua belah pihak mencoba level terbaik mereka, karena merger akan membawa mereka melampaui batas guna menciptakan kekuatan besar [powerhouse] di Asia. Tetapi adanya kerumitan dan beberapa pertimbangan panjang dari sisi komersial, nasionalisme, dan kepentingan staf membuat deal ini sangat menantang," kata sumber tersebut, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (5/9/2019).

Pada Mei lalu, Axiata dan Telenor mengejutkan pasar global dengan rencana menggabungkan aset telekomunikasi mereka di Asia untuk menciptakan raksasa bisnis telekomunikasi Asia.


Untuk itu, mereka akan membuat holding company (Mergedco) di mana Telenor akan memegang saham mayoritas 56,5% sementara Axiata akan memegang 43,5%.


(tas) Next Article Merger Axiata-Telenor Jalan Terus, Target November Kelar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular