Uji Nyali BI Jilid II: Beranikah Pangkas Bunga Hari Kamis?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 August 2019 14:48
Defisit Neraca Dagang Kecil, Transaksi Berjalan Harusnya Oke
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Beralih ke dalam negeri, kondisi yang ada juga mendukung bagi bank sentral untuk memangkas tingkat suku bunga acuan dalam pertemuan pekan ini.

Untuk diketahui, selama ini yang menjadi momok bagi BI sehingga membuatnya terkesan lamban dalam memangkas tingkat suku bunga acuan adalah defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) yang begitu lebar.

Pada kuartal I-2019, BI mencatat CAD berada di level 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 2,01% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 3,04% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 3,01% dari PDB.



Transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil,
berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

CAD yang begitu dalam kerap membuat BI ragu dalam mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan lantaran ada kekhawatiran bahwa rupiah akan diterpa tekanan jual yang besar karenanya.

Untuk diketahui, mandat dari BI adalah menjaga kestabilan harga di tanah air. Nah, salah satu tekanan bagi harga bisa datang dari pelemahan nilai tukar rupiah. Kala rupiah melemah, impor bahan baku akan menjadi lebih mahal sehingga bisa mendongkrak harga jual yang harus ditebus oleh konsumen.

Kini, ada harapan bahwa CAD akan membaik di dua kuartal terakhir tahun 2019 dan performa rupiah bisa terdongkrak karenanya.

Pada hari Kamis (15/8/2019), BPS merilis data perdagangan internasional periode Juli 2019. Sepanjang Juli 2019, BPS mencatat bahwa ekspor jatuh sebesar 5,12% secara tahunan, lebih baik dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi hingga 11,59%. Sementara itu, impor tercatat jatuh 15,21% YoY, juga lebih baik ketimbang konsensus yakni koreksi sebesar 17,76% YoY. Alhasil, neraca dagang tercatat membukukan defisit senilai US$ 63,5 juta, jauh lebih kecil dibandingkan konsensus yang sebesar US$ 384,5 juta.

Rilis data perdagangan internasional periode Juli 2019 menjadi sangat penting lantaran akan mempengaruhi posisi transaksi berjalan pada kuartal III-2019. Ingat, neraca barang merupakan salah satu komponen yang membentuk transaksi berjalan.

Pada Juli 2018, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,01 miliar, sementara defisit CAD pada kuartal III-2018 tercatat sebesar 3,3% dari PDB.

Dengan defisit neraca dagang pada Juli 2019 yang jauh lebih kecil dari ekspektasi, maka ada peluang yang besar bahwa CAD di kuartal III-2019 akan menyempit.

Hal ini tentu membuka ruang bagi BI untuk mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut.

BERLANJUT KE HALAMAN 4 -> Inflasi Aman Terkendali (ank/dru)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular