Harga CPO Amblas Lagi, Padahal Mau Dijadikan Avtur Lho!

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
19 August 2019 11:49
Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) melemah seiring dengan apresiasi nilai tukar ringgit terhadap dolar Amerika Serikat (AS)
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) melemah seiring dengan apresiasi nilai tukar ringgit terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, aksi ambil untung juga mewarnai pergerakan harga CPO hari ini.

Pada perdagangan hari Selasa (19/8/2019) pukul 11:30 WIB, harga CPO kontrak pengiriman Oktober di Bursa Malaysia Derivatives Exchange (BMDEX) melemah 0,68% ke level MYR 2.177/ton.

Pekan lalu harga CPO juga tercatat menguat 2,64% secara point-to-point.



Nilai tukar ringgit yang pada hari ini menguat sebesar 0,24% hingga pukul 11:30 WIB turut andil dalam menekan harga CPO.

Pasalnya, kontrak berjangka (futures) pembelian CPO di Malaysia menjadi relatif mahal bagi pemegang mata uang asing kala ringgit menguat.


Alhasil investor semakin punya alasan untuk melakukan aksi ambil untung dari futures tersebut. Selain itu, harga CPO sudah menguat cukup banyak pekan lalu. Ruang untuk mengamankan keuntungan juga semakin besar.

Perlu diingat bahwa salah satu perdagangan futures CPO yang paling aktif memang ada di Malaysia. Seringkali pergerakan harga futures CPO Negeri Jiran mempengaruhi harga di Indonesia.

Sementara itu dari saingannya, yaitu minyak kedelai, CPO juga mendapat tarikan ke bawah. Hari ini harga minyak kedelai kontrak pengiriman September di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) melemah 0,14%.

Sebagaimana yang telah diketahui, minyak kedelai dan minyak sawit saling bertarung untuk mendapatkan bagian di pasar minyak nabati global. Pertarungan harga adalah hal yang lumrah untuk sebuah komoditas barang mentah.

Kala harga kedelai melemah, harga CPO juga mau tak mau harus menyesuaikan.

Meski demikian, sejatinya faktor fundamental di pasar CPO saat ini sudah mulai membaik. Ada harapan yang besar stok minyak sawit Malaysia bisa dikurangi.


Berdasarkan pantauan tiga surveyor kargo, volume ekspor minyak sawit dari Malaysia pada periode 1-15 Agustus naik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

AmSpec Agri Malaysia mengatakan ekspor naik 16,6%. Intertek Testing Services (ITS) mencatat kenaikan ekspor sebesar 11,2%. Sementara Societe Generale de Surveillance (SGS) mengatakan bahwa ekspor meningkat 14,3%.

Data-data tersebut nantinya akan dikonfirmasi oleh data resmi pemerintah Malaysia. Malaysian Palm Oil Board (MPOB) akan mengumumkan data ekspor bulan Agustus pada 10 September.

Peningkatan ekspor minyak sawit erat kaitannya degan perayaan Diwali yang akan berlangsung pada bulan Oktober.

India merupakan salah satu negara yang biasanya akan melakukan impor minyak sawit besar-besaran menjelang perayaan Diwali. Maklum, pada masa Diwali, konsumsi masyarakat India biasanya meningkat cukup tajam.

Sebagai informasi, Diwali di India mirip-mirip dengan Idul Fitri yang berlangsung di Indonesia.

India juga masih menjadi negara importir minyak sawit terbesar di dunia. Kala impor dari India meningkat, maka keseimbangan fundamental di pasar minyak nabati global akan terpengaruh secara signifikan.

Peningkatan ekspor dari Malaysia juga bisa menguras tumpukan stok.

Per akhir tahun 2018, stok minyak sawit Malaysia telah mencapai 3,21 juta ton dan merupakan yang tertinggi dalam 19 tahun terakhir.

Sementara pada bulan Juli 2019, stok telah berkurang menjadi 2,39 juta ton. Jika pada Agustus stok kembali berkurang, maka keseimbangan fundamental bisa semakin baik. Harga CPO juga bisa terus menguat.

Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan proses produksi dari minyak sawit atau CPO sangat bisa dilakukan karena sudah ada teknologinya yang kini sudah dikembangkan oleh Eropa pada minyak nabati lainnya. Ia memperkirakan realisasi mengolah minyak sawit jadi avtur butuh 3-5 tahun ke depan.

'"Ini kan lebih cepat daripada menemukan cadangan minyak baru sampai disedot, itu bisa 7-10 tahun, ini kalau dieksekusi, saya sih kalau mau bisa 3-5 tahun jalan paling lama," kata Jonan kepada CNBC Indonesia di Tembagapura, Minggu (18/8).


Jonan mengatakan saat ini PT Pertamina lagi coba mengolah CPO menjadi avtur. Hal ini bisa juga dilakukan oleh pelaku industri swasta untuk mengembangkan avtur dari minyak sawit karena secara teknologi sudah ada dan teknologinya bisa dibeli.

Namun, Jonan mengakui pelaku industri minyak sawit masih ada keengganan untuk melakukan hilirisasi termasuk mengolah CPO jadi avtur. Pemerintah, berencana mengeluarkan regulasi wajib hilirisasi CPO jadi avtur.

"Eksekusinya atas perintah presiden dibikin peraturan yang memaksa dunia industri melakukan hilirisasi dengan segera. Saya kira nggak mungkin sekarang, sekarang kabinet sisa dua bulan, nanti kabinet berikutnya," kata Jonan.

Harga CPO Sempat Reli tapi Masih Terseok-seok
[Gambas:Video CNBC]

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Sepekan Ambrol 9,7%, Harga CPO Bangkit Hari Ini Karena China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular