
Sempat Tergelincir, Nota Keuangan Jokowi Bikin IHSG Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 August 2019 17:01

Dari dalam negeri, rilis data perdagangan internasional periode Juli 2019 mampu mendongkrak kinerja IHSG. Data perdagangan internasional periode Juli 2019 diumumkan kemarin oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Sepanjang Juli 2019, BPS mencatat bahwa ekspor jatuh sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih baik dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi hingga 11,59%.
Sementara itu, impor tercatat jatuh 15,21% YoY, juga lebih baik ketimbang konsensus yakni koreksi sebesar 17,76% YoY. Alhasil, neraca dagang tercatat membukukan defisit senilai US$ 63,5 juta, lebih baik dibandingkan konsensus yang sebesar US$ 384,5 juta.
Rilis data perdagangan internasional periode Juli 2019 menjadi sangat penting lantaran akan mempengaruhi posisi transaksi berjalan pada kuartal III-2019.
Pada Juli 2018, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,01 miliar, sementara defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) pada kuartal III-2018 tercatat sebesar 3,3% dari PDB.
Jika ternyata neraca dagang Indonesia membukukan defisit yang lebih dalam dari ekspektasi pada periode Juli 2019, maka akan ada kekhawatiran bahwa transaksi berjalan akan kembali membengkak pada kuartal III-2019.
Untuk diketahui, pada kuartal II-2019 Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa CAD menembus level 3% dari PDB, tepatnya 3,04%. Padahal pada kuartal I-2019, CAD hanya berada di level 2,6% dari PDB.
Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019 adalah senilai US$ 8,44 miliar. Dengan defisit neraca dagang pada Juli 2019 yang jauh lebih kecil dari ekspektasi, maka ada harapan bahwa CAD di kuartal III-2019 akan menyempit.
Merespons hal tersebut, rupiah menguat 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.230/dolar AS. Untuk diketahui, posisi transaksi berjalan memang menjadi faktor yang sangat penting dalam mendikte pergerakan rupiah.
Pasalnya, arus devisa yang mengalir dari pos transaksi berjalan cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indoensia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money. Kinerja rupiah yang kinclong lantas semakin membangkitkan hasrat pelaku pasar untuk mengoleksi saham-saham di tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Sepanjang Juli 2019, BPS mencatat bahwa ekspor jatuh sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih baik dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi hingga 11,59%.
Sementara itu, impor tercatat jatuh 15,21% YoY, juga lebih baik ketimbang konsensus yakni koreksi sebesar 17,76% YoY. Alhasil, neraca dagang tercatat membukukan defisit senilai US$ 63,5 juta, lebih baik dibandingkan konsensus yang sebesar US$ 384,5 juta.
Pada Juli 2018, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,01 miliar, sementara defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) pada kuartal III-2018 tercatat sebesar 3,3% dari PDB.
Jika ternyata neraca dagang Indonesia membukukan defisit yang lebih dalam dari ekspektasi pada periode Juli 2019, maka akan ada kekhawatiran bahwa transaksi berjalan akan kembali membengkak pada kuartal III-2019.
Untuk diketahui, pada kuartal II-2019 Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa CAD menembus level 3% dari PDB, tepatnya 3,04%. Padahal pada kuartal I-2019, CAD hanya berada di level 2,6% dari PDB.
Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019 adalah senilai US$ 8,44 miliar. Dengan defisit neraca dagang pada Juli 2019 yang jauh lebih kecil dari ekspektasi, maka ada harapan bahwa CAD di kuartal III-2019 akan menyempit.
Merespons hal tersebut, rupiah menguat 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.230/dolar AS. Untuk diketahui, posisi transaksi berjalan memang menjadi faktor yang sangat penting dalam mendikte pergerakan rupiah.
Pasalnya, arus devisa yang mengalir dari pos transaksi berjalan cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indoensia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money. Kinerja rupiah yang kinclong lantas semakin membangkitkan hasrat pelaku pasar untuk mengoleksi saham-saham di tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular