
Isu Resesi Untungkan Dolar Singapura, Rupiah Kalah Bersinar
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 August 2019 17:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan Kamis (15/8/19) setelah melemah tajam Rabu kemarin.
Isu resesi yang kembali berhembus memberikan tekanan bagi rupiah, sebagai aset negara berkembang Mata Uang Garuda cenderung tertekan ketika pasar dibuat cemas akan kemungkinan terjadinya resesi.
Inversi yield obligasi AS menjadi penyebab menguatnya kembali isu resesi. Inversi merupakan keadaan di mana yield atau imbal hasil obligasi tenor pendek lebih tinggi daripada tenor panjang. Dalam situasi normal, yield obligasi tenor pendek seharusnya lebih rendah.
Inversi menunjukkan bahwa risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang. Oleh karena itu, inversi kerap dikaitkan dengan pertanda resesi.
Inversi terjadi pada yield obligasi pemerintah AS atau US Treasury tenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun. Ini adalah inversi pertama untuk dua tenor tersebut sejak Juni 2007, atau beberapa bulan sebelum meletusnya krisis keuangan global. Akibat inversi tersebut ,aset-aset berisiko pun berguguran.
Data dari Credit Suisse menunjukkan sejak tahun 1978 terjadi lima kali inversi yield Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun dan semuanya merupakan awal terjadinya resesi. Rata-rata resesi akan terjadi 22 bulan setelah inversi tersebut muncul, sebagaimana dikutip CNBC International.
Dolar Singapura sempat menguat ke level Rp 10.297,27, sebelum terpangkas dan berada di level Rp 10.263,42 (+0,06%) pada pukul 16:50 WIB di pasar spot berdasarkan data Refinitiv.
Penguatan dolar Singapura terpangkas setelah Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia melaporkan data neraca perdagangan bulan Juli.
Sepanjang Juli 2019, BPS mencatat bahwa ekspor jatuh sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih baik dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi hingga 11,59%. Sementara itu, impor tercatat jatuh 15,21% YoY, juga lebih baik ketimbang konsensus yakni koreksi sebesar 17,76% YoY.
Alhasil, neraca dagang tercatat membukukan defisit senilai US$ 63,5 juta, lebih baik dibandingkan konsensus yang sebesar US$ 384,5 juta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Tekanan Dolar Singapura Melunak, Rupiah Bertahan di Rp 10.445
Isu resesi yang kembali berhembus memberikan tekanan bagi rupiah, sebagai aset negara berkembang Mata Uang Garuda cenderung tertekan ketika pasar dibuat cemas akan kemungkinan terjadinya resesi.
Inversi yield obligasi AS menjadi penyebab menguatnya kembali isu resesi. Inversi merupakan keadaan di mana yield atau imbal hasil obligasi tenor pendek lebih tinggi daripada tenor panjang. Dalam situasi normal, yield obligasi tenor pendek seharusnya lebih rendah.
Inversi terjadi pada yield obligasi pemerintah AS atau US Treasury tenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun. Ini adalah inversi pertama untuk dua tenor tersebut sejak Juni 2007, atau beberapa bulan sebelum meletusnya krisis keuangan global. Akibat inversi tersebut ,aset-aset berisiko pun berguguran.
Data dari Credit Suisse menunjukkan sejak tahun 1978 terjadi lima kali inversi yield Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun dan semuanya merupakan awal terjadinya resesi. Rata-rata resesi akan terjadi 22 bulan setelah inversi tersebut muncul, sebagaimana dikutip CNBC International.
Dolar Singapura sempat menguat ke level Rp 10.297,27, sebelum terpangkas dan berada di level Rp 10.263,42 (+0,06%) pada pukul 16:50 WIB di pasar spot berdasarkan data Refinitiv.
Penguatan dolar Singapura terpangkas setelah Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia melaporkan data neraca perdagangan bulan Juli.
Sepanjang Juli 2019, BPS mencatat bahwa ekspor jatuh sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih baik dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi hingga 11,59%. Sementara itu, impor tercatat jatuh 15,21% YoY, juga lebih baik ketimbang konsensus yakni koreksi sebesar 17,76% YoY.
Alhasil, neraca dagang tercatat membukukan defisit senilai US$ 63,5 juta, lebih baik dibandingkan konsensus yang sebesar US$ 384,5 juta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Tekanan Dolar Singapura Melunak, Rupiah Bertahan di Rp 10.445
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular