Kabar Baik dari Trump Bikin IHSG Menguat Siang Ini

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 August 2019 12:37
Kabar Baik dari Trump Bikin IHSG Menguat Siang Ini
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini, Rabu (14/8/2019) dengan penguatan sebesar 0,72% ke level 6.255,51. Per akhir sesi satu, penguatan IHSG adalah sebesar 0,55% ke level 6.245,14.

Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak melaju di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei menguat 1,07%, indeks Shanghai naik 0,76%, indeks Hang Seng bertambah 0,68%, indeks Straits Times terapresiasi 0,32%, dan indeks Kospi melejit 0,76%.

Hasrat pelaku pasar untuk memburu instrumen berisiko seperti saham membuncah pascamendengar kabar bahwa perang dagang AS-China agak mendingin.


Selasa kemarin pagi waktu setempat (13/8/2019), Kantor Perwakilan Dagang AS mengumumkan bahwa pihaknya akan menghapus beberapa produk dari daftar produk impor asal China yang akan dikenakan bea masuk baru pada awal bulan depan.

Kantor Perwakilan Dagang AS dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa keputusan ini dilandasi oleh alasan "kesehatan, keselamatan, keamanan nasional, dan faktor-faktor lainnya", dilansir dari CNBC International.

Lebih lanjut, pengenaan bea masuk baru senilai 10% untuk berbagai produk lainnya yang sejatinya akan mulai berlaku efektif pada awal September diputuskan ditunda hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.

Seperti yang diketahui, pada awal bulan ini Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang.

Kebijakan ini sejatinya akan mulai berlaku pada tanggal 1 September, sebelum kemudian AS merubah keputusannya. Trump kala itu juga menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

Kabar Baik dari Trump Bawa IHSG Semringah Siang IniFoto: Wakil Perdana Menteri China Liu He berjabat tangan dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin di luar kantor Perwakilan Dagang AS di Washington, AS, (9/5/2019). (REUTERS / James Lawler Duggan)

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada awal bulan ini.

Pengumuman dari Trump ini datang pasca dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai.

China pun kemudian geram bukan kepalang. China mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS tersebut dengan mengonfirmasi pemberitaan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.

Bahkan, bank sentral China kemudian ditengarai sengaja melemahkan nilai tukar mata uang Negeri Panda, yuan. Dalam beberapa hari terakhir (kecuali hari ini) People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China mematok nilai tengah yuan di level yang lebih rendah.

Sebagai informasi, PBOC memang punya wewenang untuk menentukan nilai tengah dari yuan setiap harinya.


Nilai tukar yuan di pasar onshore kemudian hanya diperbolehkan bergerak dalam rentang 2% (baik itu menguat maupun melemah) dari nilai tengah tersebut, sehingga pergerakannya tak murni dikontrol oleh mekanisme pasar. Implikasinya, ketika nilai tengah ditetapkan di level yang lebih lemah, yuan akan cenderung melemah di pasar onshore.

Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.

Kini, diharapkan itikat baik dari AS akan dibalas juga dengan itikat baik dari pihak China. Kesepakatan dagang yang sebelumnya tampak kian mustahil untuk diteken kini kembali menjadi sebuah skenario yang bisa menjadi kenyataan.

Sebagai informasi, AS berencana untuk menggelar negosiasi dagang dengan China di Washington pada awal bulan September.

LANJUT KE HALAMAN 2>>

Kuatnya optimisme yang dihasilkan dari perkembangan perang dagang AS-China yang kondusif berhasil membuat IHSG menguat kala investor asing meninggalkan pasar saham Tanah Air. Per akhir sesi satu, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 290,4 miliar di pasar reguler.

Sejatinya, kinerja rupiah mendukung bagi investor asing untuk melakukan aksi beli di bursa saham tanah air. Hingga siang hari, rupiah menguat 0,61% di pasar spot ke level Rp 14.228/dolar AS.

Bara perang dagang AS-China yang mendingin membuat dolar AS selaku safe haven kehilangan pijakannya. Jika penguatan rupiah bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan memutus rantai depresiasi yang sudah terjadi dalam dua hari terakhir.


Namun, investor asing tampak khawatir bahwa rupiah akan terdepresiasi ke depannya. Pasalnya besok (15/8/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Juli 2019.

Mengutip Trading Economics, ekspor periode Juli 2019 diproyeksikan jatuh sebesar 8,7% secara tahunan, sementara impor melemah 5%. Alhasil, neraca dagang diproyeksikan mencetak surplus sebesar US$ 200 juta.

Rilis data perdagangan internasional periode Juli 2019 menjadi sangat penting lantaran akan mempengaruhi posisi transaksi berjalan pada kuartal III-2019. Pada Juli 2018, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,01 miliar, sementara CAD pada kuartal III-2019 tercatat sebesar 3,3% dari PDB.

Jika ternyata neraca dagang Indonesia membukukan defisit pada periode Juli 2019, apalagi jika defisitnya besar, maka akan ada kekhawatiran bahwa transaksi berjalan akan kembali membengkak pada kuartal III-2019. Akibatnya, rupiah pun bisa semakin loyo.  Mengantisipasi hal tersebut, investor asing melakukan aksi jual di pasar saham tanah air.

Untuk diketahui, pada kuartal II-2019 Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) menembus level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tepatnya 3,04%.

Padahal pada kuartal I-2019, CAD hanya berada di level 2,6%. Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019 adalah senilai US$ 8,44 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular