Laku Rp 15 T, Lelang SUN Terganjal Huru Hara Hong Kong

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
13 August 2019 18:24
Pemerintah hanya menerbitkan surat utang negara (SUN) senilai Rp 15 triliun dalam lelang rutin.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Akibat perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang masih panas, pemerintah hanya menerbitkan surat utang negara (SUN) senilai Rp 15 triliun dalam lelang rutin pada Selasa siang (13/82019). Nilai itu di ambang batas terbawah dari target indikatif yang diterbitkan.

Selain itu, sentimen huru-hara yang melumpuhkan bandara di Hong Kong juga mempengaruhi pasar obligasi hari ini. 

Sebelum melakukan lelang tadi siang, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menetapkan target indikatif penerbitan Rp 15 triliun-Rp 30 triliun. Nilai penerbitan juga hanya 69,93% dari penerbitan lelang sebelumnya Rp 21,45 triliun dan 50,74% dari rerata hasil lelang sejak awal tahun. 

Hasil lelang tersebut juga mendapati nilai permintaan yang minim, yaitu Rp 26,5 triliun, hanya 61,26% dari nilai permintaan peserta dalam lelang sebelumnya Rp 43,27 triliun pada 30 Juli, dan hanya memiliki porsi 50,74% dari rerata lelang sejak awal tahun Rp 52,28 triliun. 

Jumlah hasil lelang yang minim tersebut turut mencerminkan kondisi pasar yang sedang terkoreksi, khususnya hari ini yang disebabkan belum padamnya demonstrasi di Hong Kong dan perang dagang.

Data Refinitiv menunjukkan harga obligasi rupiah pemerintah tertekan dalam jumlah signifikan dan mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield) di pasar.
 

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, vice versa. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun. 

Signifikansi koreksi tercermin dari seri acuan yang paling melemah yaitu FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 11,8 basis poin (bps) menjadi 7,46%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.



   
Yield Obligasi Negara Acuan 13 Aug'19
SeriJatuh tempoYield 12 Aug'19 (%)Yield 13 Aug'19 (%)Selisih (basis poin)Yield wajar IBPA 13 Aug'19 (%)
FR00775 tahun6.8576.9145.706.8761
FR007810 tahun7.3437.46111.807.4499
FR006815 tahun7.7157.7665.107.8226
FR007920 tahun7.8617.9185.707.9193
Avg movement7.08
Sumber: Refinitiv  


Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 1,18 poin (0,46%) menjadi 257,22 dari posisi kemarin 258,41. Rerata pergerakan indeks ini sebelumnya berada pada 0,5 poin saja. 

Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 582 bps, melebar dari posisi kemarin 570 bps.  

Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 1,64% dari posisi kemarin 1,641%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada beberapa seri, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu. 

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. 

Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.  

 
Yield US Treasury Acuan 13 Aug'19
SeriBenchmarkYield 12 Aug'19 (%)Yield 13 Aug'19 (%)Selisih (Inversi)Satuan Inversi
UST BILL 20193 Bulan1.9841.9923 bulan-5 tahun49.6
UST 20202 Tahun1.581.5832 tahun-5 tahun8.7
UST 20213 Tahun1.5081.5193 tahun-5 tahun2.3
UST 20235 Tahun1.4851.4963 bulan-10 tahun35.2
UST 202810 Tahun1.641.642 tahun-10 tahun-5.7
Sumber: Refinitiv  

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.005 triliun SBN, atau 38,7% dari total beredar Rp 2.598 triliun berdasarkan data per 9 Agustus. 

Angka kepemilikannya masih negatif atau bertambah Rp 7,4 triliun dibanding posisi akhir bulan lalu Rp 893,25 triliun. Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,63% dan 0,49%. 

Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi secara luas yaitu di China, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar bunds Jerman, OATs Prancis, JGBs Jepang, dan US Treasuries. Hal tersebut mencerminkan kondisi perang dagang yang sedang memanas dan membuat investor masuk ke instrumen yang dianggap lebih aman yaitu obligasi pemerintah. 


Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
NegaraYield 12 Aug'19 (%)Yield 13 Aug'19 (%)Selisih (basis poin)
Brasil7.1657.2054.00
China3.0473.023-2.40
Jerman-0.594-0.609-1.50
Prancis-0.286-0.303-1.70
Inggris 0.490.474-1.60
India6.4026.50610.40
Jepang-0.218-0.233-1.50
Malaysia3.4563.447-0.90
Filipina4.344.29-5.00
Rusia7.337.352.00
Singapura1.7341.648-8.60
Thailand1.541.51-3.00
Amerika Serikat1.641.640.00
Afrika Selatan8.3958.466.50
Sumber: Refinitiv 


TIM RISET CNBC INDONESIA



(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular