Akhirnya Muncul! Darmono Buka Suara Soal Kondisi Jababeka

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
12 August 2019 14:43
agenda RUPS menjadi proses tertinggi dalam pengambilan keputusan strategis perseroan
Foto: Manajemen lama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidiq)
Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen lama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) menyatakan hingga saat ini menegaskan menolak terjadinya perubahan pemegang saham pengendali (change of control) dalam Rapat Umum Pemegang Saham 26 Juni lalu.

Manajemen lama juga mempertanyakan agenda kelima mengenai perubahan direktur utama dan komisaris perseroan dinilai tidak sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance.

Yozua Makes, penasihat hukum Jababeka, menjelaskan seharusnya agenda RUPS menjadi proses tertinggi dalam pengambilan keputusan strategis perseroan, karena itu proses RUPS harus dilkukan dengan benar.


Pun demikian dengan pergantian direktur utama, menurutnya harus melalui rekomendasi dewan komisaris, itulah yang tidak dijalankan manajemen baru di bawah Sugiharto.

"Saya tegaskan posisi daripada perseroan, ini bukan bicara mengenai kubu-kubuan, kita bicara mengenai penerapan good corporate governance (GCG)," kata Yozua Makes, di Menara Batavia, Jakarta, Senin (12/8/2019).

Seperti diketahui, kisruh ini mengemuka dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan pada 26 Juni 2019. Dalam RUPST tersebut, disetujui pengangkatan Sugiharto sebagai direktur utama dan Aries Liman sebagai komisaris Jababeka yang baru.

Saat voting itu, dua pemegang saham Jababeka yakni PT Imakotama Investindo dan Islamic Development Bank (IDB) memberikan kuasa masing-masing kepada Iwan Margana dan Pratama Capital Assets Management.


Pengangkatan Sugiharto dan Aries Liman inilah yang diprotes manajemen lama. Sebanyak tujuh pemegang saham Jababeka pun mengajukan gugatan hukum atas keputusan hasil RUPST tersebut. Ketujuh pemegang saham tersebut antara lain Lanny Arifin, Handi Kurniawan, Wiwin Kurniawan, Christine Dewi, Richard Budi Gunawan, Yanti Kurniawan dan PT Venturindo Kapitanusa.

Informasi terbaru, dalam surat resmi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI, pada 2 Agustus pekan lalu, dua perwakilan manajemen lama Jababeka yakni Budianto Liman (mengklaim sebagai direktur utama) dan Setiawan Mardjuki (direktur) memberikan penjelasan mengapa pihaknya mengajukan gugatan hukum atas keputusan hasil RUPS 26 Juni yang menyetujui perubahan direksi dan komisaris perseroan.



Yozua merinci, gugatan dari pemegang saham tersebut pada intinya punya empat poin utama: pertama, tidak adanya rekomendasi komite remunerasi. Kedua, adanya kuasa kuasa yang tidak sah pada waktu diadakan RUPS.

Selanjutnya, adanya keberatan dari pihak kontraktor yang berpotensi mengakibatkan proyek terganggu. Poin keempat, dari RUPS ini terjadi indikasi mengakibatkan change of control.

Dalam kesempatan itu, pendiri dan komisaris Jababeka, S.D Darmono menjelaskan, pada intinya manajamen lama menyatakan, spirit perseroan murni untuk melindungi pemegang saham secara keseluruhan.

"Change of control ini baru dikatakan potensi, belum kenyataan," kata Darmono.


Kejadian itu, kata Darmono adalah di luar pengetahuan dan kendali perseroan serta tidak ada hubungannya dengan kinerja perseroan saat ini. Hal ini, terbukti dari kinerja saham Jababeka yang menurutnya masih dalam keadaan baik.

"Saham KIJA bagus bagus saja, belum ada bahaya saham turun," katanya lagi menambahkan.

Pihaknya juga menyatakan telah bertemu dengan Otoritas Jasa Keuangan melakukan komunikasi yang hasilnya berupa penjelasan mengenai kesekapatan perseroan mengenai penegakkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Menjadikan RUPS sebagai organ yang tertinggi dan prosesnya harus dilakukan secara benar.

"RUPS 26 Juli sah, yang dipertanyakan adalah agenda kelima [mengenai perubahan direktur utama dan komisaris]," ungkapnya.

Dalam kesempatan terpisah, Sugiharto, yang merupakan direktur utama hasil RUPS tersebut menyangkal bahwa telah terjadi perubahan pemegang pengendali.

"Terjadi penyelundupan hukum. Karena ada perbedaan informasi (risalah hasil rapat) dari yang disampaikan ke media massa dengan rekaman didengar notaris," kata mantan Menteri BUMN ( Oktober 2004 hingga Mei 2007) kepada CNBC Indonesia, Senin (22/07/2019).

"Adanya pengakuan Tedjo Budianto Liman mantan Direktur Utama KIJA sebagai korban dari acting in concert atau konspirasi dari pemegang saham KIJA adalah tidak benar," bantah Sugiharto.


(hps/hps) Next Article Omzet Naik, Jababeka Masih Tekor Rp 81 M di Q1-2021

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular