Kisruh Jababeka, Diduga Ada Penyelundupan Hukum di Hasil RUPS

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
23 July 2019 14:03
Hasil Rapat Umum Pemegangan Saham Tahunan (RUPST) 26 Juni 2019 dan penunjukan Soegiharto sebagai direktur utama dipersoalkan.
Foto: Sugiharto/Twitter Sugiharto Speaking
Jakarta, CNBC Indonesia - Kisruh dalam tubuh manajemen PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) tampaknya masih belum selesai. Direktur Utama Jababeka, hasil RUPST, Sugiharto malah menuduh balik manajemen lama melakukan penyelundupan hukum. Dimana ada informasi dalam RUPST tidak dipublikasikan dalam keterbukaan informasi.

"Terjadi penyelundupan hukum. Karena ada perbedaan informasi (risalah hasil rapat) dari yang disampaikan ke media massa dengan rekaman didengar notaris," kata Sugiharto, saat berbincang langsung dengan CNBC Indonesia, Senin (22/07/2019)

Hal ini disampaikan Sugiharto, setelah manajemen lama mempersoalkan hasil Rapat Umum Pemegangan Saham Tahunan (RUPST) 26 Juni 2019 dan penunjukan dirinya sebagai direktur utama.

Sugiharto kemudian memaparkan sejumlah dokumen yang menunjukkan terjadinya penyelundupan hukum. Dokumen-dokumen tersebut merupakan dokumen internal yang menjelaskan hasil RUPST dengan versi yang berbeda.

Dalam publikasi ringkasan risalah hasil RUPST yang berlangsung pada 26 Juni, pada mata acara kelima disebutkan:

"Menyetujui mengangkat Bapak Sugiharto sebagai Direktur Utama dan Bapak Aries Liman sebagai Komisaris Independen yang berlaku efektif setelah diperolehnya persetujuan dari pihak ketiga, termasuk persetujuan dari kreditur perseroan yang akan dilakukan dalam kurun waktu maksimal 1 bulan, sehingga susunan anggota Direksi dan Dewan Komisaris sampai dengan penutupan RUPST Tahun 2021, adalah sebagai berikut :..."

Dalam susunan tersebut ada 7 anggota direksi dan dewan komisaris.

Isi pernyataan di atas merupakan isi surat yang disampaikan manajemen pada 27 Juni 2019. Namun isi surat tersebut kemudian direvisi setelah pihak notaris mendengarkan ulang rekamanan tersebut.

Manajemen Jababeka kemudian pada 16 Juli 2019 mengirimkan kembali surat perihal Perbaikan Ringkasan Risalah RUPST PT Jababeka Tbk.

Dalam surat tersebut, isi mata acara kelima hasil RUPST berubah. Isinya:

"Dengan mengingat diperolehnya persetujuan dari pihak ketiga termasuk kreditur perseroan, apabila disyaratkan:
menyetujui untuk mengangkat Bapak Aries Liman sebagai Komisaris Perseroan dan Bapak Sugiharto sebagai Direktur Utama merangkap Direktur Independen terhitung sejak ditutupnya rapat ini untuk masa jabatan yang sama dengan sisa masa jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota direksi yang lainnya yang telah menjabat pada saat ini yaitu sampai dengan ditutupnya RUPST perseroan yang akan diselenggarakan tahun 2021.

Berdasarkan isi surat tersebut maka, menurut Sugiharto, dirinya sudah resmi menjabat sebagai direktur utama setelah RUPST selesai. Namun dalam pengumuman yang disampaikan ke publik masa berlaku efekt berlaku setelah 30 hari.

"Kami dan notaris dengar berkali-kali isi rekaman tidak ada isinya seperti yang disebutkan (dalam pengumuman). Berarti ini penyelundupan hukum," kata Sugiharto.

Tujuannya, lanjut Sugiharto, agar dirinya tidak buru-buru masuk dan ada sesuatu yang ingin "dibereskan" oleh manajemen lama.

Sugiharto juga menekankan, bahwa hasil RUPST tidak membuat terjadinya perubahan pemegang saham pengendali (change of control) pada Jababeka. "Berdasarkan kovenan notes yang sudah saya baca, semua kondisi hasil RUPS tidak memenuhi syarat (untuk melakukan kewajiban menawarkan pembelian notes)," ujar Sugiharto.


Sebelumnya, mantan Direktur Utama Jababeka Budianto Liman yang saat ini menjabat sebagai Corporate Secretary menyebut telah terjadi acting in concert dalam pemungutan suara pemegang saham dalam RUPST 26 Juni, di mana sebanyak 52,11% suara setuju.

Budianto mengatakan, sehubungan dengan hal tersebut, telah terjadi perubahan pengendalian dikarenakan sebagian besar suara yang diberikan saat voting sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berada di bawah kendali Imakotama dan afiliasinya.

"Ini perusahaan jadi victim [korban] dari acting in concert [pengambilalihan kendali], bukan karena kinerja," kata Budianto beberapa waktu lalu.

Perubahan pemegang saham pengendali tersebut menyebabkan Jababeka terancam gagal bayar (default) atas notes yang sudah diterbitkan tersebut. Nilai notes yang wajib dibeli tersebut senilai 101% atau US$ 300 juta atau setara Rp 4,2 triliun dan harus di bayar dalam 30 hari setelah perubahan pemegang saham pengendali.

Sementara nilai kas setara kas Jababeka hingga akhir kuartal I hanya Rp 873,89 miliar. Nilai tersebut jelas tidak cukup untuk membayar notes tersebut.

Sugiharto lalu menampik kabar ada perubahan pemegang saham pengendali setelah RUPST yang disahkan. Sebab kepemilikan saham yang dimiliki Mu'min Ali Gunawan masih 21,09% sejak Juni 2018 hingga Juli 2019. Begitu juga dengan kepemilikan saham KIJA milik IDB yang jumlah sahamnya masih sama 9,32% dan Imakotama tetap 6,16% sejak 31 Desember 2018 sampai saat ini.

"Adanya pengakuan Tedjo Budianto Liman mantan Direktur Utama KIJA sebagai korban dari acting in concert atau konspirasi dari pemegang saham KIJA adalah tidak benar," bantah Sugiharto.


Ia menambahkan, jumlah kepemilikan saham Mu'min (pendiri Bank Panin), IDB, dan Imakotama masing-masing di bawah 40%, sehingga tidak mengalahkan kepemilikan saham permitted holders (pemegang saham yang diizinkan) yaitu Setyono Djuandi Darmono dan Hadi Rahardja selaku co-founders KIJA.

Dengan ditunjuknya Sugiharto sebagai Dirut KIJA yang baru, jumlah individu yang termasuk dalam jajaran direksi (Board of Directors) setelah RUPST pada 26 Juni 2019 lalu adalah tujuh orang.

Dari jumlah itu, enam orang direksi atau mayoritasnya adalah anggota direksi saat Notes atau surat utang anak usaha diterbitkan, yaitu pada 5 Oktober 2016, dan anggota direksi yang ditunjuk setelahnya (sebelum RUPST) masih mayoritas.

Berdasarkan fakta bahwa komposisi jajaran direksi setelah penunjukkan Sugiharto sebagai Dirut masih dikuasai oleh anggota direksi saat Notes diterbitkan dan anggota direksi yang ditunjuk sebelum RUPST, maka mengacu pada Offering Memorandum dari Notes yang bersangkutan, KIJA tidak berkewajiban untuk melakukan penawaran pembelian Notes (buyback) dengan harga pembelian beserta dengan kewajiban bunga seperti yang diberitakan.

Berebut Aset Jababeka, Siapa Pemegang Saham Pengendali?
[Gambas:Video CNBC]

Selain itu, manajemen baru Jababeka juga membantah telah terjadi perubahan pengendali (change of control) setelah RUPST 26 Juni 2019. Sugiharto mengklaim, yang terjadi adalah penambahan anggota direksi saja.

Isu mengenai adanya perjanjian yang mewajibkan KIJA menawarkan pembelian kembali Notes karena pergantian direktur utama juga tidak benar.

"Isu yang beredar bahwa KIJA wajib melakukan penawaran pembelian Notes karena pergantian change of control ataupun direktur utama kami konfirmasi tidak valid," tandas Soegiharto.


(hps/dob) Next Article Panas! Sugiharto & Budianto Beda Paham Pengendali Jababeka

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular