
Ancaman Resesi Semakin Nyata, Poundsterling Jeblok
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 August 2019 16:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling jeblok melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (9/8/19) akibat ancaman resesi yang membayangi Inggris kian mendekati kenyataan.
Data dari Office for National Statistic (ONS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Inggris sebesar -0,2% alias berkontraksi di kuartal-II tahun ini dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 0,5%. Kontraksi tersebut merupakan yang pertama sejak kuartal-IV 2012.
Kontraksi yang dialami Inggris bahkan terjadi sebelum keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober nanti, dan kini ancaman resesi menjadi semakin nyata. Suatu negara dikatakan mengalami resesi jika PDB-nya berkontraksi dua kuartal berturut-turut.
Inggris diprediksi akan mengalami resesi seandainya keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun atau yang dikenal dengan istilah no-deal Brexit.
Pasca rilis data PDB tersebut, poundsterling anjlok 0,38% ke level US$ 1,2085 di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Kemungkinan terjadinya no-deal Brexit semakin menguat di pekan ini setelah Uni Eropa mengatakan pemerintah Inggris di bawah Perdana Menteri (PM) Boris Johnson tidak memiliki rencana atau proposal baru untuk ditawarkan ke Uni Eropa.
Selain itu, hasil survei Reuters terhadap para ekonom pada periode 2-7 Agustus lalu menunjukkan potensi terjadinya no-deal Brexit sebesar 35%, naik dibandingkan survei yang dilakukan bulan Juli lalu sebesar 30%.
PM Johnson sebelumnya selalu menegaskan akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober nanti dengan kesepakatan atau tanpa kesepakatan (no-deal). Jika benar hal tersebut terjadi, atau indikasi kuat mengarah ke sana, poundsterling akan amblas lagi.
Poundsterling bahkan diprediksi akan mencapai level paritas (1 poundsterling = 1 dolar AS) jika terjadi no-deal Brexit.
Morgan Stanley menjadi bank yang memprediksi pound akan mencapai level paritas tersebut. Skenario kurs poundsterling mencapai US$1 sampai US$1,1 dikatakan akan terjadi seandainya Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan alias no-deal Brexit. Morgan Stanley melihat peluang terjadinya hal tersebut semakin menguat, melansir Bloomberg.com.
Tidak hanya itu, HSBC juga memprediksi hal yang sama yakni poundsterling kemungkinan mencapai level terendah sepanjang masa US$ 1,0545 yang disentuh pada Maret 1985, melansir Reuters.com.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Data dari Office for National Statistic (ONS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Inggris sebesar -0,2% alias berkontraksi di kuartal-II tahun ini dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 0,5%. Kontraksi tersebut merupakan yang pertama sejak kuartal-IV 2012.
Kontraksi yang dialami Inggris bahkan terjadi sebelum keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober nanti, dan kini ancaman resesi menjadi semakin nyata. Suatu negara dikatakan mengalami resesi jika PDB-nya berkontraksi dua kuartal berturut-turut.
Inggris diprediksi akan mengalami resesi seandainya keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun atau yang dikenal dengan istilah no-deal Brexit.
Pasca rilis data PDB tersebut, poundsterling anjlok 0,38% ke level US$ 1,2085 di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Kemungkinan terjadinya no-deal Brexit semakin menguat di pekan ini setelah Uni Eropa mengatakan pemerintah Inggris di bawah Perdana Menteri (PM) Boris Johnson tidak memiliki rencana atau proposal baru untuk ditawarkan ke Uni Eropa.
Selain itu, hasil survei Reuters terhadap para ekonom pada periode 2-7 Agustus lalu menunjukkan potensi terjadinya no-deal Brexit sebesar 35%, naik dibandingkan survei yang dilakukan bulan Juli lalu sebesar 30%.
PM Johnson sebelumnya selalu menegaskan akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober nanti dengan kesepakatan atau tanpa kesepakatan (no-deal). Jika benar hal tersebut terjadi, atau indikasi kuat mengarah ke sana, poundsterling akan amblas lagi.
Poundsterling bahkan diprediksi akan mencapai level paritas (1 poundsterling = 1 dolar AS) jika terjadi no-deal Brexit.
Morgan Stanley menjadi bank yang memprediksi pound akan mencapai level paritas tersebut. Skenario kurs poundsterling mencapai US$1 sampai US$1,1 dikatakan akan terjadi seandainya Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan alias no-deal Brexit. Morgan Stanley melihat peluang terjadinya hal tersebut semakin menguat, melansir Bloomberg.com.
Tidak hanya itu, HSBC juga memprediksi hal yang sama yakni poundsterling kemungkinan mencapai level terendah sepanjang masa US$ 1,0545 yang disentuh pada Maret 1985, melansir Reuters.com.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular