
Jika The Fed Pangkas Bunga, Wall Street Bisa Meroket 20%!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 July 2019 14:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Perhatian pelaku pasar keuangan dunia pada Rabu ini (31/7/2019) kompak mengarah ke AS. Pada 30 dan 31 Juli waktu setempat, bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) akan menggelar pertemuan guna menentukan tingkat suku bunga acuan terbarunya.
Hasil dari pertemuan selama 2 hari tersebut akan diumumkan pada 31 Juli waktu setempat atau Kamis (1/8/2019) dini hari waktu Indonesia.
Saat ini, ekspektasinya adalah The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR). Bisa sebesar 25 bps (basis poin), atau bisa juga sebesar 50 bps, namun yang pasti tingkat suku bunga acuan akan dipangkas.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 30 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 78,1%, sementara probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 50 bps adalah 21,9%. Jika ditotal, probabilitasnya mencapai 100%.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, Tim Riset CNBC Indonesia saat ini meyakini bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan pekan ini.
Namun, mau tingkat suku bunga acuan dipangkas berapapun pada dini hari nanti, melesatnya bursa Wall Street tampaknya akan menjadi sebuah keniscayaan.
Sebagai catatan, jika The Fed benar memangkas tingkat suku bunga acuan, maka akan menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.
Melansir data dari Strategas yang dikutip dari CNBC International, secara rata-rata indeks S&P 500 memberikan imbal hasil hingga 20% (annualized) kala tingkat suku bunga acuan pertama kali dipangkas hingga tingkat suku bunga acuan dinaikkan, sementara mediannya mencapai 13%. Strategas merupakan sekuritas dan penyedia jasa advisory yang beroperasi di lebih dari 20 negara.
Sebagai informasi, jika berbicara mengenai bursa saham AS (Wall Street) yang merupakan kiblat pasar saham dunia (dengan dua bursa, yakni New York Stock Exchange dan Nasdaq), indeks S&P 500 memang paling cocok untuk digunakan ketimbang dua indeks saham utama lainnya yakni Dow Jones dan Nasdaq Composite.
Pasalnya, indeks S&P 500 merupakan indeks saham dengan kapitalisasi pasar dan jumlah emiten terbesar jika dibandingkan dengan dua indeks lainnya.
Dari 14 siklus pelonggaran suku bunga acuan yang terjadi dalam periode 1982 hingga 2015, indeks S&P 500 hanya jatuh sebanyak tiga kali (1983-1984, 1986, dan 2001-2004).
"Penurunan imbal hasil pada saat siklus pelonggaran terjadi kadang kala terjadi namun sangat jarang," tulis Jason Trennert selaku Chief Investment Strategist dari Strategas dalam risetnya pada hari Senin (29/7/2019), dilansir dari CNBC International.
Lebih lanjut, Trennert menambahkan bahwa dalam kondisi saat ini, The Fed memiliki banyak ruang untuk melonggarkan tingkat suku bunga acuan.
"Dengan tingkat suku bunga acuan dan imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun berada di level tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya, The Fed tampak memiliki banyak ruang untuk mengeksekusi pelonggaran tanpa kekhawatiran akan terjadi overheating."
Wajar jika arah kebijakan tingkat suku bunga acuan The Fed bisa mendikte pergerakan Wall Street. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas oleh The Fed, tingkat suku bunga kredit di AS bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi.
Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Berbicara mengenai konsumsi, masyarakat AS saat ini sedang sangat optimistis dalam menatap perekonomian. Kemarin (30/7/2019), indeks keyakinan konsumen (IKK) AS periode Juli 2019 diumumkan oleh The Conference Board di level 135,7, jauh di atas konsensus yang sebesar 125,1, dilansir dari Forex Factory. IKK pada bulan Juli juga berada jauh di atas IKK pada bulan Juni yang sebesar 124,3.
Untuk diketahui, IKK dihitung oleh The Conference Board berdasarkan survei kepada rumah tangga di AS mengenai kondisi ekonomi saat ini dan prospeknya di masa depan. Tingginya angka IKK periode Juli mengindikasikan bahwa masyarakat AS akan meningkatkan konsumsinya di masa depan.
Mengingat lebih dari setengah perekonomian AS dibentuk oleh konsumsi rumah tangga, kencangnya laju konsumsi tentu akan membuat perekonomian AS melaju di level yang tinggi. Hal ini tentu merupakan sesuatu yang sangat positif bagi Wall Street.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Ini Dia Sentimen yang Bikin Pemodal Global Khawatir
Hasil dari pertemuan selama 2 hari tersebut akan diumumkan pada 31 Juli waktu setempat atau Kamis (1/8/2019) dini hari waktu Indonesia.
Saat ini, ekspektasinya adalah The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR). Bisa sebesar 25 bps (basis poin), atau bisa juga sebesar 50 bps, namun yang pasti tingkat suku bunga acuan akan dipangkas.
![]() |
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 30 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 78,1%, sementara probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 50 bps adalah 21,9%. Jika ditotal, probabilitasnya mencapai 100%.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, Tim Riset CNBC Indonesia saat ini meyakini bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan pekan ini.
Namun, mau tingkat suku bunga acuan dipangkas berapapun pada dini hari nanti, melesatnya bursa Wall Street tampaknya akan menjadi sebuah keniscayaan.
Sebagai catatan, jika The Fed benar memangkas tingkat suku bunga acuan, maka akan menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.
Melansir data dari Strategas yang dikutip dari CNBC International, secara rata-rata indeks S&P 500 memberikan imbal hasil hingga 20% (annualized) kala tingkat suku bunga acuan pertama kali dipangkas hingga tingkat suku bunga acuan dinaikkan, sementara mediannya mencapai 13%. Strategas merupakan sekuritas dan penyedia jasa advisory yang beroperasi di lebih dari 20 negara.
Sebagai informasi, jika berbicara mengenai bursa saham AS (Wall Street) yang merupakan kiblat pasar saham dunia (dengan dua bursa, yakni New York Stock Exchange dan Nasdaq), indeks S&P 500 memang paling cocok untuk digunakan ketimbang dua indeks saham utama lainnya yakni Dow Jones dan Nasdaq Composite.
Pasalnya, indeks S&P 500 merupakan indeks saham dengan kapitalisasi pasar dan jumlah emiten terbesar jika dibandingkan dengan dua indeks lainnya.
Dari 14 siklus pelonggaran suku bunga acuan yang terjadi dalam periode 1982 hingga 2015, indeks S&P 500 hanya jatuh sebanyak tiga kali (1983-1984, 1986, dan 2001-2004).
"Penurunan imbal hasil pada saat siklus pelonggaran terjadi kadang kala terjadi namun sangat jarang," tulis Jason Trennert selaku Chief Investment Strategist dari Strategas dalam risetnya pada hari Senin (29/7/2019), dilansir dari CNBC International.
Lebih lanjut, Trennert menambahkan bahwa dalam kondisi saat ini, The Fed memiliki banyak ruang untuk melonggarkan tingkat suku bunga acuan.
"Dengan tingkat suku bunga acuan dan imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun berada di level tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya, The Fed tampak memiliki banyak ruang untuk mengeksekusi pelonggaran tanpa kekhawatiran akan terjadi overheating."
Wajar jika arah kebijakan tingkat suku bunga acuan The Fed bisa mendikte pergerakan Wall Street. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas oleh The Fed, tingkat suku bunga kredit di AS bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi.
Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Berbicara mengenai konsumsi, masyarakat AS saat ini sedang sangat optimistis dalam menatap perekonomian. Kemarin (30/7/2019), indeks keyakinan konsumen (IKK) AS periode Juli 2019 diumumkan oleh The Conference Board di level 135,7, jauh di atas konsensus yang sebesar 125,1, dilansir dari Forex Factory. IKK pada bulan Juli juga berada jauh di atas IKK pada bulan Juni yang sebesar 124,3.
Untuk diketahui, IKK dihitung oleh The Conference Board berdasarkan survei kepada rumah tangga di AS mengenai kondisi ekonomi saat ini dan prospeknya di masa depan. Tingginya angka IKK periode Juli mengindikasikan bahwa masyarakat AS akan meningkatkan konsumsinya di masa depan.
Mengingat lebih dari setengah perekonomian AS dibentuk oleh konsumsi rumah tangga, kencangnya laju konsumsi tentu akan membuat perekonomian AS melaju di level yang tinggi. Hal ini tentu merupakan sesuatu yang sangat positif bagi Wall Street.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Ini Dia Sentimen yang Bikin Pemodal Global Khawatir
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular