
Beban Keuangan Bengkak, Laba United Tractors Cuma Naik 1,75%
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
30 July 2019 18:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam keterbukaan informasi pekan lalu, PT United Tractors Tbk (UNTR) mengumumkan bahwa pada semester pertama tahun 2019 perusahaan mencatatkan penurunan penjualan alat berat Komatsu hingga 17,85% secara tahunan (year-on-year/YOY).
Namun penurunan tersebut sepertinya tidak menekan pos pendapatan UNTR. Pasalnya, dalam rilis laporan keuangan terbaru, hingga akhir Juni 2019, total pendapatan perusahaan meningkat 11,23% YoY menjadi Rp 43,32 triliun, dari perolehan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 38,94 triliun.
Namun, jika ditelusuri, perolehan pendapatan kuartal kemarin memang lebih rendah dibandingkan kuartal I-2019.
Pada tiga bulan pertama tahun ini, UNTR membukukan pemasukan sebesar Rp 22,62 triliun. Sedangkan pada kuartal II-2019, total pendapatan perusahaan turun 8,5% (secara kuartalan) menjadi Rp 20,7 triliun.
Sayangnya, meskipun performa top line (pendapatan) perusahaan mampu mencatatkan kenaikan dua digit, performa bottom line (laba bersih) cenderung stagnan.
Sepanjang semester pertama tahun ini, UNTR hanya mampu mengantongi keuntungan sebesar Rp 5,58 triliun, atau naik tipis 1,75% YoY dibandingkan capaian semester I-2018 yang sebesar Rp 5,48 triliun.
Karena laba bersih perusahaan hanya tumbuh tipis, sedangkan pendapatan naik signifikan, alhasil marjin bersih UNTR terkikis. Pada semester I-2019, imbal hasil yang dicatatkan UNTR sebesar 12,87%, dari 14,07% di semester I-2018.
Namun, patut dicatat bahwa sejatinya laba tahun berjalan perusahaan mencatatkan kontraksi 2,1% secara tahunan.
Bila ditilik lebih rinci, momok tertekannya kinerja bottom line perusahaan adalah peningkatan signifikan pada pos beban umum dan administrasi, serta pos beban keuangan.
Pada enam bulan pertama tahun ini, beban umum dan administrasi naik 23,89% secara tahunan, dari Rp 1,46 triliun menjadi Rp 1,82 triliun.
Sementara itu, pos beban keuangan yang melesat hingga 129,07% YoY menjadi Rp 1,12 triliun dari hanya Rp 490,6 miliar. Biaya yang membengkak pada pos ini adalah biaya bank dan beban bunga pinjaman bank yang masing-masing meroket 105,63% YoY dan 211,58% YoY.
Peningkatan tersebut seiring dengan kenaikan jumlah utang bank jangka panjang perusahaan, dari Rp 2,9 triliun di akhir Desember 2018, menjadi Rp 11,5 triliun per akhir Juni 2019.
Melansir laporan keuangan UNTR, fasilitas utang bank tersebut digunakan untuk membiayai modal kerja, belanja modal dan keperluan pendanaan umum lainnya.
Lebih lanjut, setelah UNTR merilis kinerja laba bersih yang cenderung stagnan, pelaku pasar memilih untuk mundur dari mengkoleksi saham perusahaan.
Pada penutupan perdagangan hari ini (30/7/2019), harga saham UNTR terkoreksi 0,29% menjadi Rp 25.500/unit saham. Selain itu, pada pasar reguler, investor asing tercatat membukukan aksi jual bersih sebesar Rp 42,57 miliar.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Pandemi 2020, Jualan Alat Berat United Tractors Merosot 46%
Namun penurunan tersebut sepertinya tidak menekan pos pendapatan UNTR. Pasalnya, dalam rilis laporan keuangan terbaru, hingga akhir Juni 2019, total pendapatan perusahaan meningkat 11,23% YoY menjadi Rp 43,32 triliun, dari perolehan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 38,94 triliun.
Namun, jika ditelusuri, perolehan pendapatan kuartal kemarin memang lebih rendah dibandingkan kuartal I-2019.
Pada tiga bulan pertama tahun ini, UNTR membukukan pemasukan sebesar Rp 22,62 triliun. Sedangkan pada kuartal II-2019, total pendapatan perusahaan turun 8,5% (secara kuartalan) menjadi Rp 20,7 triliun.
Sepanjang semester pertama tahun ini, UNTR hanya mampu mengantongi keuntungan sebesar Rp 5,58 triliun, atau naik tipis 1,75% YoY dibandingkan capaian semester I-2018 yang sebesar Rp 5,48 triliun.
Karena laba bersih perusahaan hanya tumbuh tipis, sedangkan pendapatan naik signifikan, alhasil marjin bersih UNTR terkikis. Pada semester I-2019, imbal hasil yang dicatatkan UNTR sebesar 12,87%, dari 14,07% di semester I-2018.
Namun, patut dicatat bahwa sejatinya laba tahun berjalan perusahaan mencatatkan kontraksi 2,1% secara tahunan.
Bila ditilik lebih rinci, momok tertekannya kinerja bottom line perusahaan adalah peningkatan signifikan pada pos beban umum dan administrasi, serta pos beban keuangan.
Pada enam bulan pertama tahun ini, beban umum dan administrasi naik 23,89% secara tahunan, dari Rp 1,46 triliun menjadi Rp 1,82 triliun.
Sementara itu, pos beban keuangan yang melesat hingga 129,07% YoY menjadi Rp 1,12 triliun dari hanya Rp 490,6 miliar. Biaya yang membengkak pada pos ini adalah biaya bank dan beban bunga pinjaman bank yang masing-masing meroket 105,63% YoY dan 211,58% YoY.
Peningkatan tersebut seiring dengan kenaikan jumlah utang bank jangka panjang perusahaan, dari Rp 2,9 triliun di akhir Desember 2018, menjadi Rp 11,5 triliun per akhir Juni 2019.
Melansir laporan keuangan UNTR, fasilitas utang bank tersebut digunakan untuk membiayai modal kerja, belanja modal dan keperluan pendanaan umum lainnya.
Lebih lanjut, setelah UNTR merilis kinerja laba bersih yang cenderung stagnan, pelaku pasar memilih untuk mundur dari mengkoleksi saham perusahaan.
Pada penutupan perdagangan hari ini (30/7/2019), harga saham UNTR terkoreksi 0,29% menjadi Rp 25.500/unit saham. Selain itu, pada pasar reguler, investor asing tercatat membukukan aksi jual bersih sebesar Rp 42,57 miliar.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Pandemi 2020, Jualan Alat Berat United Tractors Merosot 46%
Most Popular