
Rupiah Menguat, Harga Obligasi pun Terangkat
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
25 July 2019 11:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka menguat pada awal perdagangan hari ini, Kamis (25/7/2019) seiring dengan penguatan kurs rupiah terhadap dolar AS setelah terkoreksi beruntun sejak awal pekan.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 4,4 basis poin (bps) menjadi 7,21%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 516 bps, menyempit dari posisi kemarin 521 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,04% dari posisi kemarin 2,05%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun. Akan tetapi, inversi ini timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.011,51 triliun SBN, atau 39,31% dari total beredar Rp 2.573 triliun berdasarkan data per 23 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 118,26 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Nilai kepemilikan asing tersebut kembali melampaui rekor terbesar yang tercipta pada 18 Juli di angka Rp 1.011,35 triliun.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya naik 0,18% dan 0,07%. Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi secara luas yaitu di Brasil, China, Malaysia, Rusia, dan Thailand. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar gilt Inggris, JGB Jepang, dan US Treasury AS.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 4,4 basis poin (bps) menjadi 7,21%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 25 Jul'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 24 Jul'19 (%) | Yield 25 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 24 Jul'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 6.669 | 6.679 | 1.00 | 6.6552 |
FR0078 | 10 tahun | 7.261 | 7.217 | -4.40 | 7.2454 |
FR0068 | 15 tahun | 7.562 | 7.586 | 2.40 | 7.5988 |
FR0079 | 20 tahun | 7.773 | 7.772 | -0.10 | 7.7606 |
Avg movement | -0.28 |
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 516 bps, menyempit dari posisi kemarin 521 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,04% dari posisi kemarin 2,05%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun. Akan tetapi, inversi ini timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 25 Jul'19 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 24 Jul'19 (%) | Yield 25 Jul'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.095 | 2.1 | 3 bulan-5 tahun | 28.6 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.826 | 1.82 | 2 tahun-5 tahun | 0.6 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.793 | 1.785 | 3 tahun-5 tahun | -2.9 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.825 | 1.814 | 3 bulan-10 tahun | 5.2 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.05 | 2.048 | 2 tahun-10 tahun | -22.8 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.011,51 triliun SBN, atau 39,31% dari total beredar Rp 2.573 triliun berdasarkan data per 23 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 118,26 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Nilai kepemilikan asing tersebut kembali melampaui rekor terbesar yang tercipta pada 18 Juli di angka Rp 1.011,35 triliun.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya naik 0,18% dan 0,07%. Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi secara luas yaitu di Brasil, China, Malaysia, Rusia, dan Thailand. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar gilt Inggris, JGB Jepang, dan US Treasury AS.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 24 Jul'19 (%) | Yield 25 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.23 | 7.19 | -4.00 |
China | 3.178 | 3.173 | -0.50 |
Jerman | -0.379 | -0.375 | 0.40 |
Perancis | -0.118 | -0.113 | 0.50 |
Inggris | 0.68 | 0.677 | -0.30 |
India | 6.438 | 6.449 | 1.10 |
Jepang | -0.148 | -0.149 | -0.10 |
Malaysia | 3.617 | 3.613 | -0.40 |
Filipina | 4.781 | 4.793 | 1.20 |
Rusia | 7.28 | 7.27 | -1.00 |
Singapura | 1.944 | 1.946 | 0.20 |
Thailand | 1.96 | 1.94 | -2.00 |
Amerika Serikat | 2.05 | 2.048 | -0.20 |
Afrika Selatan | 8.07 | 8.095 | 2.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular