
Diminta Bayar Rp 2,8 T di Singapura, Ini Respons Humpuss
tahir saleh, CNBC Indonesia
25 July 2019 07:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengadilan Tinggi Singapura memerintahkan emiten pelayaran PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS) dan anak usahanya untuk membayar US$ 205 juta (S$278,4 juta) atau sekitar Rp 2,87 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) dalam perkara pailit PT Humpuss Sea Transport Pte Ltd (HST).
Seperti diberitakan The Straits Times pada 17 Juli 2019, perusahaan yang didirikan putra bungsu mantan Presiden Soeharto, Hutama Mandala Putra alias Tommy Soeharto itu diminta membayar sejumlah uang tersebut.
Dalam dokumen yang diperoleh The Straits Times, disebutkan bahwa Pengadilan Tinggi, dalam putusan yang dikeluarkan awal bulan ini, menyatakan bahwa HITS dan anak usahanya PT Humpuss Transportasi Kimia, harus membayar kembali pinjaman mereka kepada HST dan membayarnya untuk transaksi sebelumnya.
Kasus ini menurut The Straits Times bermula pada Januari 2009 ketika HST gagal membayar biaya untuk menyewa kapal dari Grup Empire, yang dikendalikan oleh keluarga Polemis, salah satu keluarga maritim tertua di Yunani.
Atas tekanan biaya dari Grup Empire dan potensi adanya tindakan hukum, maka HITS dan Humpuss Kimia kemudian melakukan restrukturisasi.
Mengacu laporan keuangan Humpuss Intermoda per Maret 2019, Humpuss Kimia adalah anak usaha HITS yang bergerak di jasa sewa kapal dan berdiri pada 2004. Asetnya pada 31 Maret 2019 mencapai US$115,41 juta.
Dihubungi terpisah, Presiden Komisaris HITS Theo Lekatompessy mengatakan utang tersebut telah diselesaikan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat.
Semua kreditor sepakat merestrukturisasi utang anak usaha HITS, termasuk HST dalam perkara dengan Empire.
Theo juga menjelaskan ada dua hal yang perlu dijelaskan pada kasus ini.
Pertama dari sisi konsep kedaulatan (Sovereignity). "Pengadilan Singapura tidak mengakui hasil PKPU tahun 2013 di PN Niaga karena lebih menekankan pada kedaulatan hukum domestik [domestic law] di domestic court [pengadilan domestik]," katanya di Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Laporan keuangan HITS Maret 2019 mengungkapkan, utang HITS kepada Humpuss Sea Transport yang telah resmi diakui sesuai dengan Keputusan PN Jakarta Pusat tertanggal 26 November 2012 adalah mencapai US$ 52,77 juta.
Sesuai dengan keputusan PKPU, utang ke HST akan diselesaikan dengan cara pembayaran pada tahun pertama setelah keputusan PKPU sebesar US$ 10 juta dengan aset dan tunai, sedangkan sisanya akan dibayar sekaligus pada 3 Maret 2033 atau dengan zero coupon convertible bond yang jatuh tempo pada 3 Maret 2033 yang akan diterbitkan setelah PKPU.
Lebih lanjut, Theo menjelaskan alasan kedua dalam persoalan ini yakni konsep timbal-balik atau Reciprocality.
"Mereka tahu pasti court Indonesia juga akan memperlakukan azas Reciprocality, artinya kalau pengadilan Singapura tidak mengakui keputusan PN Niaga tentang PKPU, nantinya sewaktu-waktu keputusan tersebut mau di eksekusi di Pengadilan Nasional pastinya pengadilan Indonesia cenderung tidak akan hargai keputusan [pengadilan] Singapura," katanya.
"Dan [prosesnya] harus diadili lagi dari awal di Pengadilan Negeri, naik ke PT [pengadilan tinggi], naik ke MA [Mahkamah Agung], sampai ke PK [peninjauan kembali], bisa-bisa novum [bukti baru], jadi panjang," kata Theo yang berlatarbelakang International Business and Trade Law and Corporate Financial Strategy di Erasmus University-Rotterdam ini.
Theo menjelaskan setelah ASEAN berdiri 52 tahun lalu, hingga saat ini belum ada harmonisasi hukum perdata di antara para anggotanya.
"Jadi jangankan penegakan hukum, eksekusi atas keputusan pengadilan negara lain ASEAN di negara anggota ASEAN lainnya, bahkan pengakuan saja seperti New York Convention for Arbitrase 1959 yang akui keputusan Arbitase Luar Negeri juga belum ada dan disepakati oleh ASEAN," tegasnya.
Menurut dia, ketika ada conflict of law issue, sebagai warga negara Indonesia dan perusahaan Indonesia, Humpuss akan tunduk dan hargai hukum Indonesia dan keputusan Pengadilan Indonesia.
"Dua anak usaha Humpuss berbadan hukum Indonesia, sehingga harus patuh dengan hukum Indonesia."
Simak laba HITS sepanjang 2018.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/hps) Next Article Emiten Tommy Soeharto Siap Belanja 6 Kapal, Rogoh Rp 1,2 T
Seperti diberitakan The Straits Times pada 17 Juli 2019, perusahaan yang didirikan putra bungsu mantan Presiden Soeharto, Hutama Mandala Putra alias Tommy Soeharto itu diminta membayar sejumlah uang tersebut.
Dalam dokumen yang diperoleh The Straits Times, disebutkan bahwa Pengadilan Tinggi, dalam putusan yang dikeluarkan awal bulan ini, menyatakan bahwa HITS dan anak usahanya PT Humpuss Transportasi Kimia, harus membayar kembali pinjaman mereka kepada HST dan membayarnya untuk transaksi sebelumnya.
Kasus ini menurut The Straits Times bermula pada Januari 2009 ketika HST gagal membayar biaya untuk menyewa kapal dari Grup Empire, yang dikendalikan oleh keluarga Polemis, salah satu keluarga maritim tertua di Yunani.
Atas tekanan biaya dari Grup Empire dan potensi adanya tindakan hukum, maka HITS dan Humpuss Kimia kemudian melakukan restrukturisasi.
Mengacu laporan keuangan Humpuss Intermoda per Maret 2019, Humpuss Kimia adalah anak usaha HITS yang bergerak di jasa sewa kapal dan berdiri pada 2004. Asetnya pada 31 Maret 2019 mencapai US$115,41 juta.
Semua kreditor sepakat merestrukturisasi utang anak usaha HITS, termasuk HST dalam perkara dengan Empire.
Theo juga menjelaskan ada dua hal yang perlu dijelaskan pada kasus ini.
Pertama dari sisi konsep kedaulatan (Sovereignity). "Pengadilan Singapura tidak mengakui hasil PKPU tahun 2013 di PN Niaga karena lebih menekankan pada kedaulatan hukum domestik [domestic law] di domestic court [pengadilan domestik]," katanya di Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Laporan keuangan HITS Maret 2019 mengungkapkan, utang HITS kepada Humpuss Sea Transport yang telah resmi diakui sesuai dengan Keputusan PN Jakarta Pusat tertanggal 26 November 2012 adalah mencapai US$ 52,77 juta.
Sesuai dengan keputusan PKPU, utang ke HST akan diselesaikan dengan cara pembayaran pada tahun pertama setelah keputusan PKPU sebesar US$ 10 juta dengan aset dan tunai, sedangkan sisanya akan dibayar sekaligus pada 3 Maret 2033 atau dengan zero coupon convertible bond yang jatuh tempo pada 3 Maret 2033 yang akan diterbitkan setelah PKPU.
Lebih lanjut, Theo menjelaskan alasan kedua dalam persoalan ini yakni konsep timbal-balik atau Reciprocality.
"Mereka tahu pasti court Indonesia juga akan memperlakukan azas Reciprocality, artinya kalau pengadilan Singapura tidak mengakui keputusan PN Niaga tentang PKPU, nantinya sewaktu-waktu keputusan tersebut mau di eksekusi di Pengadilan Nasional pastinya pengadilan Indonesia cenderung tidak akan hargai keputusan [pengadilan] Singapura," katanya.
"Dan [prosesnya] harus diadili lagi dari awal di Pengadilan Negeri, naik ke PT [pengadilan tinggi], naik ke MA [Mahkamah Agung], sampai ke PK [peninjauan kembali], bisa-bisa novum [bukti baru], jadi panjang," kata Theo yang berlatarbelakang International Business and Trade Law and Corporate Financial Strategy di Erasmus University-Rotterdam ini.
Theo menjelaskan setelah ASEAN berdiri 52 tahun lalu, hingga saat ini belum ada harmonisasi hukum perdata di antara para anggotanya.
"Jadi jangankan penegakan hukum, eksekusi atas keputusan pengadilan negara lain ASEAN di negara anggota ASEAN lainnya, bahkan pengakuan saja seperti New York Convention for Arbitrase 1959 yang akui keputusan Arbitase Luar Negeri juga belum ada dan disepakati oleh ASEAN," tegasnya.
Menurut dia, ketika ada conflict of law issue, sebagai warga negara Indonesia dan perusahaan Indonesia, Humpuss akan tunduk dan hargai hukum Indonesia dan keputusan Pengadilan Indonesia.
"Dua anak usaha Humpuss berbadan hukum Indonesia, sehingga harus patuh dengan hukum Indonesia."
Simak laba HITS sepanjang 2018.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/hps) Next Article Emiten Tommy Soeharto Siap Belanja 6 Kapal, Rogoh Rp 1,2 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular