
Euforia Diskon Pajak Super, Ini Jawara Emiten Industri Dasar
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
10 July 2019 13:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mensahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Peraturan tersebut merupakan revisi atas PP Nomor 94 Tahun 2010.
Beleid ini memungkinkan pelaku usaha, yang masuk dalam kategori wajib pajak (WP) badan, untuk menerima pengurangan pajak (deductable tax) hingga 300%.
Insentif tersebut diberikan pada perusahaan yang memenuhi kriteria WP badan yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia untuk menghasilkan invensi, menghasilkan inovasi, penguasaan teknologi baru, dan/atau alih teknologi bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri nasional.
Adapun yang bagi industri yang menyelenggarakan pengembangan sumber daya manusia (SDM) berbasis kompetensi tertentu dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200%.
Dan, industri yang masuk padat karya sebesar 60%.
Merespons keputusan tersebut, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani menyampaikan bahwa arah kebijakan 'Super Deductable Tax' ini adalah untuk mengembangkan industri yang memiliki nilai tambah tinggi, sehingga nantinya ekspor Indonesia tidak lagi berfokus pada komoditas.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penting adanya pengembangan pada industri-industri pendukung, seperti misalnya industri dasar logam, kimia, dan lainnya.
Melansir data aliran arus modal asing (foreign direct investment/FDI)) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada kuartal pertama tahun ini, industri logam dan sejenisnya menempati urutan ke empat dengan nilai mencapai US$ 461,61 juta.
Lebih lanjut, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) industri yang masuk dalam kategori industri dasar adalah semen, kimia, kemasan plastik, logam dan sejenisnya, kayu, kertas, keramik, dan pakan ternak.
Kemudian, jika ditilik lebih seksama, dari kategori industri dasar tersebut, emiten yang memiliki kapitalisasi pasar (market capitalization/market cap) terbesar adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dengan nilai mencapai Rp 83,82 triliun.
Untuk diketahui, TPIA sebelumnya sudah pernah mendapatkan 'Tax Holiday' atau pembebasan pajak atas investasi perusahaan membangun pabrik polyethylene baru senilai US$ 380 juta.
TPIA memiliki potensi besar untuk mendapat 'Super Deductable Tax' dalam jangka menengah karena perusahaan terus melakukan inovasi bahkan perusahaan juga berkontribusi membangun fasilitas politeknik petrokimia.
Di lain pihak, melansir tabel di atas terlihat bahwa emiten dari industri semen mayoritas, empat dari enam, berhasil masuk dalam urutan teratas dari segi kapitalisasi pasar.
Keempatnya yakni PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk/INTP (Rp 80,07 triliun), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 73,3 triliun), PT Semen Baturaja Tbk/SMBR (Rp 12,27 triliun), dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk/SMCB (Rp 12,15 triliun). Menariknya, PT Waskita Beton Precast Tbk/WSBP (Rp 10,91 triliun) yang bergerak di bisnis pracetak juga masuk.
Sebagai informasi, industri pakan ternak dikecualikan dalam perhitungan tabel di atas karena peluang pengembangan dan transfer teknologi dalam jangka menengah cukup kecil dibandingkan yang lain.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article LIVE! Apa Kata Industri Alas Kaki Soal Super Insentif Jokowi?
Beleid ini memungkinkan pelaku usaha, yang masuk dalam kategori wajib pajak (WP) badan, untuk menerima pengurangan pajak (deductable tax) hingga 300%.
Insentif tersebut diberikan pada perusahaan yang memenuhi kriteria WP badan yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia untuk menghasilkan invensi, menghasilkan inovasi, penguasaan teknologi baru, dan/atau alih teknologi bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri nasional.
Dan, industri yang masuk padat karya sebesar 60%.
Merespons keputusan tersebut, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani menyampaikan bahwa arah kebijakan 'Super Deductable Tax' ini adalah untuk mengembangkan industri yang memiliki nilai tambah tinggi, sehingga nantinya ekspor Indonesia tidak lagi berfokus pada komoditas.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penting adanya pengembangan pada industri-industri pendukung, seperti misalnya industri dasar logam, kimia, dan lainnya.
Melansir data aliran arus modal asing (foreign direct investment/FDI)) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada kuartal pertama tahun ini, industri logam dan sejenisnya menempati urutan ke empat dengan nilai mencapai US$ 461,61 juta.
Lebih lanjut, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) industri yang masuk dalam kategori industri dasar adalah semen, kimia, kemasan plastik, logam dan sejenisnya, kayu, kertas, keramik, dan pakan ternak.
Kemudian, jika ditilik lebih seksama, dari kategori industri dasar tersebut, emiten yang memiliki kapitalisasi pasar (market capitalization/market cap) terbesar adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dengan nilai mencapai Rp 83,82 triliun.
Untuk diketahui, TPIA sebelumnya sudah pernah mendapatkan 'Tax Holiday' atau pembebasan pajak atas investasi perusahaan membangun pabrik polyethylene baru senilai US$ 380 juta.
TPIA memiliki potensi besar untuk mendapat 'Super Deductable Tax' dalam jangka menengah karena perusahaan terus melakukan inovasi bahkan perusahaan juga berkontribusi membangun fasilitas politeknik petrokimia.
Di lain pihak, melansir tabel di atas terlihat bahwa emiten dari industri semen mayoritas, empat dari enam, berhasil masuk dalam urutan teratas dari segi kapitalisasi pasar.
Keempatnya yakni PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk/INTP (Rp 80,07 triliun), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 73,3 triliun), PT Semen Baturaja Tbk/SMBR (Rp 12,27 triliun), dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk/SMCB (Rp 12,15 triliun). Menariknya, PT Waskita Beton Precast Tbk/WSBP (Rp 10,91 triliun) yang bergerak di bisnis pracetak juga masuk.
Sebagai informasi, industri pakan ternak dikecualikan dalam perhitungan tabel di atas karena peluang pengembangan dan transfer teknologi dalam jangka menengah cukup kecil dibandingkan yang lain.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article LIVE! Apa Kata Industri Alas Kaki Soal Super Insentif Jokowi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular