
Terancam Gagal Bayar, Ini yang Bisa Dilakukan oleh Emiten
Monica Wareza, CNBC Indonesia
09 July 2019 20:30

Jakarta, CNBC Indonesia- Beberapa hari terakhir pasar modal diramaikan dengan adanya pemberitaan adanya kemungkinan gagal bayar (default) yang dialami oleh emiten PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) atas surat utangnya.
Meski obligasi tersebut tak tercatat di Indonesia, namun perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan terbuka yang sahamnya tercatat di pasar modal Indonesia.
Default ini bukan pertama kalinya dialami oleh perusahaan yang menerbitkan surat utang. Sebelumnya kasus gagal bayar yang dialami oleh perusahaan transportasi PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) juga mengemuka.
Perusahaan gagal membayar obligasi sebesar Rp 1 triliun yang jatih tempo pada 24 Juni 2019. Kupon obligasi ini sebesar 12,25% per tahun. Ada juga gagal bayar atas obligasi dan sukuk PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (AISA).
Sebenarnya apa upaya yang dilakukan emiten yang mengalami gagal bayar atas surat utangnya?
Analis fixed income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan tanda-tanda dari default-ny sebuah perusahaan atas surat utangnya akan terlihat dari penurunan outlook hingga rating perusahaan dari lembaga pemeringkatnya.
"Sebelum default maka yang akan mengambil tindakan adalah wali amanat. Kalau ada perubahan outlook dan berpengaruh ke peringkat perusahaan maka wali amanat akan mengundang pemegang obligasi," kata Made kepada CNBC Indonesia, Selasa (9/7/2019).
Wali amanat ini nantinya akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) sebagai bentuk pemberitahuan kepada para pemegang obligasi mengenai kondisi perusahaan. Dalam RUPO ini pula akan disepakati apa tindak lanjut yang akan diberikan kepada emiten, biasanya berupa perpanjangan jatuh tempo atas obligasi tersebut.
Selain kelonggaran perpanjangan, jalan keluar lain yang biasanya ditawarkan adalah dalam bentuk rencana restrukturisasi utang. Ini dilakukan jika utang tersebut sudah dinyatakan gagal bayar.
Bentuk restrukturisasinya pun beragam. "Tergantung ijinnya," imbuh dia.
Misalnya, jelas Made, adalah dengan mengupayakan adanya investor baru yang akan menyuntikkan modal ke perusahaan. Investor ini akan masuk sebagai pemegang saham.
Langkah menjadi salah satu pilihan jika perpanjangan utang dengan mengandalkan hasil operasional perusahaan dinilai tak menjadi solusi yang mumpuni.
"Kalau kinerja perusahaan mengandalkan operasional bisa, tapi jika operasional bermasalah apalagi kalau sektornya declining akan sulit, makanya mengundang investor baru," terang dia.
Dia mencontohkan upaya restrukturisasi yang dilakukan oleh TAXI. Setelah menempuh beberapa kali RUPO setelah gagal bayar atas utangnya ini, para pemegang obligasi ini sepakat untuk mengganti obligasi tersebut menjadi obligasi wajib konversi (OWK) dimana nantinya ketika sudah jadtuh tempo dan tak mampu dibayarkan maka utang tersebut akan digantikan menjadi saham perusahaan.
[Gambas:Video CNBC]
(dob/dob) Next Article Default di Depan Mata Jababeka
Meski obligasi tersebut tak tercatat di Indonesia, namun perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan terbuka yang sahamnya tercatat di pasar modal Indonesia.
Default ini bukan pertama kalinya dialami oleh perusahaan yang menerbitkan surat utang. Sebelumnya kasus gagal bayar yang dialami oleh perusahaan transportasi PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) juga mengemuka.
Perusahaan gagal membayar obligasi sebesar Rp 1 triliun yang jatih tempo pada 24 Juni 2019. Kupon obligasi ini sebesar 12,25% per tahun. Ada juga gagal bayar atas obligasi dan sukuk PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (AISA).
Sebenarnya apa upaya yang dilakukan emiten yang mengalami gagal bayar atas surat utangnya?
Analis fixed income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan tanda-tanda dari default-ny sebuah perusahaan atas surat utangnya akan terlihat dari penurunan outlook hingga rating perusahaan dari lembaga pemeringkatnya.
"Sebelum default maka yang akan mengambil tindakan adalah wali amanat. Kalau ada perubahan outlook dan berpengaruh ke peringkat perusahaan maka wali amanat akan mengundang pemegang obligasi," kata Made kepada CNBC Indonesia, Selasa (9/7/2019).
Wali amanat ini nantinya akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) sebagai bentuk pemberitahuan kepada para pemegang obligasi mengenai kondisi perusahaan. Dalam RUPO ini pula akan disepakati apa tindak lanjut yang akan diberikan kepada emiten, biasanya berupa perpanjangan jatuh tempo atas obligasi tersebut.
Selain kelonggaran perpanjangan, jalan keluar lain yang biasanya ditawarkan adalah dalam bentuk rencana restrukturisasi utang. Ini dilakukan jika utang tersebut sudah dinyatakan gagal bayar.
Bentuk restrukturisasinya pun beragam. "Tergantung ijinnya," imbuh dia.
Misalnya, jelas Made, adalah dengan mengupayakan adanya investor baru yang akan menyuntikkan modal ke perusahaan. Investor ini akan masuk sebagai pemegang saham.
Langkah menjadi salah satu pilihan jika perpanjangan utang dengan mengandalkan hasil operasional perusahaan dinilai tak menjadi solusi yang mumpuni.
"Kalau kinerja perusahaan mengandalkan operasional bisa, tapi jika operasional bermasalah apalagi kalau sektornya declining akan sulit, makanya mengundang investor baru," terang dia.
Dia mencontohkan upaya restrukturisasi yang dilakukan oleh TAXI. Setelah menempuh beberapa kali RUPO setelah gagal bayar atas utangnya ini, para pemegang obligasi ini sepakat untuk mengganti obligasi tersebut menjadi obligasi wajib konversi (OWK) dimana nantinya ketika sudah jadtuh tempo dan tak mampu dibayarkan maka utang tersebut akan digantikan menjadi saham perusahaan.
[Gambas:Video CNBC]
(dob/dob) Next Article Default di Depan Mata Jababeka
Most Popular