Potensi Default Obligasi Jababeka; Ganggu Kepercayaan Pasar!

Monica Wareza, CNBC Indonesia
09 July 2019 12:44
Kondisi gagal bayar tersebut justru menurunkan tingkat kepercayaan pemegang saham perusahaan dan publik kepada emiten terkait.
Foto: Kawasan Industri Jababeka Kendal (dok. jababeka.com)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan analis instrumen fixed income menilai kemungkinan gagal bayar (default) dari surat utang yang diterbitkan oleh anak usaha PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. (KIJA) tak berhubungan dengan kinerja keuangan perusahaan.

Namun kondisi gagal bayar tersebut justru menurunkan tingkat kepercayaan pemegang saham perusahaan dan publik kepada emiten terkait.

Associate Director Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Marutho mengatakan kepercayaan ini meredup lantaran pengumuman kemungkinan gagal bayar ini diumumkan secara tiba-tiba oleh perusahaan.


"Perusahaan yang menyatakan gagal bayar atau sudah gagal bayar itu mengganggu trust pasar. Jadi harus diselidiki awal masalahnya apa ada, mungkin dari pemegang saham jadi beberapa yang tidak sepakat," kata Ramdhan kepada CNBC Indonesia, Selasa (9/7/2019).

Dia menjelaskan, meski surat utang perusahaan tersebut tak ditransaksikan di pasar dalam negeri, namun hal ini akan menjadi sorotan di kalangan pelaku pasar.

Lebih lanjut, analis PT Royal Investium Sekuritas, Janson Nasrial, menjelaskan indikasi gagal bayar surat utang KIJA ini disebabkan karena terjadinya pergantian manajemen perusahaan sehingga mengharuskan dilakukan pembelian kembali (buyback), meski jatuh temponya masih cukup panjang.

"Namun dari segi kinerja perusahaan tidak ada masalah, begitu juga degan kinerja di kuartal I-2019. Bisnis KIJA lebih banyak dari pengembangan kawasan industri. Apalagi perusahaan memiliki kawasan industri di Kendal yang sudah jalan tahun lalu," jelas dia.

Sementara itu, dari sisi keuangan perusahaan dinilai masih aman lantaran rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) perusahaan juga masih berada di level 1 kali.

"Tunggu kekisruhan di level manajemen selesai dulu, karena secara bisnis tidak ada hubungannya dengan default," tegas dia.

Emiten pengembang kawasan industri ini memang tengah didera masalah pelik. Manajemen mengemukakan adanya risiko gagal bayar atas Notes yang diterbitkan anak perusahaan.

Dengan adanya perubahan susunan anggota direksi dan dewan komisaris perusahaan, mengakibatkan perusahaan harus melakukan buyback dengan harga pembelian 101% dari nilai pokok notes sebesar US$ 300 juta atau setara Rp 4,26 triliun (kurs Rp 14.200/US$). Nilai ini belum termasuk kewajiban bunga yang harus dibayarkan.

Tahun lalu, laba KIJA anjlok 52% menjadi Rp 40,97 miliar dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar Rp 84,86 miliar.


Mengacu laporan keuangan perseroan, penurunan laba bersih ini seiring dengan koreksi yang dialami di pos pendapatan tahun lalu. KIJA mencatat total penjualan dan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 2,71 triliun pada 2018, turun 9% dibandingkan 2017 Rp 2,99 triliun.


Simak solusi yang ditawarkan analis untuk gagal bayar obligasi.

[Gambas:Video CNBC]

(tas) Next Article Laba Jababeka di 2019 Capai Rp 119 M, Saham Terjerembab 54%

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular