Ini Awal Biang Kerok Masalah Laporan Keuangan Garuda
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
28 June 2019 11:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejanggalan pada laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bermula dari perolehan laba bersih tahun 2018 yang diselamatkan dari satu perjanjian kerja sama dengan dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) bernilai US$ 239,94 juta atau setara Rp 3,41 triliun (kurs Rp 14.200/US$).
Jika tidak ada pencatatan perolehan pemasukan dari perjanjian tersebut, perusahaan semestinya merugi karena total beban usaha yang dibukukan perusahaan tahun lalu mencapai US$ 4,58 miliar di mana US$ 206,08 juta lebih besar dibandingkan total pendapatan tahun 2018.
Hal ini dipermasalahkan beberapa pemegang saham dikarenakan, kompensasi atas kesepakatan berumur 15 tahun tersebut, diakui seluruhnya pada laporan laba rugi tahun lalu dalam pos pendapatan lain-lain.
Dikarenakan belum ada kas yang masuk, maka pendapatan tersebut dibukukan sebagai piutang usaha. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 memang memperbolehkan pengakuan pendapatan meskipun pada transaksi tersebut belum ada kas yang tercatat masuk (basis akrual).
Namun, pendapatan yang boleh diakui harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya dapat diukur secara andal sesuai dengan ekspektasi manfaat ekonomi yang akan didapat ke depannya. Dalam kata lain, perusahaan harus yakin bahwa mitra kerja sama dapat memenuhi pelunasan pembayaran kompensasi.
Nah, hingga hingga kuartal I-2019 belum ada kas masuk yang dibayarkan oleh MAT. Hal tersebut dapat terlihat dari tidak ada penurunan nilai pada pos piutang usaha yang terkait dengan kesepakatan tersebut.
Dalam pos piutang lain-lain pada laporan keuangan tahun lalu, terdapat piutang atas MAT sebesar US$ 233,13 juta. Sedangkan piutang atas nama Sriwijaya tercatat US$ 30.8 juta.
Kemudian, pada pos yang sama di laporan interim kuartal I-2019, masih tercatat nilai yang sama. Ini berarti, baik MAT atau pun Sriwijaya belum membayar hutang mereka ke Garuda Indonesia.
Di lain pihak, jika nantinya terjadi wanprestasi atas kesepakatan tersebut, harta kekayaan MAT tidak cukup untuk menjadi jaminan.
Modal yang dimiliki MAT hanya sebesar Rp 10 miliar sedangkan nilai perjanjian mencapai Rp 3,41 triliun. Lalu bagaimana MAT dapat memenuhi jaminan tersebut?
Kemudian, hingga saat ini diketahui bahwa baru ada satu unit pesawat Garuda Group yang dipasang layanan hiburan, dari total 203 pesawat. Apakah, MAT mampu memasang seluruh layanan hiburan pada sisa 202 pesawat dalam kurun waktu dekat, setidaknya hingga akhir tahun?
Terlebih lagi, MAT sendiri baru berdiri pada November 2017. Dengan usia yang sangat belia, Garuda sudah berani menandatangani kontrak dengan nilai yang fantastis.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/dru) Next Article Bos Garuda Buka-bukaan Soal Putus Kontrak 135 Pilot
Jika tidak ada pencatatan perolehan pemasukan dari perjanjian tersebut, perusahaan semestinya merugi karena total beban usaha yang dibukukan perusahaan tahun lalu mencapai US$ 4,58 miliar di mana US$ 206,08 juta lebih besar dibandingkan total pendapatan tahun 2018.
Hal ini dipermasalahkan beberapa pemegang saham dikarenakan, kompensasi atas kesepakatan berumur 15 tahun tersebut, diakui seluruhnya pada laporan laba rugi tahun lalu dalam pos pendapatan lain-lain.
Namun, pendapatan yang boleh diakui harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya dapat diukur secara andal sesuai dengan ekspektasi manfaat ekonomi yang akan didapat ke depannya. Dalam kata lain, perusahaan harus yakin bahwa mitra kerja sama dapat memenuhi pelunasan pembayaran kompensasi.
Nah, hingga hingga kuartal I-2019 belum ada kas masuk yang dibayarkan oleh MAT. Hal tersebut dapat terlihat dari tidak ada penurunan nilai pada pos piutang usaha yang terkait dengan kesepakatan tersebut.
Dalam pos piutang lain-lain pada laporan keuangan tahun lalu, terdapat piutang atas MAT sebesar US$ 233,13 juta. Sedangkan piutang atas nama Sriwijaya tercatat US$ 30.8 juta.
Kemudian, pada pos yang sama di laporan interim kuartal I-2019, masih tercatat nilai yang sama. Ini berarti, baik MAT atau pun Sriwijaya belum membayar hutang mereka ke Garuda Indonesia.
Di lain pihak, jika nantinya terjadi wanprestasi atas kesepakatan tersebut, harta kekayaan MAT tidak cukup untuk menjadi jaminan.
Modal yang dimiliki MAT hanya sebesar Rp 10 miliar sedangkan nilai perjanjian mencapai Rp 3,41 triliun. Lalu bagaimana MAT dapat memenuhi jaminan tersebut?
Kemudian, hingga saat ini diketahui bahwa baru ada satu unit pesawat Garuda Group yang dipasang layanan hiburan, dari total 203 pesawat. Apakah, MAT mampu memasang seluruh layanan hiburan pada sisa 202 pesawat dalam kurun waktu dekat, setidaknya hingga akhir tahun?
Terlebih lagi, MAT sendiri baru berdiri pada November 2017. Dengan usia yang sangat belia, Garuda sudah berani menandatangani kontrak dengan nilai yang fantastis.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/dru) Next Article Bos Garuda Buka-bukaan Soal Putus Kontrak 135 Pilot
Most Popular