Indonesia Kaya Sumber Daya, Berkah atau Musibah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 June 2019 09:52
Indonesia Kaya Sumber Daya, Berkah atau Musibah?
Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.

Penggalan lirik lagu Kolam Susu dari Koes Plus itu menggambarkan betapa subur dan melimpahnya sumber daya alam Indonesia. Sesuatu yang membuat bangsa-bangsa Eropa zaman dulu rela mengorbankan darah dan nyawa untuk merebutnya.

Namun di balik berkah yang terkandung, sumber daya alam juga menjadi kutukan. Pertama ya itu tadi, menjadi penyebab perang karena semua pihak ingin menguasainya.

Kedua, ada istilah yang disebut kutukan sumber daya alam. Negara yang kaya sumber daya alam justru cenderung sulit maju, mentok di posisi negara berkembang.

Kutukan sumber daya alam itu sepertinya sedang dirasakan oleh Indonesia. Terbuai oleh begitu mudahnya menjual komoditas, Indonesia seakan lupa mengembangkan industri bernilai tambah.

Terlampau bertumpu kepada komoditas sebagai andalan ekspor membuat Indonesia kini kesulitan. Sepanjang Januari-Mei 2019, ekspor Indonesia tercatat US$ 68,46 miliar. Turun 8,61% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kali terakhir ekspor Indonesia tumbuh positif adalah pada Oktober 2018, selebihnya selalu terkontraksi alias minus. Teranyar, ekspor negatif 8,99% year-on-year (YoY) pada Mei.




Sepertinya nestapa ekspor belum selesai, karena harga komoditas masih cenderung turun sepanjang 2019. Bank Indonesia (BI) memperkirakan Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia adalah -3,1 pada 2019. Lebih dalam ketimbang penurunan tahun sebelumnya yaitu -2,8.

Komoditas20182019 (Proyeksi Juni)
Tembaga6.7-2.4
Batu bara2.5-9.8
CPO-19.2-0.7
Karet-16.86.6
Nikel27.8-1.7
Timah0.52.4
Aluminium7.4-9.6
Kopi-15.4-15.5
Lainnya1.2-0.3
IHKEI-2.8-3.1
Bank Indonesia

Inilah kelemahan ekspor yang terlalu bergantung terhadap komoditas. Rentan terhadap pergerakan harga. Begitu harga komoditas turun, buyar semua.

Koreksi harga komoditas tidak hanya melukai kinerja ekspor, tetapi juga konsumsi dalam negeri. Harga komoditas yang anjlok membuat keuntungan petani merosot.

Laba petani yang anjlok ini menjadi salah satu biang keladi kelesuan penjualan mobil. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) melaporkan penjualan mobil pada Mei anjlok 16,3% YoY.



Baca:
Astra Ungkap Penyebab Utama Penurunan Penjualan Mobil

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Moral dari cerita ini adalah betapa pentingnya industrialisasi. Betapa pentingnya mengubah ketergantungan terhadap komoditas menjadi membangun industri yang memproduksi barang jadi atau setengah jadi.

Sadar atau tidak, industri manufaktur Indonesia belum juga bangkit. Entah sejak kapan, yang jelas terlalu lama pertumbuhan industri manufaktur di bawah pertumbuhan ekonomi umum (headline).



Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah merilis Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) yang jumlahnya sudah belasan. Paket-paket tersebut bertujuan untuk mendongrak ekspor dan investasi, dengan cara menumbuhkan kembali industri dalam negeri.

Namun sepertinya efektivitas paket-paket itu sangat minim (kalau tidak mau dibilang absen). Mungkin hanya Pusat Logistik Berikat (PLB) yang boleh dikatakan lumayan sukses, sisanya hilang ditelan bumi.


Kini, Jokowi sudah diambang menuju kursi RI-1 untuk masa jabatan kedua. Legalitas Jokowi kembali ke Istana Negara tinggal menunggu hasil sidang gugatan hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) esok hari. Jika putusan MK memperkuat hasil penghitungan suara di Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka Jokowi akan menjadi presiden Indonesia periode 2019-2024.

Pada periode keduanya, Jokowi harus memutar otak untuk membangkitkan kembali industri nasional. Reindustralisasi adalah kunci, agar Indonesia tidak lagi bergantung kepada komoditas.

Kalau PKE ternyata tidak efektif, maka mungkin ada baiknya Jokowi kembali ke dasar, back to basic, dengan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang sudah digaungkan sejak awal-awal pemerintahannya. Siapa tahu penurunan tarif pajak mampu menggairahkan investasi di Indonesia, sehingga industri bisa bangkit dan ekspor lebih berkualitas.

Siapa tahu, coba saja dulu...



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular