Hasil Pertemuan BI Kurang 'Nendang', IHSG Batal Menguat

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 June 2019 16:40
Hasil Pertemuan BI Kurang ‘Nendang’
Foto: Konferensi Pers Bank Indonesia (CNBC Indonesia/Lidya Kembaren)
Sayang, kehadiran angin segar dari AS gagal mengerek kinerja IHSG.

Adalah hasil pertemuan Bank Indonesia (BI) yang kurang ‘nendang’ yang menjadi faktor di balik kejatuhan IHSG pada hari ini. Sebagai informasi, BI menggelar rapat selama dua hari yang dimulai kemarin dan berakhir pada hari ini.

Sebelum BI mengumumkan hasil pertemuannya, IHSG ditransaksikan menguat 0,03% ke level 6.341,05, sebelum akhirnya terus turun hingga ditutup melemah.

Selepas menggelar pertemuan selama dua hari tersebut, bank sentral memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau 7-Day Reverse Repo Rate di level 6%.

Sejatinya, keputusan ini sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang juga memperkirakan bahwa tingkat suku bunga acuan belum akan diutak-atik dalam pertemuan bulan ini.


Dari 11 ekonom yang kami survei, sebanyak empat di antaranya memproyeksikan pemangkasan sebesar 25 bps, sementara sisanya memandang bahwa 7-Day Reverse Repo Rate masih akan ditahan di level 6%.

Namun, hal yang paling ditunggu pelaku pasar adalah kisi-kisi dari BI terkait dengan peluang pemangkasan tingkat suku bunga acuan ke depannya. Pasalnya, seperti yang sudah disebutkan di atas, The Fed pada dini hari tadi waktu Indonesia sudah mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga acuan bisa dipangkas nantinya.

Sayang, ternyata BI masih ragu dalam memangkas tingkat suku bunga acuan. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan bahwa pihaknya masih akan mencermati kondisi pasar keuangan global utamanya terkait perang dagang AS-China dan posisi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sebelum memangkas tingkat suku bunga acuan.

“…sementara kebijakan suku bunga kami sampaikan kami cermati kondisi pasar global dan NPI dalam pertimbangkan (pemangkasan) suku bunga,” kata Perry di Gedung BI, Kamis (20/6/2019).

Memang, ada stimulus yang diberikan oleh bank sentral. BI memutuskan untuk menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank umum menjadi 6%, dari yang sebelumnya 6,5%. Sementara itu, GWM untuk bank syariah juga dipangkas sebesar 50 bps menjadi 4,5%, dari yang sebelumnya 5%.

Penurunan ini akan efektif berlaku pada 1 Juli 2019 dan disebut oleh BI akan menambah likuiditas perbankan senilai Rp 25 triliun.

“Rp 25 triliun ini kita akan nambah ke bank dan salurkan untuk kredit dan nambah perekonomian,” kata Perry.

Agaknya, pelonggaran rasio GWM tersebut dianggap belum akan cukup kuat untuk mendongkrak laju perekonomian Indonesia, mengingat di sisi lain peluang pemangkasan tingkat suku bunga acuan masih terbilang kecil.

Alhasil, aksi jual dilakukan oleh pelaku pasar saham tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular