Arah Suku Bunga

Bunga Acuan Tetap Atau Turun, Ini Untung-Ruginya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 June 2019 11:53
Peluang Turun Juga Ada
Gedung Bank Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Namun bukan berarti BI tidak punya opsi untuk menurunkan suku bunga acuan. Ada alasan yang cukup kuat bagi BI untuk melakukannya. 

Pertama adalah tekanan inflasi domestik yang rendah, bahkan mungkin absen. Pada Mei, inflasi memang terakselerasi menjadi 3,32% year-on-year (YoY) dari bulan sebelumnya yaitu 2,83%. Namun itu sepertinya hanya kejadian sesaat karena dorongan peningkatan permintaan saat Ramadan. 

 

Secara umum, inflasi domestik tetap aman dan terkendali. BI memperkirakan inflasi sepanjang 2019 sebesar 3,1%, berada di batas bawah kisaran 2,5-4,5%. 

Baca:
Survei BI: Inflasi April 0,35%, Akhir Tahun 3,1%

Kedua, 'suasana kebatinan' bank sentral berbagai negara sedang mengarah ke pelonggaran kebijakan moneter. Bahkan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserves/The Fed diperkirakan menurunkan suku bunga acuan bulan depan. 

Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25% pada Juli mencapai 67,9%. Naik dibandingkan posisi sepekan lalu yaitu 66,3%. 

Tidak hanya The Fed, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) pun terlihat semakin kalem atau dovish. Berbicara di Sintra Forum di Portugal, Presiden ECB Mario Dragi menyatakan siap untuk melonggarkan kebijakan moneter jika inflasi gagal terakselerasi. 

"Jika tidak ada kemajuan, seperti inflasi terancam tidak sesuai dengan target, maka dibutuhkan stimulus tambahan. Kami akan menggunakan fleksibilitas kebijakan untuk mencapai mandat dan menjawab berbagai tantangan ke depan. Kebijakan moneter harus setia pada tujuannya, dan tidak mundur kala inflasi rendah," tegas Draghi, mengutip Reuters. 


Jadi dengan inflasi domestik yang aman plus tren suku bunga global yang mengarah ke selatan, tidak heran sejumlah pihak berani memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan 25 bps ke 5,75% esok hari. Jika terjadi, maka akan menjadi penurunan pertama sejak Agustus 2017. 

Dampak penurunan suku bunga acuan terhadap sektor riil tentu positif. Biaya dana perbankan akan turun, sehingga ada harapan suku bunga kredit bisa turun. 

Dunia usaha akan lebih terangsang melakukan ekspansi karena suku bunga kredit rendah. Rumah tangga pun bakal tergiur menambah konsumsi. Kombinasi dua hal ini adalah percepatan pertumbuhan ekonomi. 

Namun ya itu tadi. Percepatan pertumbuhan ekonomi akan diiringi dengan kenaikan impor dan defisit transaksi berjalan yang lebih dalam. Nasib rupiah bisa jadi di ujung tanduk. 

Suku bunga tetap atau naik, keduanya punya konsekuensi yang besar. Bola ada di kaki BI. Apakah bank sentral tetap di stance menjaga stabilitas? Atau sudah bergeser menjadi agen pendorong pertumbuhan ekonomi?

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular