Banjir di Sultra, Bagaimana Nasib Tambang Antam & Vale?

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
14 June 2019 13:37
Bencana banjir muncul pasca intensitas hujan yang tinggi sejak 2 hingga 10 Juni 2019 .
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad
Jakarta, CNBC Indonesia - Banjir yang melanda sejumlah, Sulawesi Tenggara dalam sepekan terakhir tidak berdampak pada aktivitas produksi tambang nikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) maupun PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Bencana banjir muncul pasca intensitas hujan yang tinggi sejak 2 hingga 10 Juni 2019 .

Direktur Niaga Antam, Aprilandi Hidayat Setia mengatakan, produksi Antam saat ini masih berlangsung sesuai dengan target perseroan. Hanya saja, memang ada pengaruh dari curah hujan yang cukup tinggi.

"Produksi Antam masih berlangsung sesuai rencana. Yang berpengaruh adalah curah hujan yang terjadi," ungkap Aprilandi, dalam pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (14/6/2019).

Pemerintah Provinsi Sultra menetapkan masa tanggap darurat bencana alam dan konflik sosial selama 14 hari dari 10-24 Juni.

Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi meminta bantuan pemerintah pusat dalam menangani dampak banjir dan tanah longsor di Kabupaten Konawe Utara, Konawe, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur, serta konflik sosial di Kabupaten Buton.

Hal senada juga disampaikan Senior Manager Communications PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bayu Aji. Menurut dia, dampak banjir di Sulawesi Tenggara tidak pengaruh ke aktivitas produksi nikel Vale. "Kalau ke produksi tidak berpengaruh, operasi kami saat ini yang berjalan di Luwu Timur, Sulawesi Selatan," kata dia, kepada CNBC Indonesia.

"Saat ini kami bekerja sama dengan pemerintah setempat di Sulawesi Tengah untuk aksi tanggap darurat pasca banjir," jelasnya.

Sebagai informasi, Vale menjalankan kegiatan penambangan dan juga pengolahan nikel di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Ditilik dari sisi kinerja, pada triwulan pertama, emiten tambang nikel dengan kode sanam INCO ini membukukan rugi bersih hingga US$ 20,16 juta atau setara Rp 286,3 miliar (asumsi kurs Rp 14.200/US$). Padahal pada kuartal I-2018, INCO masih mencatatkan laba bersih Rp US$ 6,84 juta.

Hingga akhir Maret 2019, penjualan perusahaan terpangkas 25,83% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi US$ 126,43 juta, dari periode yang sama tahun lalu US$ 170,46 juta.

Sementara itu, perusahaan tambang pelat merah, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) tercatat mengoperasikan dua tambang nikel di Sulawesi Tenggara yaitu di Pomalaa dan Tapunopaka.

Untuk tambang Pomalaa, saat ini memiliki luas area tambang lebih dari 6 ribu hektare (ha), yang menghasilkan bijih nikel dengan kadar rendah di bawah 1,8 persen. Tahun ini ditargetkan berproduksi 3 juta ton. Sedangkan bijih nikel dengan kadar di atas 1,8 persen sebanyak 650 ribu ton.

Dari sisi kinerja, pada triwulan pertama tahun ini, Antam membukukan laba bersih sebesar Rp 171,66 miliar, lebih rendah 30,12% dari capaian periode yang sama tahun sebelumnya Rp 245,67 miliar.

Sedangkan, dari sisi penjualan pada kuartal I-2019 tercatat naik 9% menjadi Rp 6,22 triliun, dibandingkan dengan capaian penjualan periode sama tahun lalu sebesar Rp5,73 triliun.

Emas masih menjadi komoditas unggulan Antam dengan kontribusi pendapatan paling besar terhadap pendapatan perusahaan.
(hps/hps) Next Article Harga Nikel Sudah Turun Dua Hari, Ada Apa Sih?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular