Brexit tak Jelas, PM Inggris Mundur, Pound Diprediksi Stagnan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 May 2019 07:19
Dinamika politik yang terjadi di Inggris membuat poundsterling jeblok hingga menyentuh level US$ 1,26 pada pekan lalu.
Foto: Pound Sterling (REUTERS/Stefan Wermuth)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dinamika politik yang terjadi di Inggris membuatĀ poundsterling jeblok hingga menyentuh level US$ 1,26 pekan lalu, atau mencapai level terendah sejak 3 Januari 2019. Namun kini pound diprediksi tidak akan banyak bergerak dalam satu hingga dua pekan ke depan.

Pada perdagangan Senin (27/5/2019) kemarin, pound melemah 0,28% ke level US$ 1,2677, setelah menguat 0,46% pada Jumat (24/5/19) lalu. Sementara pada hari ini, Selasa (28/5/19), pukul 6:30 WIB, pound masih ditransaksikan di level US$ 1,2677.



Ahli strategi mata uang di UOB melihat level bottom pound dalam jangka pendek berada di kisaran US$ 1,2605, yang berarti dalam satu sampai dua pekan ke depan mata uang Inggris ini akan bertahan di atas level tersebut, melansir fxstreet.com. Sementara itu, level resisten kunci diprediksi berada di kisaran US$ 1,2760.

Setelah Perdana Menteri Theresa May mengumumkan akan mengundurkan diri pada 7 Juni, nama mantan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menduduki peringkat pertama sebagai suksesor May. Namun Johnson bukan orang yang disenangi oleh para investor, tokoh yang satu ini beraliran eurosceptic dan kemungkinan akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun alias no-deal atau Hard Brexit.


Sementara itu Pemilu Parlemen Eropa di Inggris, Partai Brexit menjadi partai yang meraih kursi terbanyak, mengalahkan Partai Konservatif dan Partai Buruh. Partai Brexit merupakan partai baru di bawah pimpinan Nigel Farage yang juga tokoh pentolan eurosceptic.

Menguatnya nama tokoh-tokoh eurosceptic dalam menempati posisi strategis membuat pelaku pasar cemas akhirnya akan terjadi Hard Brexit, dan tentunya membebani poundsterling.

Namun sepertinya pelaku pasar telah price in atau mengantisipasi semua kemungkinan tersebut yang membuat poundsterling turun tajam dalam tiga pekan terakhir. Spekulasi PM May akan mengundurkan diri sudah lama berembus, bahkan nama Boris Johnson sudah sering disebut-sebut.


Begitu juga dengan kemenangan Partai Brexit juga bukan hal yang baru, dalam pemilu lokal Inggris 2 Mei lalu suara Partai Konservatif dan Partai Buruh tergerus cukup dalam, yang menjadi sinyal kekalahan dua partai besar Inggris tersebut saat Pemilu Parlemen Eropa.

Setelah pasar price in, penurunan pound terlihat akan terbatas, namun tidak menutup kemungkinan akan kembali jeblok jika level US$ 1,26 berhasil dilewati yang akan memicu aksi jual baru.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(prm) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular