Tema Pasar Pekan Depan: Perlambatan Ekonomi Global

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 May 2019 20:33
Tema Pasar Pekan Depan: Perlambatan Ekonomi Global
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini, pasar keuangan Indonesia menikmati apresiasi. Namun kewaspadaan tidak boleh mengendur menghadapi pekan yang baru mulai esok hari. 

Dalam sepekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 3,95%. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,41% dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 10,3 basis poin (bps).  

Penguatan IHSG dkk sepertinya lebih didorong faktor eksternal. Investor ramai-ramai melepas dolar AS karena menilai prospek pertumbuhan ekonomi AS tidak terlampau cerah. 

The Federal Reserve/The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2019 sebesar 1,2% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 3,2% dan periode yang sama pada 2018 yang sebesar 2,2%. 

Artinya, ada peluang Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan menurunkan suku bunga acuan guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Persepsi ini menjadi sentimen negatif bagi dolar AS, karena penurunan Federal Funds Rate akan membuat berinvestasi di mata uang Negeri Paman Sam menjadi kurang atraktif. 


Setelah periode yang indah pekan ini, bagaimana dengan pekan depan? Apa saja yang perlu dicermati oleh pelaku pasar. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari sisi data, ada sejumlah rilis yang perlu mendapat perhatian. Pertama adalah pembacaan kedua angka pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal I-2019.

Pada pembacaan pertama, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, ekonomi AS tumbuh 3,2%. Konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics memperkirakan ada revisi menjadi 3.1%. 

Jika betul ada revisi ke bawah, maka perlambatan ekonomi di AS bukan sekadar mitos tetapi kenyataan pahit yang harus diterima. Bisa jadi investor kembali meninggalkan AS dan mengarahkan dana ke negara-negara berkembang seperti Indonesia seperti yang terjadi pekan ini. 

Namun, perlu dicatat juga bahwa AS adalah perekonomian nomor satu dunia. Lokomotif, sang kepala naga.

Apabila tanda-tanda perlambatan ekonomi AS semakin ada dan tampak nyata, maka tentunya seluruh dunia patut waspada. Sebab perlambatan ekonomi di sana akan menyeret negara-negara lainnya. Hasilnya adalah perlambatan ekonomi global. 

Ketika sentimen perlambatan ekonomi global mengemuka, pelaku pasar biasanya cenderung memilih bermain aman. Aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia, bukanlah pilihan utama. Bahkan bukan tidak mungkin bakal mengalami tekanan jual. 

Jadi, perlambatan ekonomi AS bagai dua mata pisau. Di satu sisi ada harapan arus modal meninggalkan AS dan hinggap ke berbagai penjuru. Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi AS berarti pula perlambatan ekonomi global yang membuat pasar bertingkah defensif. 

Kedua, sejumlah negara di Eropa juga akan merilis data pertumbuhan ekonomi seperti Prancis, Belgia, dan Italia. Ketiganya adalah pembacaan final untuk kuartal I-2019. 

Seperti halnya di AS, investor juga khawatir terhadap suasana di Benua Biru yang begitu gloomy. Apabila Eropa juga menunjukkan gejala serupa dengan AS, maka sudah jelas perlambatan ekonomi global sudah di depan mata. 

Ketiga ada sejumlah rilis data dari China. Namun yang peru menjadi perhatian adalah Purchasing Manager's Index (PMI) edisi Mei keluaran National Bureau of Statistics.  

Angka PMI manufaktur China pada April adalah 50,1, dan untuk Mei konsensus pasar memperkirakan ada di 49,9. Skor di bawah 50 berarti pelaku usaha pesimistis dan enggan melakukan ekspansi. 

AS, Eropa, dan China sudah menunjukkan sinyal-sinyal masalah. Sepertinya perlambatan ekonomi global akan menjadi tema besar di pasar keuangan pekan depan. Jalan berliku nan berbatu sudah menanti, semoga kita bisa melaluinya dengan baik. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Sedangkan dari sisi sentimen, ada beberapa hal yang perlu mendapat pemantauan ketat. Pertama tentu perkembangan perang dagang AS-China. Sampai pekan ini, Washington dan Beijing masih gontok-gontokan sehingga prospek menuju damai dagang begitu buram. 


Apa yang terjadi kalau AS-China terlibat friksi dagang dalam waktu yang lama? Lagi-lagi kita akan bicara perlambatan ekonomi global. 

Kala dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi saling hambat, maka yang namanya rantai pasok global akan ikut tersendat. Akibatnya arus perdagangan dan investasi menurun, dan kita kembali tema besar pekan ini yaitu perlambatan ekonomi global. 

"Ekonomi global yang rapuh semakin dibuat tidak stabil karena tensi perdagangan. Sejatinya pertumbuhan ekonomi mulai stabil, tetapi masih lemah. Ditambah lagi ada risiko besar yang terlihat di cakrawala," tutur Laurence Boone, Kepala Ekonom Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), dikutip dari Reuters. 

Sentimen kedua, kali ini dari Eropa, adalah hasil pemilihan parlemen Uni Eropa yang digelar pada 23-26 Mei. Para pengamat memperkirakan parlemen Uni Eropa kali ini akan diisi kekuatan baru yang cukup kuat yaitu nasionalis-populis yang berhaluan agak ke kanan. 

Ide nasionalis-populis menular ke Eropa setelah Donald Trump berhasil memenangkan Pemilu AS. Bahkan kelompok tersebut kini menjadi rezim berkuasa di Italia. 

Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan seperti anti imigrasi, subsidi, tunjangan, dan sebagainya diperkirakan akan mewarnai dinamika di Brussel. Mungkin cocok untuk memperkaya wawasan dan mempertajam otak, tetapi dalam pengambilan kebijakan tentu ceritanya bakal berbeda. Akan ada tarik-ulur, perdebatan sengit, yang memakan waktu dan tenaga. 

Sentimen ketiga adalah dari Inggris. Perdana Menteri Theresa May telah mengumumkan pengunduran diri, efektif mulai 7 Juni. 


May dijadwalkan akan membawa proposal Brexit jilid keempat ke parlemen pada pekan pertama Juni. Momentum ini akan menjadi tugas terakhir May, akan menentukan dirinya dikenang sebagai pemenang atau pecundang. May pastinya tidak ingin proposal ini bernasib sama dengan tiga pendahulunya, kandas di voting parlemen. 

Tema Pasar Pekan Depan: Perlambatan Ekonomi GlobalPeta Politik dalam Tiga Voting Brexit (Reuters)

Jadi, pekan depan adalah penentuan bagi May. Politisi Partai Konservatif tersebut punya waktu satu pekan untuk meyakinkan para anggota parlemen agar mau menyetujui proposal Brexit. Sebuah tugas yang sangat berat mengingat masih banyak suara sumbang dari Palace of Westeminster (gedung parlemen). 

"Kami belum melihat proposal yang baru seperti apa. Namun dari yang saya dengar, tidak ada yang meyakinkan saya bahwa proposal itu berbeda dengan yang sebelumnya. Jadi untuk saat ini kami tidak mendukung," tegas Jeremy Corbyn, Pimpinan Partai Buruh, mengutip Reuters.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular