
Tema Pasar Pekan Depan: Perlambatan Ekonomi Global
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 May 2019 20:33

Dari sisi data, ada sejumlah rilis yang perlu mendapat perhatian. Pertama adalah pembacaan kedua angka pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal I-2019.
Pada pembacaan pertama, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, ekonomi AS tumbuh 3,2%. Konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics memperkirakan ada revisi menjadi 3.1%.
Jika betul ada revisi ke bawah, maka perlambatan ekonomi di AS bukan sekadar mitos tetapi kenyataan pahit yang harus diterima. Bisa jadi investor kembali meninggalkan AS dan mengarahkan dana ke negara-negara berkembang seperti Indonesia seperti yang terjadi pekan ini.
Namun, perlu dicatat juga bahwa AS adalah perekonomian nomor satu dunia. Lokomotif, sang kepala naga.
Apabila tanda-tanda perlambatan ekonomi AS semakin ada dan tampak nyata, maka tentunya seluruh dunia patut waspada. Sebab perlambatan ekonomi di sana akan menyeret negara-negara lainnya. Hasilnya adalah perlambatan ekonomi global.
Ketika sentimen perlambatan ekonomi global mengemuka, pelaku pasar biasanya cenderung memilih bermain aman. Aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia, bukanlah pilihan utama. Bahkan bukan tidak mungkin bakal mengalami tekanan jual.
Jadi, perlambatan ekonomi AS bagai dua mata pisau. Di satu sisi ada harapan arus modal meninggalkan AS dan hinggap ke berbagai penjuru. Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi AS berarti pula perlambatan ekonomi global yang membuat pasar bertingkah defensif.
Kedua, sejumlah negara di Eropa juga akan merilis data pertumbuhan ekonomi seperti Prancis, Belgia, dan Italia. Ketiganya adalah pembacaan final untuk kuartal I-2019.
Seperti halnya di AS, investor juga khawatir terhadap suasana di Benua Biru yang begitu gloomy. Apabila Eropa juga menunjukkan gejala serupa dengan AS, maka sudah jelas perlambatan ekonomi global sudah di depan mata.
Ketiga ada sejumlah rilis data dari China. Namun yang peru menjadi perhatian adalah Purchasing Manager's Index (PMI) edisi Mei keluaran National Bureau of Statistics.
Angka PMI manufaktur China pada April adalah 50,1, dan untuk Mei konsensus pasar memperkirakan ada di 49,9. Skor di bawah 50 berarti pelaku usaha pesimistis dan enggan melakukan ekspansi.
AS, Eropa, dan China sudah menunjukkan sinyal-sinyal masalah. Sepertinya perlambatan ekonomi global akan menjadi tema besar di pasar keuangan pekan depan. Jalan berliku nan berbatu sudah menanti, semoga kita bisa melaluinya dengan baik.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pada pembacaan pertama, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, ekonomi AS tumbuh 3,2%. Konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics memperkirakan ada revisi menjadi 3.1%.
Jika betul ada revisi ke bawah, maka perlambatan ekonomi di AS bukan sekadar mitos tetapi kenyataan pahit yang harus diterima. Bisa jadi investor kembali meninggalkan AS dan mengarahkan dana ke negara-negara berkembang seperti Indonesia seperti yang terjadi pekan ini.
Apabila tanda-tanda perlambatan ekonomi AS semakin ada dan tampak nyata, maka tentunya seluruh dunia patut waspada. Sebab perlambatan ekonomi di sana akan menyeret negara-negara lainnya. Hasilnya adalah perlambatan ekonomi global.
Ketika sentimen perlambatan ekonomi global mengemuka, pelaku pasar biasanya cenderung memilih bermain aman. Aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia, bukanlah pilihan utama. Bahkan bukan tidak mungkin bakal mengalami tekanan jual.
Jadi, perlambatan ekonomi AS bagai dua mata pisau. Di satu sisi ada harapan arus modal meninggalkan AS dan hinggap ke berbagai penjuru. Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi AS berarti pula perlambatan ekonomi global yang membuat pasar bertingkah defensif.
Kedua, sejumlah negara di Eropa juga akan merilis data pertumbuhan ekonomi seperti Prancis, Belgia, dan Italia. Ketiganya adalah pembacaan final untuk kuartal I-2019.
Seperti halnya di AS, investor juga khawatir terhadap suasana di Benua Biru yang begitu gloomy. Apabila Eropa juga menunjukkan gejala serupa dengan AS, maka sudah jelas perlambatan ekonomi global sudah di depan mata.
Ketiga ada sejumlah rilis data dari China. Namun yang peru menjadi perhatian adalah Purchasing Manager's Index (PMI) edisi Mei keluaran National Bureau of Statistics.
Angka PMI manufaktur China pada April adalah 50,1, dan untuk Mei konsensus pasar memperkirakan ada di 49,9. Skor di bawah 50 berarti pelaku usaha pesimistis dan enggan melakukan ekspansi.
AS, Eropa, dan China sudah menunjukkan sinyal-sinyal masalah. Sepertinya perlambatan ekonomi global akan menjadi tema besar di pasar keuangan pekan depan. Jalan berliku nan berbatu sudah menanti, semoga kita bisa melaluinya dengan baik.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular