
Jokowi-Amin Menang, Harga SUN Masih Terkoreksi Jelang Lelang
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
21 May 2019 12:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah masih dibuka menguat pada perdagangan Selasa ini (21/5/2019) karena terpapar sentimen negatif dari global, terutama dari perang dagang AS-China.
Koreksi harga Surat Utang Negara (SUN) masih terjadi meskipun kondisi pasar keuangan domestik sedang positif akibat pengumuman pemenang Pilpres 2019 yang masih kondusif hingga siang ini, yang juga bertepatan dengan lelang SUN rutin siang nanti.
Turunnya harga SUN itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0079 yang bertenor 20 tahun dengan kenaikan yield 3,6 basis poin (bps) menjadi 8,65%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Menjelang lelang hari ini, koreksi harga SUN juga dapat membuat posisi daya tawar pemerintah dalam lelang akan berkurang dan juga minat peserta lelang dapat lebih lesu dibandingkan dengan lelang sebelumnya.
Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Dhian Karyantono memprediksi nilai permintaan peserta lelang akan berkisar pada Rp 25 triliun-Rp 35 triliun.
"Probabilitasnya tinggi untuk lebih rendah daripada lelang SUN sebelumnya Rp 32,96 triliun," ujar Dhian dalam risetnya hari ini.
Pemerintah, dalam hal ini Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, akan melakukan lelang SUN dalam mata uang rupiah untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2019 pada Selasa ini. Ada dua seri SPN (surat perbendaharaan negara) dan lima seri FR (fixed rate) dengan target indikatif Rp 15 triliun dan target maksimal Rp 30 triliun.
Terkait dengan pasar US Treasury, inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal bulan ini sudah mulai memudar.
Inversi pada kedua tenor tersebut saat ini menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 954,43 triliun SBN, atau 38,44% dari total beredar Rp 2.483 triliun berdasarkan data per 17 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 61,18 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun positif sejak awal tahun, posisi asing di pasar sudah berkurang Rp 8,14 triliun sejak akhir April. Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang justru menguat 1,11%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, pelemahan terjadi secara luas dan penguatan hanya terjadi di Brasil, India, dan Afsel.
Di negara maju, pelemahan terjadi di mayoritas pasar surat utang negara maju utama.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Dampak Suku Bunga Cuma Sedikit, Harga SUN Naik Tipis
Koreksi harga Surat Utang Negara (SUN) masih terjadi meskipun kondisi pasar keuangan domestik sedang positif akibat pengumuman pemenang Pilpres 2019 yang masih kondusif hingga siang ini, yang juga bertepatan dengan lelang SUN rutin siang nanti.
Turunnya harga SUN itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0079 yang bertenor 20 tahun dengan kenaikan yield 3,6 basis poin (bps) menjadi 8,65%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 21 Mei'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 20 Mei'19 (%) | Yield 21 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 20 Mei'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.566 | 7.581 | 1.50 | 7.5262 |
FR0078 | 10 tahun | 8.091 | 8.094 | 0.30 | 8.0514 |
FR0068 | 15 tahun | 8.579 | 8.596 | 1.70 | 8.5591 |
FR0079 | 20 tahun | 8.621 | 8.657 | 3.60 | 8.6535 |
Avg movement | 1.77 |
Menjelang lelang hari ini, koreksi harga SUN juga dapat membuat posisi daya tawar pemerintah dalam lelang akan berkurang dan juga minat peserta lelang dapat lebih lesu dibandingkan dengan lelang sebelumnya.
Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Dhian Karyantono memprediksi nilai permintaan peserta lelang akan berkisar pada Rp 25 triliun-Rp 35 triliun.
"Probabilitasnya tinggi untuk lebih rendah daripada lelang SUN sebelumnya Rp 32,96 triliun," ujar Dhian dalam risetnya hari ini.
Pemerintah, dalam hal ini Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, akan melakukan lelang SUN dalam mata uang rupiah untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2019 pada Selasa ini. Ada dua seri SPN (surat perbendaharaan negara) dan lima seri FR (fixed rate) dengan target indikatif Rp 15 triliun dan target maksimal Rp 30 triliun.
Terkait dengan pasar US Treasury, inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal bulan ini sudah mulai memudar.
Inversi pada kedua tenor tersebut saat ini menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 21 Mei'2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 20 Mei'19 (%) | Yield 21 Mei'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.382 | 2.387 | 3 bulan-5 tahun | 17.4 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.223 | 2.231 | 2 tahun-5 tahun | 1.8 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.174 | 2.182 | 3 tahun-5 tahun | -3.1 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.203 | 2.213 | 3 bulan-10 tahun | -3.4 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.414 | 2.421 | 2 tahun-10 tahun | -19 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 954,43 triliun SBN, atau 38,44% dari total beredar Rp 2.483 triliun berdasarkan data per 17 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 61,18 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun positif sejak awal tahun, posisi asing di pasar sudah berkurang Rp 8,14 triliun sejak akhir April. Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang justru menguat 1,11%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, pelemahan terjadi secara luas dan penguatan hanya terjadi di Brasil, India, dan Afsel.
Di negara maju, pelemahan terjadi di mayoritas pasar surat utang negara maju utama.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 20 Mei'19 (%) | Yield 21 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 9.1 | 9.01 | -9.00 |
China | 3.298 | 3.308 | 1.00 |
Jerman | -0.088 | -0.081 | 0.70 |
Perancis | 0.313 | 0.314 | 0.10 |
Inggris | 1.056 | 1.064 | 0.80 |
India | 7.362 | 7.286 | -7.60 |
Jepang | -0.05 | -0.044 | 0.60 |
Malaysia | 3.801 | 3.819 | 1.80 |
Filipina | 5.848 | 5.861 | 1.30 |
Rusia | 8 | 8.01 | 1.00 |
Singapura | 2.157 | 2.186 | 2.90 |
Thailand | 2.46 | 2.47 | 1.00 |
Amerika Serikat | 2.414 | 2.421 | 0.70 |
Afrika Selatan | 8.515 | 8.5 | -1.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Dampak Suku Bunga Cuma Sedikit, Harga SUN Naik Tipis
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular