Data Ekonomi Negara Asia Memburuk, Harga SUN Terkoreksi

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 September 2019 11:45
Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka terkoreksi tipis pada awal perdagangan pagi ini.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka terkoreksi tipis pada awal perdagangan pagi ini, Selasa (3/9/2019) seiring dengan sentimen negatif dari memburuknya pertumbuhan industri dan ekonomi di beberapa negara Asia.

Sentimen negatif itu sudah memakan korban karena berhasil menekan pasar saham di tingkat regional sampai siang ini. Belum lagi ditambah sudah berlakunya kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS)-China sebagai lanjutan perang dagang.

Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.

Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 1,2 basis poin (bps) menjadi 7,34%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Data ekonomi Korsel yang diumumkan hari ini menunjukkan pertumbuhan PDB Negeri Ginseng sebesar 2% YoY pada kuartal II-2019, yang meskipun masih di atas kuartal sebelumnya 1,7% YoY tetapi masih lebih rendah daripada prediksi pasar 2,4%.

Kondisi industri yang didasari data indeks pembelian manajer (PMI) juga memburuk di Indonesia, Australia, India, dan Jepang.


 

 

Yield Obligasi Negara Acuan 3 Sep'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 2 Sep'19 (%)

Yield 3 Sep'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 2 Sep'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.768

6.764

-0.40

6.6911

FR0078

10 tahun

7.333

7.345

1.20

7.2947

FR0068

15 tahun

7.754

7.756

0.20

7.7348

FR0079

20 tahun

7.869

7.869

0.00

7.8386

Avg movement

0.25

Sumber: Refinitiv


Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 583 bps, melebar dari posisi kemarin 580 bps.

Yield US Treasury 10 tahun turun 2,4 bps hingga 1,5% dari posisi kemarin 1,53%.

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada hampir seluruh pasang seri acuan, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda dan menghilang setelah terjadi sejak 2 pekan lalu, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.

Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

Yield US Treasury Acuan 3 Sep'19

Seri

Benchmark

Yield 2 Sep'19 (%)

Yield 3 Sep'19 (%)

Selisih (Inversi)

Satuan Inversi

UST BILL 2019

3 Bulan

1.987

1.987

3 bulan-5 tahun

57.8

UST 2020

2 Tahun

1.506

1.522

2 tahun-5 tahun

11.3

UST 2021

3 Tahun

1.429

1.446

3 tahun-5 tahun

3.7

UST 2023

5 Tahun

1.39

1.409

3 bulan-10 tahun

45.7

UST 2028

10 Tahun

1.506

1.53

2 tahun-10 tahun

-0.8

Sumber: Refinitiv

 


Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.009,6 triliun SBN, atau 38,45% dari total beredar Rp 2.625 triliun berdasarkan data per 30 Agustus.

Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 116,35 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 1,52 triliun.

Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,1% menjadi 6.284 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan 0,25% menjadi Rp 14.225 per dolar AS untuk rupiah.

Dari pasar surat utang negara berkembang dan maju, penguatan terjadi secara luas sehingga yield mayoritas obligasi negara turun.

Hal tersebut mencerminkan investor global sedang memburu obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen negatif terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang

Negara

Yield 2 Sep'19 (%)

Yield 3 Sep'19 (%)

Selisih (basis poin)

Brasil

7.44

7.44

0.00

China

3.089

3.078

-1.10

Jerman

-0.702

-0.701

0.10

Prancis

-0.402

-0.394

0.80

Inggris

0.427

0.416

-1.10

India

6.556

6.543

-1.30

Jepang

-0.259

-0.265

-0.60

Malaysia

3.307

3.318

1.10

Filipina

4.46

4.448

-1.20

Rusia

7.09

7.16

7.00

Singapura

1.763

1.739

-2.40

Thailand

1.485

1.465

-2.00

Amerika Serikat

1.53

1.506

-2.40

Afrika Selatan

8.18

8.16

-2.00

Sumber: Refinitiv

  

TIM RISET CNBC INDONESIA


 




(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular