Oh Rupiah, Malang Nasibmu Andai BI Tidak Intervensi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 May 2019 17:31
Oh Rupiah, Malang Nasibmu Andai BI Tidak Intervensi
Foto: Warga menukarkan sejumlah uang di mobil kas keliling dari sejumlah bank yang terparkir di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/5/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mengakhiri perdagangan pada Jumat akhir pekan ini (17/5/19) stagnan alias flat di level Rp 14.445/US$ sama dengan penutupan perdagangan Kamis kemarin (16/5/19).

Jika melihat pergerakan mata uang Asia lain, maka terlihat jelas kurs rupiah memang diintervensi oleh Bank Indonesia (BI). Pasalnya, hampir semua mata uang Asia hari ini melemah melawan dolar AS, kecuali yen Jepang yang juga berhasil terapresiasi. Rupiah bersama dolar Hong Kong bergerak mendatar.

Mata Uang Perubahan (%)
USD/JPY-0.19
USD/IDR0
USD/HKD0
USD/INR0.11
USD/KRW0.15
USD/THB0.22
USD/SGD0.27
USD/MYR0.29
USD/PHP0.29
USD/CNY0.46
USD/TWD0.49

Melansir Reuters, BI dilaporkan sudah melakukan intervensi guna menjaga nilai tukar rupiah agar tidak melemah semakin dalam pada hari ini. BI juga melakukan hal serupa pada perdagangan kemarin, yang membuat rupiah berhasil menguat tipis 0,07%.

Dalam konferensi pers Kamis kemarin, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan telah melakukan intervensi ganda di pasar valas dan pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan terus akan melakukannya untuk menjaga nilai tukar rupiah.

Tanpa intervensi dari BI, rupiah mungkin jeblok pada hari ini melihat besarnya tekanan yang dialami. Tekanan terjadi akibat perang dagang AS-China yang semakin memanas, dan adanya pergeseran arus modal dari negara emerging market ke negara maju.




Aliran modal asing yang keluar itu diungkapkan oleh Perry di Gedung BI, Jumat ini . "Dampak memang terasa ke semua negara termasuk Indonesia maka terjadi modal asing keluar terutama portofolio outflow pada 13-16 Mei terjadi keluar modal asing atau net jual Rp 11,3 triliun.", kata Perry.

Perry menjelaskan, dari Rp 11,3 triliun tersebut, sebesar Rp 7 triliun keluar dari pasar SBN, dan sisanya lebih dari Rp 4 triliun keluar dari pasar saham.

Capital outflow tersebut pada akhirnya membuat rupiah tertekan. Namun Perry menjamin, BI akan terus selalu berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>


Selama ini aktor utama perang dagang adalah AS dengan China, namun ada potensi akan munculnya pemain baru dalam perang dagang ini.

Pemerintah AS sebelumnya sudah melempar wacana akan menaikkan bea masuk impor otomotif. Presiden AS Donald Trump memandang bea impor itu sebagai salah satu cara untuk memperkuat posisinya di hadapan beberapa rekan dagang, seperti Uni Eropa dan Jepang dalam perundingan dagang yang tengah berlangsung.

Namun, ia juga berisiko mengobarkan perang dagang global yang baru bila ia ngotot menjatuhkan bea masuk otomotif itu.

Presiden Trump kemudian berencana untuk menunda menunda bea impor tersebut hingga 6 bulan ke depan. Namun hal itu masih belum pasti, apalagi melihat sikap Trump yang sering berubah-ubah.

Gedung Putih memiliki tenggat waktu hingga Sabtu (18/5/2019) besok untuk memutuskan apakah akan mengenakan bea masuk terhadap impor mobil dan suku cadangnya dengan alasan keamanan nasional.

Uni Eropa (UE) menjadi salah satu yang akan terkena dampak dari jika bea impor dinaikkan. Menurut Commerzbank, total nilai ekspor mobil dan spare part dari UE ke AS sebesar US$ 62,5 miliar, dengan Jerman menjadi eksportir terbesarnya.


Rupiah Mungkin Jeblok Seandainya BI Tidak IntervensiGrafik: Negara Eksportir Otomotif ke AS                                         Sumber: Bloomberg

Data yang dilansir Bloomberg menunjukkan Jerman menjadi negara terbesar ke-empat di dunia yang mengekspor sektor otomotif ke Paman Sam, di bawah Meksiko, Kanada, dan Jepang.

Nilai total ekspor Jerman sebesar US$ 19 miliar. Dengan nilai sebesar itu, tidak heran UE harap-harap cemas menanti keputusan apakah pada akhirnya Trump akan menaikkan tarif atau tidak. 

UE menyiapkan daftar panjang tarif impor balasan yang akan dijatuhkan kepada produk-produk AS bila Trump benar-benar menjadikan otomotif sebagai sasaran perang dagang terbarunya, dan perang dagang akan semakin meluas.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>

Selain panasnya hubungan AS – China, pengumuman resmi bea masuk sektor otomotif juga menjadi sentimen hari ini, yang tentunya menekan pergerakan rupiah juga.

Jika BI tidak melakukan intervensi bisa jadi rupiah kembali jeblok pada hari ini.

Tekanan terhadap rupiah sudah tercermin pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) di mana kontrak rupiah 1 pekan ke depan sudah di atas Rp 14.500.

Berikut kurs dolar AS di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) pada pukul 16:00:WIB:

PeriodeKurs
1 PekanRp 14.526
1 BulanRp 14.619
2 BulanRp 14.719
3 BulanRp 14.808
6 BulanRp 15.031
9 BulanRp 15.237
1 TahunRp 15.441
2 TahunRp 16.125

Berikut kurs Domestic NDF (DNDF) pukul 16:00 WIB:

PeriodeKurs
1 BulanRp 14.491
3 BulanRp 14.615

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular