Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode kuartal I/2019 baru saja berakhir dan perdagangan saham untuk periode kuartal II/2019 sudah dimulai pada hari ini, 1 April 2019.
Namun, sebelum mencermati proyeksi perdagangan saham pada kuartal kedua ini, ada baiknya pelaku pasar menengok sebentar kinerja bursa saham tanah air di sepanjang tiga bulan pertama tahun ini karena bisa menjadi pertimbangan sebelum mengambil keputusan investasi.
Data BEI mencatat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sebesar 4,43% selama Januari-Maret 2019. Sekilas, performa IHSG tersebut terlihat cukup oke. Namun ternyata, jika dibandingkan dengan kinerja indeks saham kawasan Asia lain, performa IHSG nyatanya menjadi yang terlemah kedua. Kinerja IHSG hanya lebih baik dari indeks KLCI (Malaysia) yang jatuh sebesar 2,78%.
Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, optimisme terkait damai dagang AS-China membuat pelaku pasar gencar melakukan aksi beli di bursa saham regional.
Pada periode ini, AS dan China memang intens melakukan negosiasi dagang, baik melalui sambungan telepon maupun pertemuan langsung.
Negosiasi dagang yang berjalan dengan baik ini dibuktikan dengan luluhnya hati Presiden AS Donald Trump yang pada akhirnya memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk terhadap produk impor asal China. Pada awalnya, kenaikan bea masuk ini direncanakan untuk dieksekusi pada 1 Maret.
"Sebagai hasil dari pembicaraan yang sangat produktif ini, saya akan menunda kenaikan bea impor AS yang dijadwalkan pada 1 Maret. Dengan mengasumsikan kedua belah pihak membuat kemajuan tambahan, kami sedang merencanakan pertemuan tingkat tinggi bagi Presiden Xi dan saya di Mar-a-Lago untuk merampungkan perjanjian. Selamat berakhir pekan untuk AS & China!" cuit Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump, pada tanggal 24 Februari.
Perundingan dagang teranyar dilakukan kedua negara secara langsung pada pekan lalu di Beijing. Pihak AS mengirim Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin untuk bernegosiasi dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
Melalui cuitan di akun Twitter, Mnuchin menyebut bahwa negosiasi dagang dengan China berlangsung konstruktif.
“@USTradeRep (Lighthizer) dan saya menyelesaikan negosiasi dagang yang konstruktif di Beijing,” cuit Mnuchin melalui akun Twitternya, @stevenmnuchin1, pada hari Jumat (29/3/2019).
“Saya menantikan untuk menyambut Wakil Perdana Menteri China Liu He untuk melanjutkan diskusi yang penting ini di Washington pada pekan depan,” tambah Mnuchin dalam cuitan yang sama.
 Foto: @Stevenmnuchin1 |
Pascanegosiasi dagang pekan lalu, China memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk atas produk otomotif dan suku cadang asal AS yang semestinya berlaku pada 2 April. Semestinya, bea masuk atas produk tersebut akan naik dari 10% menjadi 25%, tetapi diputuskan ditunda.
"Langkah ini bertujuan untuk melanjutkan atmosfer positif dari perundingan kedua negara. Ini merupakan langkah konkret China untuk mendorong negosiasi perdagangan bilateral. Kami berharap AS bisa bekerja sama dengan China untuk mempercepat proses negosiasi dan mencapai tujuan menghapus ketegangan dagang," papar keterangan tertulis dari kantor Dewan Negara China, seperti dikutip dari Reuters.
Dari pihak AS, optimisme bahwa damai dagang kedua negara akan segera tercapai diungkapkan langsung oleh sang presiden, Donald Trump.
"Pembicaraan dagang berlangsung dengan sangat baik. Sangat komprehensif, sangat detil dalam merumuskan seluruh masalah kami dengan China dalam beberapa tahun ini. Ini akan menjadi kesepakatan yang bagus," kata Presiden AS Donald Trump di resor Mar-a-Lago (Florida), mengutip Reuters.
Pada pekan ini, kedua negara akan kembali menggelar negosiasi dagang. Kali ini, giliran Liu He yang menyambangi Lighthizer dan Mnuchin di Washington.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Sayang, rilis data ekonomi dalam negeri membatasi kinerja bursa saham tanah air. Data ekonomi yang dimaksud terutama berkaitan dengan aktivitas perdagangan internasional Indonesia.
Pada pertengahan bulan Februari, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor turun sebesar 4,7% YoY sepanjang Januari 2019, lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni penurunan sebesar 0,61% YoY. Sementara itu, impor terkoreksi 1,83% YoY, juga lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan koreksi sebesar 0,785% YoY.
 Foto: Ekspor Perdana Kuala Tanjung. (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty) |
Alhasil, defisit neraca dagang bulan Januari adalah senilai US$ 1,16 miliar, lebih dalam dari konsensus yang senilai US$ 925,5 juta.
Defisit pada bulan Januari membengkak jika dibandingkan dengan defisit bulan Desember yang senilai US$ 1,03 miliar dan jika dibandingkan defisit Januari 2018 yang senilai US$ 756,02 juta.
Defisit neraca dagang periode Januari 2019 yang senilai US$ 1,16 miliar merupakan defisit bulan Januari yang terparah dalam setidaknya 12 tahun terakhir.
Sebagai catatan, biasanya bulan Januari justru menghasilkan surplus. Dalam 12 tahun terakhir, hanya 4 kali neraca dagang membukukan defisit pada bulan Januari, sementara surplus tercatat sebanyak 8 kali.
Kemudian pada pertengahan bulan ini, BPS mengumumkan bahwa neraca dagang Indonesia membukukan surplus senilai US$ 330 juta pada periode Februari, jauh lebih baik dari ekspektasi yakni defisit senilai US$ 841 juta.
Namun, membaiknya neraca dagang merupakan hasil dari kontraksi impor yang jauh lebih dalam ketimbang penurunan pada pos ekspor.
Sepanjang bulan Februari, ekspor terkontraksi 11,33% secara tahunan, lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni kontraksi sebesar 4,26%. Sementara itu, impor diumumkan anjlok hingga 13,98% YoY, berbanding terbalik dengan konsensus yang mengekspektasikan kenaikan sebesar 0,4% YoY.
Jika dirunut, nilai ekspor Indonesia pada bulan Februari (US$ 12,53 miliar) merupakan yang terendah sejak Juni 2017. Sementara untuk impor (US$ 12,2 miliar), nilainya menjadi yang terendah sejak Juni 2018.
Lebih mirisnya lagi, Juni 2017 dan Juni 2018 merupakan jatuhnya hari raya Idul Fitri. Hari kerja lantas menjadi terpangkas secara signifikan. Wajar jika nilai ekspor-impor menjadi rendah pada Juni 2017 dan Juni 2018.
Lantas, rendahnya angka ekspor-impor Indonesia pada bulan Februari membuat pelaku pasar waspada. Pasalnya, hal tersebut bisa jadi mengindikasikan tekanan yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA