Damai Dagang Makin Harum, Harga Obligasi Rupiah Menguat

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
01 April 2019 11:23
Hingga pukul 9:20 WIB, imbal hasil (yield) untuk obligasi pemerintah seri FR0078 dengan tenor 10 tahun turun 7 basis poin (bps).
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi rupiah dibuka menguat pada perdagangan hari ini, Senin (1/4/2019). Hingga pukul 9:20 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri FR0078 bertenor 10 tahun turun 7 basis poin (bps).

Selain itu, data yang dilansir dari Refinitiv menunjukkan ada koreksi harga Surat Utang Negara (SUN) yang tercermin dari empat seri acuan (benchmark).

Sebagai informasi, pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Kala yield turun, maka harga obligasi biasanya meningkat dan sebaliknya.


Yield juga umum digunakan untuk acuan transaksi obligasi ketimbang harganya, karena dapat menggambarkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Adapun SUN adalah Surat Berharga Negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.

Sebanyak empat seri SUN yang menjadi acuan adalah FR00677dengan tenor 5 tahun, FR0078 dengan tenor 10 tahun, FR0068 dengan tenor 15 tahun, dan FR0079 dengan tenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat adalah seri FR0078 dengan tenor 10 tahun dengan koreksi yield sebesar 7 bps, sedangkan seri lainnya juga kompak menguat dengan koreksi yield yang lebih kecil.

Perlu diketahui bahwa besaran 100 bps setara dengan 1%.

Tampaknya rilis data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur di China yang berada di atas ekspektasi pasar mampu mendorong minat investor untuk kembali berinvestasi di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Pada pagi hari tadi, PMI manufaktur China periode Maret 2019 versi Caixin diumumkan di level 50,8, lebih tinggi dari konsensus yang memprediksi berada di posisi 50,1, seperti dilansir dari Trading Economics.

Selain itu, aroma damai dagang Amerika Serikat (AS)-China yang kian harum juga mampu membangkitkan risk appetite investor di pasar negara berkembang.

Pasalnya, setelah dua negara menggelar dialog dagang di Beijing pekan lalu, China memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk atas produk otomotif dan suku cang asal AS. Padahal semestinya pada 2 April bea masuk atas produk tersebut akan naik menjadi 25% dari yang semula 10%.

Yield Obligasi Negara Acuan 29 Mar 2019
SeriJatuh tempoYield 29 Mar 2019 (%)Yield 1 April 2019 (%)Selisih (basis poin)Yield wajar IBPA 29 Mar'19
FR00775 tahun7,16107,142-1,907,077
FR007810 tahun7,66507,595-7,007,588
FR006815 tahun8,12108,086-3,508,045
FR007920 tahun8,18208,145-3,708,118
Avg movement-4,025
Sumber: Refinitiv

Adapun yield US Treasury tenor 10 tahun juga naik hingga 2,442% dari posisi akhir pekan (29/3/2019) yang sebesar 2,426%.

Terkait dengan pasar US Treasury saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan- 5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, sedangkan inversi tenor 3 bulan-10 tahun yang seringkali dikaitkan dengan risiko resesi tidak lagi terlihat.

Sebagai catatan, inversi adalah kondisi yield seri jangka pendek yang lebih besar ketimbang yield seri jangka panjang.

Kala inversi terjadi, artinya investor menilai risiko ekonomi jangka pendek lebih besar dibanding jangka panjang.

Yield US Treasury Acuan 29 Mar 2019
SeriBenchmarkYield 29 Mar 2019 (%)Yield 1 April 2019 (%)Selisih (Inversi)Satuan Inversi
UST BILL 20193 Bulan2,4322,4013 bulan-5 tahun12,6
UST 20202 Tahun2,2762,3002 tahun-5 tahun2,5
UST 20213 Tahun2,2212,2513 tahun-5 tahun-2,4
UST 20235 Tahun2,2462,2753 bulan-10 tahun-4,1
UST 202810 Tahun2,4262,4422 tahun-10 tahun-14,2
Sumber: Refinitiv  


TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa/tas) Next Article Rupiah Perkasa, Harga SUN Kembali Mengangkasa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular