Miris dan Menyedihkan, Ini Kondisi Harga Komoditas Ekspor RI

Monica Wareza, CNBC Indonesia
27 March 2019 08:14
Miris dan Menyedihkan, Ini Kondisi Harga Komoditas Ekspor RI
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Komoditas ekspor dalam negeri memberikan porsi besar dalam menunjang kinerja ekspor Indonesia, tak ayal pergerakan harga komoditas ini menjadi salah satu faktor yang diperhitungkan oleh Bank Indonesia (BI) untuk mengambil kebijakan moneternya.

Sebut saja batu bara yang menyumbang lebih dari 11% untuk ekspor Indonesia, belum lagi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) berkontribusi 12% untuk ekspor non-migas. Belum lagi komoditas lainnya seperti karet, nikel, timah, kopi, dan tembaga yang juga turut andil terhadap ekspor.


Sayangnya, berbagai komoditas ini masih mencatatkan harga yang negatif sejak awal tahun. Berdasarkan catatan BI dikutip Selasa (26/3/2019), lima komoditas unggulan Indonesia masih menunjukkan harga yang tak bisa dibilang baik.

Indeks harga komoditas ekspor Indonesia secara total masih negatif, yakni per 1 Maret 2019 masih -0,6. Paling mengkhawatirkan adalah harga alumunium yang indeksnya menunjukkan level -11,2 dan diikuti oleh kopi dengan -10,7.

"Sejalan dengan perlambatan ekonomi global, volume perdagangan dunia mengalami penurunan," tulis BI dalam laporannya.

Selain perlambatan ekonomi, penyebab lainnya adalah tak lancarnya arus perdagangan global akibat Amerika dan China yang saling lempar tarif dagang. Sehingga volume perdagangan menurun.

Berikut penjelasan mengenai pergerakan indeks masing-masing komoditas.

BERLANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA

Komoditas ini paling tertampar keras sejak awal tahun. Mengacu pada bursa London Metal Exchange, memang harganya sudah terapresiasi 3,9% namun jika dibanding dengan sejak awal 2018, harga aluminium sudah terpangkas 15,43%.

Di Jerman, Purcahasing Manager's Index (PMI) manufaktur periode Maret dibacakan pada posisi yang lebih rendah dibanding bulan sebelumnya, yaitu hanya 44,7 yang merupakan level terendah sejak Agustus 2012.

Tak jauh berbeda, PMI manufaktur Jepang periode Maret juga dibacakan di angka 48,9 yang juga lebih rendah dibanding bulan sebelumnya.


BERLANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA

Posisi indeks yang negatif juga dialami oleh komoditas andalan Indonesia satu ini. Terkoreksi sampai 10,7% sejak awal tahun ini sejalan dengan indeks harga kopi di pasar dunia yang sudah amblas 15,4%.

Kondisi ini disebabkan salah satunya oleh peningkatan produksi kopi di sejumlah negara seperti Brazil dan Negara Afrika.

Selain itu, lemahnya harga tersebut juga disebabkan oleh turunnya permintaan akibat perlambatan ekonomi global juga turut serta membuat pasar kebanjiran pasokan.


BERLANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA
Berdasarkan data BI, indeks harga CPO telah amblas 5,7% pada sepanjang periode 1 Januari-1 Maret 2019.

Berdasarkan harga kontrak yang diperdagangkan di Bursa Malaysia Derivatives Exchange, harga CPO sejak awal tahun tercatat menguat 3,21%. Namun jika dibanding dengan awal tahun lalu, harga CPO terdepresiasi sebesar 14%. Kini, CPO diperdagangkan pada kisaran harga US$ 525/ton.

Sebabnya karena peningkatan produksi dari Indonesia dan Malaysia sebagai negara pemasok minyak sawit terbesar. Ditambah lagi adanya pembatasan penggunaan minyak sawit berpotensi membuat permintaan global berkurang.


BERLANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA


Tak negatif, indeks harga batu bara yang dicatat oleh BI masih bisa stabil dengan kenaikan sebesar 2,1%. Lebih baik jika dilihat dari harga batu bara Newcastle yang sering dijadikan acuan harga batu bara dunia yang merosot 4,06%.

Perlambatan harga ini disebabkan karena ekonomi global yang mengalami kondisi serupa. Belum lagi ekonomi China yang melambat sehingga permintaan pasokan energi berkurang. Padahal China merupakan konsumen batu bara terbesar dunia.

Kendati demikian, batu bara Indonesia diuntungkan dengan kebijakan pemerintah China yang menghabat impor batu bara dari Australia yang membuat index harga batu bara Indonesia (Indonesia Coal Index/ICI) yang memiliki kalori 4.200 kcal/kg terus menguat sebesar 13,71%.


BERLANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA


Bersama dengan batu bara, indeks harga karet sejak awal tahun 2019 masih menguat sebesar 9,2%. Kondisi ini sejalan dengan harga acuannya yang bertambah 19,86% hinggga 1 Maret 2019 sejak awal tahun di Tokyo Commodity Exchange.

Meningkatnya pasokan karet sintetis di China diduga kuat menjadi faktor yang memberi tarikan ke bawah pada harga karet alam. Apalagi pada akhir tahun 2018, harga minyak yang menjadi bahan baku produksi karet sintetis juga amblas. Membuat karet sintetis sangat kompetitif.

Kini anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) tengah mengupayakan pembatasan pasokan dengan mengurangi ekspor sebesar 240.000 ton yang akan mulai dilakukan pada April 2019.
Next Page
Aluminium
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular