
Batu Bara, CPO & Minyak, Mana Paling Cuan Bulan Lalu?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada Juli lalu, harga CPO (crude palm oil) atau minyak sawit mentah mengalami peningkatan yang signifikan dalam kurun waktu satu bulan. Kinerja harga CPO di bulan Juli jauh mengungguli komoditas lain seperti batu bara dan minyak mentah.
Di sepanjang bulan Juli, harga CPO untuk kontrak yang aktif diperdagangkan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange mencatatkan kenaikan hingga 15%, ketika harga minyak hanya naik 2,17% dan batu bara terkoreksi 1,6%.
Kenaikan harga CPO tak terlepas dari relaksasi lockdown di berbagai negara importirnya seperti China, India hingga Uni Eropa. Membaiknya hubungan India dan Malaysia disertai dengan penerapan tarif ekspor minyak sawit nol persen di Negeri Jiran cukup efektif mendongkrak harga.
India kembali membeli minyak sawit dari Malaysia dalam jumlah yang besar. Perbaikan permintaan ini tentu berakibat positif terhadap harga. Dari sisi pasokan, curah hujan yang tinggi hingga berakibat banjir di beberapa wilayah Kalimantan sebagai sentra produksi sawit juga membuat output terancam menurun.
Berbeda dengan CPO, harga minyak hanya naik tipis saja. Meski relaksasi lockdown diterapkan, permintaan terhadap minyak masih belum pulih secara merata. Apalagi bulan Juli menjadi bulan terakhir OPEC+ memangkas produksi sebesar 10% dari total output global.
Beralih ke batu bara, harga komoditas ini cenderung bergerak sideways. Kembali bergeliatnya perekonomian tidak serta merta mendongkrak permintaan terhadap batu bara.
Harga gas yang sudah termasuk murah dan pasokannya banyak membuat banyak negara seperti India beralih menggunakan gas. Sehingga wajar saja jika harga batu bara cenderung melemah sendirian.
Namun ke depan ketiga komoditas ini menghadapi risiko yang sama yaitu ketidakpastian. Risiko ini meliputi kapan pandemi Covid-19 akan berakhir, berapa lama lagi publik harus menunggu vaksin tersedia.
Pasalnya jika vaksin tak segera ditemukan dan Covid-19 masih merebak, roda perekonomian masih belum bisa melaju kencang. Akibatnya harga-harga komoditas masih tertahan.
Ancaman juga datang dari tensi geopolitik yang tinggi, terutama antara Washington-Beijing. Eskalasi konflik dari perang dagang dan saling menyalahkan serta memberi sangsi membuat prospek ekonomi kian suram.
Periode pemulihan yang cepat terancam melambat dan kurva yang dibentuk bukan lagi 'V' melainkan 'U' atau lebih parah. Faktor inilah yang perlu dicermati ke depannya.
Sehingga secara keseluruhan, fundamental pasar masih rawan selagi musuh tak kasat mata bernama virus corona masih ada di muka bumi dan belum benar-benar bisa dijinakkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga CPO Meroket, Batu Bara Masih Hancur Lebur!