
IHSG Terjebak di Zona Merah, Semua karena AS-China & Brexit
Dwi Ayuningtyas & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 March 2019 13:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi 1, Selasa (19/3/2019), dengan melemah sebesar 0,47% ke level 6.478,98. Indeks acuan ini akhirnya merosot setelah sempat menguat selama 4 hari beruntun.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan terhadap pelemahan IHSG adalah PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,9%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,31%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-3,18%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,35%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,96%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,11%, indeks Shanghai turun 0,22%, indeks Hang Seng turun 0,25%, dan indeks Straits Times turun 0,11%.
Bursa saham Benua Kuning hari ini ketar-ketir karena adanya tekanan dari perang dagang antara AS-China yang tampaknya akan terus berlanjut tanpa adanya kepastian kesepakatan.
Pelaku pasar awalnya optimis bahwa perang dagang akan segera berakhir saat Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan mengadakan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping, di Florida akhir bulan ini.
Namun, Duta Besar AS untuk China, Terry Branstard, mengatakan bahwa pertemuan itu kemungkinan akan diundur hingga April mendatang karena kesepakatan dagang masih dalam proses diskusi.
Malah, perkembangan terbaru mengatakan pertemuan akan diundur hingga Juni. Melansir dari South China Morning Post, seorang sumber mengatakan bahwa masih ada perbedaan dari sisi AS terkait dengan kesepakatan dengan China.
Pihak Trump masih masih condong untuk memberlakukan pengawasan yang ketat terhadapĀ kesepakatan dagang AS-China terutama terkait pada hak kekayaan intelektual, kompetisi yang tidak adil (perlindungan pemerintah), dan kewajiban transfer teknologi.
Alhasil, dengan semakin molornya negosiasi perang dagang ini akan semakin memperberat ekonomi kedua negara, yang selanjutnya berimbas pada ekonomi rekan dagang AS dan China, termasuk Indonesia.
Belum lagi, keresahan juga datang dari Parlemen Inggris yang memutuskan tidak akan melaksanakan pemungutan suara lanjutan atas proposal Brexit, karena tidak ada perubahan dari segi fundamental.
Dilansir dari Bloomberg, pemungutan suara proposal Brexit ketiga diagendakan akan dilaksanakan pada hari ini waktu setempat. Keputusan parlemen Inggris tersebut tentunya semakin meningkatkan peluang bahwa Inggris akan berpisah dengan Uni Eropa tanpa kesepakatan (No-Deal Brexit).
Jika ini yang terjadi nantinya, tentu perekonomian Inggris akan mendapatkan tekanan yang sangat signifikan.
Dilansir dari Reuters, besar kemungkinan perusahaan di Asia akan mengeluarkan dana modal (capital expenditure/capex) sekitar 4% lebih kecil tahun ini seiring dengan ketidakpastian yang menyelimuti perang dagang dan Brexit. Sementara itu, pertumbuhan pendapatan akan relatif stagnan di angka 3,3%.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA
Saham-saham yang berkontribusi signifikan terhadap pelemahan IHSG adalah PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,9%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,31%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-3,18%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,35%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,96%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,11%, indeks Shanghai turun 0,22%, indeks Hang Seng turun 0,25%, dan indeks Straits Times turun 0,11%.
Bursa saham Benua Kuning hari ini ketar-ketir karena adanya tekanan dari perang dagang antara AS-China yang tampaknya akan terus berlanjut tanpa adanya kepastian kesepakatan.
Pelaku pasar awalnya optimis bahwa perang dagang akan segera berakhir saat Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan mengadakan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping, di Florida akhir bulan ini.
Namun, Duta Besar AS untuk China, Terry Branstard, mengatakan bahwa pertemuan itu kemungkinan akan diundur hingga April mendatang karena kesepakatan dagang masih dalam proses diskusi.
Malah, perkembangan terbaru mengatakan pertemuan akan diundur hingga Juni. Melansir dari South China Morning Post, seorang sumber mengatakan bahwa masih ada perbedaan dari sisi AS terkait dengan kesepakatan dengan China.
Pihak Trump masih masih condong untuk memberlakukan pengawasan yang ketat terhadapĀ kesepakatan dagang AS-China terutama terkait pada hak kekayaan intelektual, kompetisi yang tidak adil (perlindungan pemerintah), dan kewajiban transfer teknologi.
Alhasil, dengan semakin molornya negosiasi perang dagang ini akan semakin memperberat ekonomi kedua negara, yang selanjutnya berimbas pada ekonomi rekan dagang AS dan China, termasuk Indonesia.
Belum lagi, keresahan juga datang dari Parlemen Inggris yang memutuskan tidak akan melaksanakan pemungutan suara lanjutan atas proposal Brexit, karena tidak ada perubahan dari segi fundamental.
Dilansir dari Bloomberg, pemungutan suara proposal Brexit ketiga diagendakan akan dilaksanakan pada hari ini waktu setempat. Keputusan parlemen Inggris tersebut tentunya semakin meningkatkan peluang bahwa Inggris akan berpisah dengan Uni Eropa tanpa kesepakatan (No-Deal Brexit).
Jika ini yang terjadi nantinya, tentu perekonomian Inggris akan mendapatkan tekanan yang sangat signifikan.
Dilansir dari Reuters, besar kemungkinan perusahaan di Asia akan mengeluarkan dana modal (capital expenditure/capex) sekitar 4% lebih kecil tahun ini seiring dengan ketidakpastian yang menyelimuti perang dagang dan Brexit. Sementara itu, pertumbuhan pendapatan akan relatif stagnan di angka 3,3%.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular