Newsletter

Bisakah Damai Dagang Bikin Pasar Move On dari CAD?

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 February 2019 06:04
Bisakah Damai Dagang Bikin Pasar <i>Move On</i> dari CAD?
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak melemah pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan obligasi pemerintah mengalami koreksi. 

Kemarin, IHSG anjlok hingga 1,06%. IHSG menjadi indeks saham dengan kinerja terlemah di Asia, karena indeks utama lainnya mayoritas menguat.  


Sementara rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,21% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Seperti halnya IHSG, rupiah juga menempati peringkat terbawah di antara mata uang utama Benua Kuning. 


Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi negara seri acuan tenor 10 tahun naik 2,2 basis poin. Kenaikan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang turun karena sepinya permintaan atau malah ada aksi jual. 

Padahal kemarin menjadi momentum keperkasaan pasar keuangan Asia. Berbagai sentimen positif memberikan pengaruh besar.  

Dari Washington, ada peluang pemerintahan AS tidak mengalami penutupan sebagian (partial shutdown) setelah anggaran sementara berakhir pada 15 Februari. Mengutip Reuters, Kongres diberitakan  telah mencapai kesepakatan tentatif untuk mencegah terjadinya shutdown.  

Seorang sumber yang ikut dalam proses negosiasi mengungkapkan, Kongres sepakat untuk menganggarkan US$ 1,37 miliar untuk pembangunan pagar tinggi di perbatasan AS-Meksiko. Memang bukan tembok seperti yang ngotot diperjuangkan Presiden AS Donald Trump, tetapi pagar ini bisa menjadi jalan tengah yang menyatukan Capitol Hill dengan Gedung Putih. 

Selain harapan shutdown tidak terulang lagi, sentimen positif yang membuat investor mulai agak berani mengambil risiko adalah perkembangan dialog dagang AS-China. Sepanjang pekan ini, delegasi AS berada di Beijing untuk melakukan dialog dagang. Washington tetap optimistis AS-China akan mencapai sebuah kesepakatan menuju damai dagang.  

"Sepertinya begitu, tentu saja," ujar Kellyanne Conway, Penasihat Senior Gedung Putih, saat menjawab pertanyaan apakah kesepakatan dagang AS-China sudah semakin dekat. 

Untuk menambah optimisme, Conway bahwa menyatakan Presiden Trump masih mungkin bertemu dengan Presiden China Xi Jinping. Trump, menurut Conway, ingin membuat kesepakatan dengan China yang adil bagi rakyat dan kepentingan AS. 

Namun, mengapa langkah pasar keuangan Indonesia malah tertatih-tatih? Apa yang menjadi beban bagi IHSG dkk? 

Sepertinya pasar keuangan Indonesia masih menanggung beban dari rilis Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada kuartal IV-2018 NPI tercatat surplus US$ 5,42 miliar, tetapi karena terus defisit pada 3 kuartal sebelumnya, NPI sepanjang 2018 tetap minus US$ 7,13 miliar. Defisit NPI pada 2018 menjadi yang terdalam sejak 2013. 

Sementara defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal IV-2018 adalah 3,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini menjadi defisit terdalam sejak kuartal II-2014.  

Untuk keseluruhan 2018, defisit transaksi berjalan masih di bawah 3% PDB tepatnya 2,98%. Namun ini juga menjadi catatan terburuk sejak 2014. 

NPI menggambarkan keseimbangan eksternal Indonesia, seberapa banyak devisa yang masuk dan keluar. Jika defisit, maka lebih banyak devisa yang keluar ketimbang yang masuk. Artinya lebih banyak rupiah 'dibakar' untuk ditukarkan menjadi valas sehingga ketika NPI defisit menjadi wajar apabila rupiah melemah. 

Apalagi transaksi berjalan terus mencatatkan defisit, bahkan semakin dalam. Transaksi berjalan menggambarkan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa, devisa yang lebih bertahan lama. Jadi kalau transaksi berjalan defisit, maka mata uang memang lebih berisiko mengalami tekanan. 

Jadi dengan risiko pelemahan rupiah ke depan, investor pun enggan mengoleksi aset-aset berbasis mata uang ini. Investor mana yang mau mengambil aset yang nilainya berisiko turun? 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Kabar gembira datang dari Wall Street, di mana tiga indeks utama melesat signifikan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melejit 1,49%, S&P 500 melambung 1,29%, dan Nasdaq Composite meroket 1,46%. 

Gairah di bursa saham New York membuncah setelah harapan damai dagang AS-China kembali bergelora. Hal ini tidak lepas dari komentar terbaru yang dari Presiden AS Donald Trump. 

Eks taipan properti itu mengatakan dirinya berharap bisa bertemu dengan Presiden China Xi Jinping jika kesepakatan dagang AS-China sudah hampir rampung. Pertemuan tersebut akan mempercepat proses penyelesaian kesepakatan damai dagang.

"Kami bekerja dengan baik di China. Kalau kesepakatan (dengan China) sudah dekat, maka kita akan bisa selesaikan. Saya mungkin bisa menoleransi kesepakatan mundur sedikit (dari deadline 1 Maret), tetapi saya lebih suka tidak," kata Trump saat rapat kabinet, mengutip Reuters. 

Delegasi AS berada di Beijing selama pekan ini untuk melakukan dialog dagang. Diawali dengan pertemuan tingkat wakil menteri yang dilanjutkan dengan pertemuan tingkat menteri pada Kamis-Jumat. Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin sudah tiba di Beijing dan akan memulai dialog esok hari. 

"Kami menantikan hari-hari yang begitu penting," ujar Mnuchin, mengutip Reuters. 

Aura positif dari perundingan dagang AS-China membuat investor kembali semringah. Harapan damai dagang kembali merekah, dan tidak ada lagi istilah bermain aman. Aset berisiko seperti saham pun disikat dan Wall Street melesat. 

Sebenarnya ada kabar yang kurang sedap terkait dengan nasib anggaran AS. Trump menyatakan tidak puas dengan kesepakatan sementara yang sudah dicapai di Kongres. 

"Saya memang masih harus mempelajarinya. Namun saya sepertinya tidak suka," tegas Trump, mengutip Reuters. 

Apabila Trump tidak membubuhkan tanda tangannya di atas rencana anggaran yang baru, pada pemerintah AS akan kembali tutup pada 16 Februari. Sesuatu yang sangat berdampak negatif, karena membuat perekonomian Negeri Paman Sam rugi hingga miliaran dolar. 


Akan tetapi, sentimen politik anggaran AS bisa tertutup oleh prospek damai dagang. Kuatnya sentimen ini sebaiknya menjadi pelajaran bagi Washington dan Beijing bahwa dunia benar-benar menantikan berakhirnya perang dagang di antara mereka. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kinerja Wall Street yang impresif. Semoga pencapaian serupa bisa diikuti oleh bursa saham Asia, termasuk Indonesia. 

Sentimen kedua adalah perkembangan dialog dagang AS-China di Beijing. Kabar baik dari Beijing sudah berhasil membuat Wall Street melesat. Jika komentar bernada positif muncul lagi, atau bahkan ada hasil yang memuaskan dari pertemuan tingkat wakil menteri, maka pasar keuangan Asia akan memperoleh dorongan yang luar biasa. 

Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS, yang kemungkinan melemah. Pada pukul 05:30 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) terkoreksi 0,34%. 

Maklum, indeks ini sudah menguat 0,7% dalam sepekan terakhir. Selama sebulan ke belakang, penguatan Dollar Index mencapai 1,11%. 

Oleh karena itu, hari ini bisa menjadi momentum di mana investor merealisasikan cuan yang didapat dari dolar AS. Mata uang Negeri Adidaya berpotensi mengalami tekanan jual, sehingga nilainya melemah. Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah cs untuk mencetak apresiasi. 

Selain itu, prospek damai dagang AS-China juga membuat investor lebih berani 'bermain api' dengan aset-aset berisiko. Dolar AS yang berfungsi sebagai 'bunker' perlindungan kemungkinan akan ditinggalkan. 

Namun Indonesia perlu waspada dengan sentimen keempat yaitu harga minyak dunia. Pada pukul 05:34 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melonjak masing-masing 1,64% dan 1,76%. 

Harga si emas hitam melesat setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mulai memangkas produksi pada Januari 2019. Tidak hanya itu, Arab Saudi (yang merupakan pemimpin OPEC de facto) akan menambah jumlah pemotongan produksi sebanyak 500.000 barel/hari. 


Harapan damai dagang AS-China juga mendongkrak harga minyak. Sebab kala dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia sudah tidak lagi saling hambat di bidang perdagangan, maka arus perdagangan dan rantai pasok global akan kembali semarak. 

Pertumbuhan ekonomi dunia pun berpotensi membaik. Artinya, permintaan energi akan naik dan harga minyak pun bergerak ke utara alias menguat. 

Kenaikan harga minyak bukan kabar baik bagi Indonesia yang merupakan net importir migas. Saat harga minyak semakin mahal, maka biaya importasinya pun membengkak.  

Hasilnya adalah neraca perdagangan dan transaksi berjalan bisa kembali tertekan. Fondasi penyokong rupiah menjadi rapuh dan mata uang Tanah Air masih berisiko melemah. 

Pelaku pasar masih enggan move on dari data NPI dan transaksi berjalan dalam 2 hari perdagangan terakhir. Jika harga minyak terus naik hari ini, maka kekhawatiran terhadap transaksi berjalan akan semakin menjadi. Rupiah, IHSG, sampai obligasi pemerintah bisa kena getahnya. 

Namun dengan cukup kuatnya sentimen damai dagang AS-China, ada kemungkinan pelaku pasar mulai bisa melupakan isu keseimbangan eksternal Indonesia. Semoga...


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis Indeks Harga Konsumen (CPI) AS periode Januari 2019 (20:30 WIB).
  • Rilis Indeks Harga Produsen (PPI) Jepang periode Januari 2019 (06:50 WIB). 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY)5,17%
Inflasi (Januari 2019 YoY)2,82%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (2018)-2,98% PDB
Neraca pembayaran (2018)-US$ 7,13 miliar
Cadangan devisa (Januari 2019)US$ 120,07 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular