Kenapa Harga CPO Meroket Dalam 3 bulan? Ini Jawabannya

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
22 January 2019 14:30
Hingga pukul 13:45 WIB, harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Bursa Derivatif Malaysia kontrak April 2019 melesat 1,21% ke posisi MYR 2.253/ton
Foto: Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) masih terus menguat pada perdagangan siang hari ini, Selasa (22/1/2019).

Hingga pukul 13:45 WIB, harga CPO di Bursa Derivatif Malaysia untuk kontrak April 2019 melesat 1,21% ke posisi MYR 2.253/ton, setelah sebelumnya juga ditutup menguat 1,27% pada akhir pekan lalu (18/1/2019).

Harga minyak sawit mentah saat ini berada di posisi paling tinggi sejak 3 bulan lalu (17 Oktober 2018).

Secara mingguan, harga CPO menguat sebesar 5,48% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun, harga CPO melonjak 6,22%.



Naiknya harga CPO didukung oleh prediksi harga yang fantastis dalam forum Pakistan Edible Oils Conference di Karachi, Pakistan, akhir pekan lalu. Harga minyak sayur, termasuk minyak sawit diperkirakan meningkat sebesar US$ 50-100/ton pada Juni mendatang, berdasarkan perkiraan analis James Fry.

Adapun Dorab Minstry, Direktur Godrej International Ltd juga memprediksi harga CPO akan naik ke level MYR 2.400/ton.

Di Indonesia, harga minyak sawit juga diperkirakan naik hingga US$ 600/ton. Peningkatan ini diduga karena naiknya permintaan dari sektor pangan dan energi di tengan produksi yang melambat. Berdasarkan pantauan Reuters, harga CPO Indonesia pada basis free-on-board (FOB) berada di level U$508/ton pada Jumat (18/1/2019), akhir pekan lalu.

"Cadangan minyak sawit dunia diprediksi turun hingga 1 juta ton sepanjang Januari-September 2019," kata analis industri Thomas Mielke pada konferensi yang sama hari Sabtu (19/1/2019).

Mielke yang merupakan editor surat kabar Oil World (Jerman) juga memprediksi pertumbuhan produksi sawit Indonesia akan melambat menjadi 2 juta ton. Sebagai informasi, produksi sawit Indoneisia sepanjang 2018 diprediksi mencapai 47,6 juta ton, naik 4,2 juta ton dari tahun sebelumnya.

Selain itu, meningkatnya permintaan sawit juga mendorong kenaikan harga komoditas agrikultur andalan Indonesia-Malaysia ini.

Berdasarkan hasil survei Intertek Testing Services pada Minggu (20/1/2019), jumlah ekspor minyak sawit Malaysia periode 1-20 Januari 2019 diprediksi meningkat 12,9% menjadi 912.061 ton, dari 808.061 ton pada periode tersebut.

Selasa ini, hasil survei Amspec Malaysia juga mencatatkan ekspor minyak sawit Malaysia periode 1-20 Januari juga meningkat 11,8% dibandingkan periode yang sama Desember 2018 lalu.

Hasil survei tersebut memberi gambaran bahwa naiknya permintaan sawit bukan hanya bualan. Meningkatnya permintaan juga turut memberi sentimen positif. Pasalnya bila permintaan naik, cadangan sawit dapat berkurang, dan harga bisa ditarik naik.

Aura positif damai dagang Amerika Serikat (AS)-China juga kuat diduga mempengaruhi pasar CPO. Pasalnya, bila kedua negara kembali berdamai, rantai pasokan dunia akan kembali lancar.

Seperti yang diketahui, salah satu komoditas yang banyak dibeli China dari AS adalah kedelai. Dengan meningkatnya kembali permintaan kedelai, maka harga CPO juga bisa terkerek naik karena merupakan produk substitusi minyak kedelai.

Benar saja, harga minyak kedelai kontrak Maret 2019 di pasar berjangka Chicago (CBOT) pada Jumat lalu meningkat 0,8% sedangkan pantauan hari masih mencatatkan peningkatan 0,5%.

Namun masih ada sentimen negatif yang dapat menekan harga CPO. Harga minyak yang kembali tertekan bisa ikut memberi energi negatif pada CPO.

Hingga siang ini, harga minyak mentah jenis lightsweet (WTI) sudah terpangkas 0,95%, sedangkan jenis Brent turun 0,33%.

Bila harga minyak turun, maka CPO yang merupakan salah satu bahan baku biodisel juga terpengaruh.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Ada Kabar Buruk dari Malaysia, CPO Berpotensi Tertekan Besok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular