2018 Loyo, Sektor Konstruksi Diprediksi Cerah Tahun Ini

Monica Wareza, CNBC Indonesia
15 January 2019 14:44
Sepanjang tahun lalu, sektor kontruksi melemah cukup tajam akibat sentimen tingginya beban utang perusahaan konstruksi.
Foto: Ilustrasi Pembangunan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun lalu, sektor kontruksi melemah cukup tajam di Bursa Efek Indonesia akibat sentimen tingginya beban utang perusahaan konstruksi yang memberatkan kinerja kas operasional menjadi negatif.

Riset terbaru PT Trimegah Sekuritas Tbk mengungkapkan, sentimen tersebut mendorong saham empat BUMN konstruksi melemah rata-rata 27,6%. Keempatnya yakni PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT PP Tbk (PTPP) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).

Sentimen yang dimaksud adalah kinerja kas operasional perusahaan yang negatif tahun lalu. Berdasarkan laporan keuangan, kas operasional WIKA hingga akhir September 2018 minus Rp 3,71 triliun, membengkak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,69 triliun.

Di periode yang sama, kas operasional PTPP juga minus Rp 1,82 triliun, meningkat dari Rp 1,52 triliun.

Kondisi yang sama juga terjadi pada kas operasional ADHI. Meski tercatat turun, namun nilainya masih negatif sebesar Rp 2,09 triliun dari akhir September tahun 2017 sebesar Rp 3,02 triliun.

Di sisi lain, WSKT mencatatkan penyusutan jumlah arus kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasional, meski masih negatif. Akhir September 2018, jumlahnya mencapai negatif Rp 1,54 triliun, turun drastis dari Rp 5,08 pada akhir September 2017.

Selain karena sentimen negatif dari internal perusahaan, tahun lalu sektor ini mengalami posisi price to earning ratio (PER) dan price to book value (PBV) terendah pada November di level 4,8x untuk 12 bulan ke depan.

Kondisi ini hadir akibat adanya sentimen seperti pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak sideways serta pergerakan rupiah yang melemah 8% atas dolar AS. Sentimen lain datang dari luar seperti kenaikan suku bunga Bank Indonesia dan suku bunga AS, Fed Funds Rate.
 
"Namun, koreksi berjalan terlalu jauh, dan ketika investor menyadari hal ini, sektor ini berada pada penilaian yang sangat menarik dibandingkan dengan PE dan PBV historisnya," tulis Adi Prabowo, analis Trimegah Sekuritas, dikutip CNBC Indonesia Selasa (15/1).

Tahun ini keempat emiten kontraktor BUMN itu diperkirakan memiliki rata-rata PER sebesar 7,8x dan PBV 0,8x. Sementara untuk WIKA akan memiliki PBV 1x. Secara umum, semakin rendah PER semakin murah suatu saham karena harga yang harus dibayarkan untuk labanya semakin murah.

Tahun ini, menurut Trimegah, sentimen mulai membaik dengan masuknya pembayaran untuk proyek turnkey (terima jadi) milik WSKT senilai Rp 18,52 triliun dan ADHI menerima senilai Rp 5,9 triliun.


(tas) Next Article Dirut WIKA: Laba 2018 diproyeksi 49% (YoY)

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular