
7 BUMN Karya Mau Digabung Jadi 3, Intip Rapor Kinerjanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan menggabungkan 7 perusahaan BUMN Karya menjadi 3 perusahaan.
Mengutip laporan keuangan terbaru, hampir seluruh perusahaan BUMN karya mencatat kinerja keuangan yang kurang masih kurang optimal
Berikut adalah kinerja keuangan terbaru dari emiten karya yang akan dilakukan penggabungan.
Adhi Karya
PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) mencatat, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada semester pertama 2025 mencapai Rp 7,54 miliar. Laba tersebut anjlok 45,2% dari periode yang sama tahun 2024 yang sebesar Rp 13,77 miliar.
Mengutip laporan keuangannya melalui keterbukaan informasi BEI, pendapatan usaha ADHI pada paruh pertama tahun ini turun 32,9% dari Rp 5,68 triliun menjadi Rp 3,81 triliun. Beban pokok ADHI juga ikut turun menjadi Rp 3,2 triliun dari sebelumnya Rp 5,1 triliun. Sehingga laba kotor ADHI naik tipis menjadi Rp 571,8 miliar dari Rp 521,6 miliar.
Sementara dari pos beban, beban penjualan ADHI naik menjadi Rp 5,8 miliar dan beban umum dan administrasi juga naik menjadi Rp 378,2 miliar. Sehingga, jumlah beban usaha naik menjadi Rp 384 miliar.
Dengan demikian, laba usaha ADHI hingga paruh pertama tahun ini naik menjadi Rp 188,8 miliar dari Rp 138,6 miliar.
Selanjutnya, bagian laba ventura bersama turun tajam menjadi Rp 186,2 miliar dari sebelumnya Rp 327,8 miliar, bagian rugi entitas asosiasi menjadi Rp 3,3 miliar, beban keuangan turun menjadi Rp 339,8 miliar, pendapatan lainnya menjadi Rp 75,2 miliar.
Dikurangi beban pajak penghasilan final yang turun menjadi Rp 82,3 miliar dari sebelumnya Rp 126,6 miliar, maka laba sebelum pajak turun menjadi Rp 24,7 miliar.
Selanjutnya, dikurangi jumlah beban pajak penghasilan bersih yang turun menjadi Rp 5,2 miliar, maka laba tahun berjalan ADHI pada semester pertama tahun ini turun 32,6% menjadi Rp 19,58 miliar dari sebelumnya Rp 29,06 miliar.
Adapun total aset ADHI hingga semester pertama tahun 2025 turun menjadi Rp 34,38 triliun dari akhir Desember 2024 yang sebesar Rp 35,04 triliun.
PT. PP (Persero) Tbk
PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatat laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hingga semester I tahun 2025 mencapai Rp 65,24 miliar atau anjlok 55,6% dari Juni 2024 yang sebesar Rp 147 miliar.
Capaian laba tersebut karena pendapatan usaha PTPO turun 22,9% mencapai Rp 6,7 triliun dari sebelumnya Rp 8,7 triliun. Beban pokok pendapatan juga turun jadi Rp 5,7 triliun dari Rp 7,7 triliun. Sehingga laba kotor per Juni 2025 turun jadi Rp 922,1 miliar dari sebelumnya Rp 1,04 triliun.
Setelah dikurangi laba sebelum pajak yang turun jadi Rp 71,8 miliar dan beban pajak penghasilan bersih yang turun jadi Rp 20,6 miliar, maka laba tahun berjalan PTPP per juni naik jadi Rp 51,2 miliar dari Juni 2024 yang sebesar Rp 50,9 miliar.
Aset PT PP per Juni 2025 juga turun menjadi Rp 55,5 triliun dari akhir tahun 2024 yang sebesar Rp 56,5 triliun.
Waskita Karya
PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) mencatatkan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan sebesar Rp2,14 triliun sepanjang semester I-2025. Kerugian itu berhasil turun tipis 0,85% secara tahunan atau year on year (yoy) dari periode yang sama setahun sebelumnya sebesar Rp2,6 triliun.
Mengutip laporan keuangan WSKT yang berakhir pada periode 30 Juni 2025, pendapatan usaha turun 30,63% yoy menjadi Rp3,1 triliun. Bila dirinci, pendapatan terbesar disumbang dari jasa konstruksi sebesar Rp2,11 triliun, kemudian pendapatan jalan tol sebesar Rp579,81 triliun.
Sejumlah beban yang ditanggung BUMN karya itu pun tercatat menurun dalam enam bulan pertama tahun ini. Beban pokok pendapatan turun 37,31% yoy menjadi Rp2,44 triliun, dan total beban penjualan dan beban umum dan administrasi turun 5,37% yoy menjadi Rp738,33 miliar.
Terkecuali, beban lain-lain yang meningkat 111,55% yoy menjadi Rp426,81 miliar pada semester I-2025.
Liabilitas jangka tercatat turun menjadi Rp68,30 triliun pada paruh pertama tahun ini dari Rp69,27 triliun pada akhir tahun 2024. Jumlah itu terdiri dari liabilitas jangka panjang Rp49,50 triliun dan liabilitas jangka pendek sebesar Rp18,8 triliun.
Utang bank jangka panjang Waskita tercatat mencapai Rp33,17 triliun pada semester I-2025, menurun tipis dari sebelumnya Rp33,19 triliun pada 31 Desember 2024. Utang terbesar berasal dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) sebesar Rp7,40 triliun, yang termasuk dalam perjanjian restrukturisasi induk.
Sementara itu, jumlah ekuitas menyusut menjaid Rp5,53 triliun pada semester I-2025 dari sebesar Rp7,88 triliun pada 31 Desember 2024. Total aset tercatat turun menjadi Rp73,83 triliun dari akhir tahun lalu sebesar Rp77,16 triliun.
Wijaya Karya
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hingga semester I tahun 2025 mencapai Rp 1,663 triliun. Padahal, semester I tahun 2024 masih membukukan laba sebesar Rp 401,9 miliar.
Kerugian tersebut didorong oleh pendapatan bersih yang turun menjadi Rp 5,8 triliun dari Juni 2024 yang sebesar Rp 7,5 triliun. Beban pokok pendaparan juga turun jadi Rp 5,3 triliiun sehingga laba kotor WIKA per Juni 2025 turun jadi Rp 472,5 miliar dari sebelumnya Rp 645,5 miliar.
Pada pos beban usaha, beban penjualan naik jadi Rp 6,4 miliar, beban umum dan administrasi naik jadi Rp 509,3 miliar, dan pendapatan lain-lain yang anjlok jadi Rp 891,3 miliar dari sebelumnya Rp 4,3 triliun, serta beban lain-lain juga turun jadi Rp 714,9 miliar, maka laba usaha anjlok ... menjadi Rp 133,2 miliar dari sebelumnya Rp 3,394 triliun.
Total aset WIKA hingga semester I tahun ini juga turun menjadi Rp 59,03 trilium dari akhir tahun 2024 yang sebesar Rp 63,5 triliun.
BUMN Karya Tertutup
Selain empat BUMN karya yang sudah menjadi perusahaan terbuka, masih ada tiga lagi yang statusnya masih merupakan perusahaan non publik yakni Hutama Karya, Brantas Abipraya dan Nindya Karya. Ketiga perusahaan tersebut diketahui masih belum melaporkan kinerja keuangan terbaru untuk tahun 2025, bahkan Nindya juga belum mengumumkan kinerja keuangan untuk tahun buku 2024.
Hutama Karya diketahui membukukan laba sebesar Rp2,4 triliun sepanjang 2024. Jumlah tersebut meningkat 26% yoy dari posisi 2023 senilai Rp1,9 triliun.
Hutama Karya juga meraih kinerja pendapatan yang positif, di mana tumbuh 19,7% menjadi Rp31,1 triliun pada 2024 dari tahun sebelumnya senilai Rp26,9 triliun.
"Kinerja Hutama Karya tahun 2024 melalui perolehan pendapatan sebesar Rp31,1 triliun dan laba bersih Rp2,4 triliun," ungkap Direktur Utama Hutama Karya Budi Hartono kepada Komisi VI DRR RI.
Budi mengungkapkan kinerja positif Hutama Karya karena didukung peningkatan produktivitas perusahaan dan efisiensi pada beban pokok pendapatan, beban usaha, serta beban bunga berjalan.
Sementara aset Hutama Karya sebesar Rp195,4 triliun pada 2024. Jumlah ini naik dari posisi 2023 Rp169,7 triliun.
Lalu, Brantas Abipraya (Persero) mencatat laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sepanjang tahun 2024 mencapai Rp 276,3 miliar. Laba tersebut turun 5,4% dari tahun 2023 yang sebesar Rp 289 miliar.
Padahal, pendapatannya sepanjang 2024 naik jadi Rp 5,3 triliun dibandingkan 2023 yang sebesar Rp 4,8 triliun
Rencana Merger BUMN Karya
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sejak tahun lalu berencana untuk melakukan penggabungan perusahaan BUMN di sektor karya. Dari 7 BUMN karya akan dirampingkan menjadi 3 perusahaan saja.
Erick memaparkan, langkah tersebut dilakukan sebagai bentuk penyehatan BUMN di sektor karya. Pihaknya juga sudah melakukan klasifikasi dan pengelompokan agar dapat berfokus pada tugasnya masing-masing.
"Yaitu dengan penggabungan ... Brantas, Adhi, dan Nindya Karya. Lalu HK dengan Waskita, dan juga PP dengan WIKA. Ini salah satu konsolidasi penyehatannya," jelasnya.
Erick merincikan, nantinya PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) akan berfokus pada proyek jalan tol, non tol, institusional building, dan juga residential commercial.
Sementara, untuk PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) dan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) akan berfokus pada proyek seaport, airport, dan akan tetap masuk di residential karena masih ada aset-aset yang tertinggal sebelumnya.
Sedangkan penggabungan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), PT Nindya Karya (Persero) dan PT Brantas Abipraya (Persero) akan berfokus pada proyek pembangunan infrastruktur air, rel, dan juga tentu beberapa konteks lainnya.
Hal senada juga diungkap oleh Chief Operating Officer (COO) Dony Oskaria. Tiga perusahaan BUMN hasil penggabungan tersebut nantinya akan fokus sesuai dengan kelompok bisnisnya masing-masing.
Rencananya, aksi korporasi tersebut masuk dalam rencana kerja lima bulan ke depan. "Diantaranya salah satu yang pasti ada merger-nya pasti. Jadi, pengurangan daripada jumlah BUMN Karya sedang kami kaji," ungkapnya.
Dony mengungkapkan, terkait merger BUMN karya masih dikaji. Meskipun masyarakat telah mengetahui rencana efisiensi tersebut.
"Karena ini udah jadi publik ya kan tadi kan kita sudah sampaikan di RDP yang konsultasi dengan Profesional Jadi salah satunya diantaranya ada pengurangan dan konsolidasi Kita lagi menghitung," pungkanya.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos ADHI Curhat di DPR: BUMN Karya Tak Menarik di Mata Investor
