
Kontraktor Swasta Berguguran, Pemerintah Dinilai Pilih Kasih
Yuni Astutik, CNBC Indonesia
08 January 2019 17:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontraktor swasta nasional yang tergabung dalam Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) jumlahnya terus menyusut akibat gulung tikar. Setidaknya hampir 40 ribu kontraktor kecil yang bernaung di bawah asosiasi kontraktor Gapensi mati suri dan gulung tikar.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Suhendra Ratu Prawiranegara sudah memprediksi matinya kontraktor swasta berskala kecil dan menengah tersebut. Menurutnya, ada banyak faktor yang membuat hal itu terjadi.
"Sikap pengguna jasa konstruksi dalam hal ini adalah pemerintah yang kurang tepat dan tidak berpihak kepada penyedia jasa (kontraktor) swasta. Semisal pemerintah lebih cenderung memberikan peluang yang lebih kepada kontraktor pelat merah atau BUMN," kata Suhendra melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Dia melihat jika selama ini skema proyek tahun jamak atau multi years biasanya bernilai ratusan miliar hingga triliun rupiah. Alhasil, hanya BUMN yang bisa menggarap proyek tersebut dengan modal pengalaman dan ketersediaan peralatan.
Adanya fakta ini membuat perusahaan swasta kalah saing. Pemerintah khususnya Kementerian PUPR diminta bijak dengan cara membatasi proyek tahun jamak yang nilainya sangat besar.
Adapun kebijakan yang dibuat pemerintah terkait dengan pembatasan proyek, tak membuat perusahaan BUMN tak dapat porsi. Pasalnya, meski perusahaan BUMN hanya boleh mengerjakan proyek dengan nilai di atas Rp100 miliar, dengan skema multi years yang ada, BUMN akan tetap memiliki peluang untuk mengerjakannya.
"Seharusnya pemerintah tidak memperbanyak proyek-proyek tahun jamak. Tapi cukup dengan membuat proyek tahun tunggal, dengan nilai proyek di bawah Rp100 miliar. Sehingga memberikan kesempatan kepada kontraktor swasta berpartisipasi lebih luas dalam pembangunan. Banyak formulasi yang bisa dilakukan sebenarnya, jika memang pemerintah benar-benar berpihak untuk membina kontraktor-kontraktor swasta," paparnya.
Alasan lainnya yang membuat kontraktor swasta gulung tikar adalah sikap pemerintah yang cenderung lebih nyaman mempercayakan penugasan proyek kepada kontraktor BUMN. Karena sifatnya penugasan, otomatis tak ada lelang atau tender.
"Memang dari sisi efektifitas memotong mata rantai mekanisme lelang yang terkadang butuh waktu panjang. Tapi dari sisi kesempatan untuk mendapatkan peluang kerja menjadi tertutup bagi pihak swasta," ungkapnya.
Belum lagi, adanya perjanjian bawah tangan antara oknum pejabat dengan pihak kontraktor. Dengan perjanjian ini, kontraktor akan sudah bisa dipastikan bisa tetap menjadi langganan.
"Maksudnya langganan di sini, hanya kontraktor yang itu-itu saja yang menang dalam tender. Ini juga yang membuat persaingan kerja di dunia konstruksi menjadi tidak sehat. Saya mendapat info yang cukup valid hal ini terjadi di beberapa daerah, di antaranya Provinsi Riau. Contoh kongkalikong itu antara lain sudah terjadi pengaturan pemenang oleh oknum Kabalai, Satker atau Pokja," bebernya.
Untuk itu, dia meminta kepada Direktorat Jenderal Bina Konstruksi kementerian PUPR untuk lebih bertanggung jawab atas pembinaan dan pengembangan dunia konstruksi di Indonesia.
"Ini merupakan ide dan gagasan saya pribadi, yang saya sampaikan saat FGD dalam forum-forum baik formal maupun informal sebelum terbentuknya Kabinet Kerja hampir 5 tahun lalu. Sejatinya Ditjen ini diharapkan menjadi ujung tombak geliat dunia konstruksi di Indonesia, bukan justru malah mendegradasi potensi besar dunia konstruksi Indonesia," pungkasnya.
(dob/dob) Next Article Bangun Infrastruktur Tanpa Utang, Sandi Berikan Contoh Nyata
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Suhendra Ratu Prawiranegara sudah memprediksi matinya kontraktor swasta berskala kecil dan menengah tersebut. Menurutnya, ada banyak faktor yang membuat hal itu terjadi.
Adanya fakta ini membuat perusahaan swasta kalah saing. Pemerintah khususnya Kementerian PUPR diminta bijak dengan cara membatasi proyek tahun jamak yang nilainya sangat besar.
Adapun kebijakan yang dibuat pemerintah terkait dengan pembatasan proyek, tak membuat perusahaan BUMN tak dapat porsi. Pasalnya, meski perusahaan BUMN hanya boleh mengerjakan proyek dengan nilai di atas Rp100 miliar, dengan skema multi years yang ada, BUMN akan tetap memiliki peluang untuk mengerjakannya.
"Seharusnya pemerintah tidak memperbanyak proyek-proyek tahun jamak. Tapi cukup dengan membuat proyek tahun tunggal, dengan nilai proyek di bawah Rp100 miliar. Sehingga memberikan kesempatan kepada kontraktor swasta berpartisipasi lebih luas dalam pembangunan. Banyak formulasi yang bisa dilakukan sebenarnya, jika memang pemerintah benar-benar berpihak untuk membina kontraktor-kontraktor swasta," paparnya.
Alasan lainnya yang membuat kontraktor swasta gulung tikar adalah sikap pemerintah yang cenderung lebih nyaman mempercayakan penugasan proyek kepada kontraktor BUMN. Karena sifatnya penugasan, otomatis tak ada lelang atau tender.
"Memang dari sisi efektifitas memotong mata rantai mekanisme lelang yang terkadang butuh waktu panjang. Tapi dari sisi kesempatan untuk mendapatkan peluang kerja menjadi tertutup bagi pihak swasta," ungkapnya.
Belum lagi, adanya perjanjian bawah tangan antara oknum pejabat dengan pihak kontraktor. Dengan perjanjian ini, kontraktor akan sudah bisa dipastikan bisa tetap menjadi langganan.
"Maksudnya langganan di sini, hanya kontraktor yang itu-itu saja yang menang dalam tender. Ini juga yang membuat persaingan kerja di dunia konstruksi menjadi tidak sehat. Saya mendapat info yang cukup valid hal ini terjadi di beberapa daerah, di antaranya Provinsi Riau. Contoh kongkalikong itu antara lain sudah terjadi pengaturan pemenang oleh oknum Kabalai, Satker atau Pokja," bebernya.
Untuk itu, dia meminta kepada Direktorat Jenderal Bina Konstruksi kementerian PUPR untuk lebih bertanggung jawab atas pembinaan dan pengembangan dunia konstruksi di Indonesia.
"Ini merupakan ide dan gagasan saya pribadi, yang saya sampaikan saat FGD dalam forum-forum baik formal maupun informal sebelum terbentuknya Kabinet Kerja hampir 5 tahun lalu. Sejatinya Ditjen ini diharapkan menjadi ujung tombak geliat dunia konstruksi di Indonesia, bukan justru malah mendegradasi potensi besar dunia konstruksi Indonesia," pungkasnya.
(dob/dob) Next Article Bangun Infrastruktur Tanpa Utang, Sandi Berikan Contoh Nyata
Most Popular