
Investor Asing Bawa Kabur Rp 214 M, IHSG Ditutup Turun 0,58%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 December 2018 17:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan pertama selepas libur Natal dengan pelemahan sebesar 0,58% ke level 6.127,85.
Nasib IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona merah: indeks Shanghai turun 0,26%, indeks Strait Times turun 1,27%, dan indeks Kospi turun 1,31%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 11,6 triliun dengan volume sebanyak 15,8 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 334.663 kali.
Sebanyak 6 dari 9 sektor penghuni IHSG ditutup melemah, dengan pelemahan terbesar dialami oleh sektor aneka industri (-2,82%).
5 besar saham yang berkontribusi paling signifikan dalam mendorong IHSG turun adalah: PT Astra International Tbk/ASII (-3,56%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,31%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-0,8%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-2,86%), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (-4,12%).
Sentimen eksternal yang tak mendukung membuat bursa saham kawasan regional, termasuk Indonesia, harus berakhir di zona merah.
Gaung resesi yang kian keras disuarakan oleh pasar obligasi AS membuat investor belum berani menyentuh instrumen berisiko seperti saham. Pada perdagangan hari ini, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun hanya tersisa -29 bps, menipis dibandingkan posisi penutupan terakhirnya (24/12/2018) yang sebesar -37 bps atau semakin mengarah ke inversi. Jika dibandingkan dengan posisi awal November yang sebesar -82 bps, penipisan yang terjadi menjadi kian parah.
Sebagai informasi, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun banyak diperhatikan oleh investor karena dijadikan konfirmasi datang atau tidaknya resesi. Pasalnya dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield kedua tenor obligasi tersebut.
Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun (yang merupakan indikasi sangat awal datangnya resesi), seperti dilansir dari CNBC International. Berbicara mengenai inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada tanggal 4 Desember silam.
Resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan menglami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Jika AS masuk ke dalam jurang resesi, laju perekonomian dunia tentu akan mendapatkan tekanan yang besar, mengingat posisinya yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di planet bumi.
Nasib IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona merah: indeks Shanghai turun 0,26%, indeks Strait Times turun 1,27%, dan indeks Kospi turun 1,31%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 11,6 triliun dengan volume sebanyak 15,8 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 334.663 kali.
Sentimen eksternal yang tak mendukung membuat bursa saham kawasan regional, termasuk Indonesia, harus berakhir di zona merah.
Gaung resesi yang kian keras disuarakan oleh pasar obligasi AS membuat investor belum berani menyentuh instrumen berisiko seperti saham. Pada perdagangan hari ini, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun hanya tersisa -29 bps, menipis dibandingkan posisi penutupan terakhirnya (24/12/2018) yang sebesar -37 bps atau semakin mengarah ke inversi. Jika dibandingkan dengan posisi awal November yang sebesar -82 bps, penipisan yang terjadi menjadi kian parah.
Sebagai informasi, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun banyak diperhatikan oleh investor karena dijadikan konfirmasi datang atau tidaknya resesi. Pasalnya dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield kedua tenor obligasi tersebut.
Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun (yang merupakan indikasi sangat awal datangnya resesi), seperti dilansir dari CNBC International. Berbicara mengenai inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada tanggal 4 Desember silam.
Resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan menglami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Jika AS masuk ke dalam jurang resesi, laju perekonomian dunia tentu akan mendapatkan tekanan yang besar, mengingat posisinya yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di planet bumi.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular