Depresiasi Kian Dalam, Rupiah Jadi yang Terburuk di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 December 2018 11:12
Depresiasi Kian Dalam, Rupiah Jadi yang Terburuk di Asia
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Catatan negatif langsung menodai pergerakan rupiah pada perdagangan pertama selepas libur Natal. Dibuka melemah 0,17% di pasar spot ke level Rp 14.575/dolar AS, rupiah sudah memperlebar kekalahannya menjadi 0,27% ke level Rp 14.590/dolar AS hingga pukul 10:40 WIB.

Rupiah melemah kala mayoritas mata uang kawasan Asia membukukan apresiasi melawan dolar AS. Jika dibandingkan dengan yang sama-sama melemah pun, pelemahan rupiah merupakan yang terdalam.




Dolar AS terlihat sudah mulai goyah. Pada pagi hari, indeks dolar AS membukukan apresiasi sebesar 0,1%. Kini, penguatannya tersisa 0,02% saja. Indeks dolar AS masih mampu membukukan penguatan seiring dengan apresiasi dolar AS  melawan yen yang cukup besar yakni 0,11%.

Sejatinya, emas menjadi safe haven utama yang diincar pelaku pasar pada perdagangan hari ini. Melansir CNBC International, harga emas COMEX kontrak pengiriman Februari 2019 menguat 0,29% ke level US$ 1.275,5/troy ons.

Pelaku pasar gencar memburu emas seiring dengan sentimen negatif yang menghantui dolar AS. Hingga kini, pemerintahan AS masih ditutup (government shutdown).

Shutdown kali ini menanadai yang ketiga selama Trump menjabat sebagai presiden AS. Kali ini, masalah anggaran untuk pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko menjadi penyebab pemerintahan AS harus tutup sementara.

Legislatif memutuskan tidak dapat memenuhi permintaan Presiden AS Donald Trump yang menginginkan anggaran US$5 miliar untuk pengamanan di wilayah perbatasan, termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko.

Kepala Staf Kepresidenan AS Mick Mulvaney mengungkapkan bahwa kemungkinan, shutdown setidaknya akan bertahan hingga 3 Januari 2018. Pada saat itu, Partai Demokrat baru akan resmi menjadi kelompok mayoritas di House of Representatives.

Rilis data ekonomi di AS yang mengecewakan juga membuat pelaku pasar valuta asing di Asia lebih memilih melepas greenback. Pada hari Jumat (21/12/2018), pembacaan final untuk angka pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 diumumkan sebesar 3,4% (QoQ annualized), di bawah pembacaan sebelumnya dan konsensus yang sebesar 3,5%, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti periode November diumumkan terkontraksi sebesar 0,3% MoM, di bawah ekspektasi yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,3% MoM.

Lebih lanjut, pendapatan masyarakat AS tercatat hanya tumbuh sebesar 0,2% MoM sepanjang bulan November, di bawah ekspektasi yang sebesar 0,3% MoM.



Lantas, tekanan terhadap rupiah datang dari aksi jual investor asing di pasar modal tanah air. Hingga berita ini diturunkan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 115,8 miliar di pasar saham Indonesia.

Di pasar obligasi, aksi jual investor asing tak bisa langsung dikonfirmasi lantaran data resminya baru dirilis oleh Kementerian Keuangan dalam beberapa hari ke depan. Namun, indikasi aksi jual investor asing di pasar obligasi bisa diamati dari naiknya imbal hasil (yield) 2 seri acuan yakni FR0064 (10 tahun) dan FR0075 (20 tahun).

Yield obligasi terbitan pemerintah Indonesia tenor 10 tahun naik 3,1 bps menjadi 8,013%, sementara untuk tenor 20 tahun naik 0,9 bps menjadi 8,38%. Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Derasnya sentimen negatif yang menerpa perdagangan hari ini membuat instrumen berisiko seperti saham dan obligasi menjadi ditinggalkan oleh investor asing. Pada akhirnya, hal ini sukses memukul mundur rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular