Duh, 'Bear Market' di Wall Street Bisa Berlangsung Lama

Prima Wirayani, CNBC Indonesia
26 December 2018 07:34
Bursa saham Amerika Serikat (AS) tengah berada dalam kondisi bearish atau dikenal dengan nama bear market.
Foto: New York Stock Exchange (NYSE) ( REUTERS/Brendan McDermid)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) tengah berada dalam kondisi bearish atau dikenal dengan nama bear market.

Istilah ini di Wall Street adalah sinonim dari penurunan di pasar saham yang serius dan berlangsung lama. Dalam angka, bear market ditandai dengan penurunan 20% atau lebih dari posisi tertinggi baru yang dicapai indeks saham, dilansir dari CNBC International, Rabu (26/12/2018).


Salah satu indeks acuan bursa Amerika Serikat (AS), S&P 500 menyentuh posisi tersebut Senin lalu. Indeks ini anjlok 20% dari posisi tertingginya dalam 52 pekan terakhir.

Tren menunjukkan bahwa kondisi ini bisa berlangsung lama sebelum pasar akhirnya dapat bangkit kembali.

Sejak Perang Dunia II, bear market secara rata-rata ditandai dengan penurunan hingga 30,4% dan berlangsung selama 13 bulan, menurut analisis Goldman Sachs dan CNBC. Saat posisi itu telah dicapai, perlu rata-rata 21,9 bulan bagi pasar saham untuk pulih kembali.

Bahkan ketika pasar saham memasuki zona yang disebut "area koreksi" yang ditandai dengan penurunan setidaknya 10% dari posisi tertinggi terakhirnya, jalan panjang membentang sebelum bursa saham dapat kembali pulih.

Duh, 'Bear Market' di Wall Street Bisa Berlangsung LamaFoto: New York Stock Exchange (NYSE) ( REUTERS/Brendan McDermid)

Sejarah menunjukkan koreksi tersebut dapat terjadi selama empat bulan dan saham-saham akan tenggelam hingga 13% sebelum menyentuh posisi terendahnya.

Para pelaku pasar memiliki daftar panjang mengenai hal-hal yang harus dicermati tahun depan yang perlu diwaspadai karena akan memperparah bear market.

Bank sentral AS Federal Reserve akan kembali menaikkan suku bunganya sehingga biaya utang akan semakin mahal. Pekan lalu, bank sentral kembali menaikkan bunga acuannya untuk kali keempat tahun ini dan Gubernur The Fed Jerome Powell memberi sinyal akan terus mengurangi neracanya dengan kecepatan yang sama dengan tahun ini.


Normalisasi neraca The Fed dilakukan dengan melepas berbagai obligasi yang dimilikinya sejak krisis terakhir. Investor cemas pelepasan obligasi tersebut akan menyerap likuiditas di pasar.

Selain The Fed, para investor juga mencermati konflik dagang antara AS dan China, penutupan pemerintahan (government shutdown) Negeri Paman Sam yang dapat berlanjut hingga akhir pekan ini, dan harga minyak yang terus turun. Hal-hal tersebut dapat menjadi sentimen negatif bagi Wall Street.
(prm) Next Article Morgan Stanley: Kita Masuki Pasar Bearish

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular