
Boy Thohir Optimistis Pasar Batu Bara Masih Cerah di 2019
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
18 December 2018 12:05

Jakarta, CNBC Indonesia- Di tengah fluktuasi harga batubara akibat kebijakan pemerintah Tiongkok untuk mengontrol batubara, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Garibaldi Thohir masih optimistis sektor batubara bisa membukukan kinerja positif di tahun ini.
"Saya percaya outlook batubara masih positif karena masih ada permintaan dari negara-negara Asia dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia," ujar Boy, sapaan Garibaldi, kepada media ketika dijumpai dalam acara IEA Coal Forecast to 2023, di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Lebih lanjut, Boy mengatakan, hal tersebut didasarkan dari pemerintah yang sekarang fokus dalam percepatan infrastruktur, pembangunan pembangkit listrik, dan sebagainya. Hal ini, lanjut Boy, membuat batubara masih menjadi andalan Indonesia dan negara asia lainnya.
"Batubara harga yang lebih terjangkau dan cadangan banyak maka masih menjadi andalan. Indonesia bukan hanya butuh listrik yang murah, tapi juga andal. Pemanfaatan batubara dalam negeri, atau PLTU merupakan tulang punggung pembangunan ekonomi bangsa," tegas Boy.
Boy juga menyebutkan, batubara memiliki peran penting dalam bauran energi di negara lain. Selama ini batubara jg penting di sektor ekonomi nasional. Tahun lalu, tambah Boy, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor minerba sudah sebesar Rp 40,6 triliun, dan memiliki efek berkelanjutan, khsusunya terhadap lapangan kerja.
Boy menuturkan, walaupun batubara thermal Indonesia adalah yang paling paling ramah di dunia, tetapi teknologi untuk menerapkan mesti dikembangkan.
"Salah satunya dalam PLTU yang pakai teknologi supra critical seperti di AS, Jepang, Eropa, dan Tiongkok. Tekno terbaru ini terbukti kurangi dampak CO2, dan hemat bahan bakar," pungkas Boy.
Adapun, berdasarkan riset dari Badan Energi Internasional (IEA), konsumsi batu bara memang meningkat setelah dua tahun menurun, tetapi produsen harus bersiap untuk periode lain pertumbuhan lamban.
Dalam laporan tahunannya yang terbaru, IEA memperkirakan permintaan batu bara global akan tetap stabil selama lima tahun ke depan, naik tipis lebih dari 1% antara 2017 dan 2023. Alasan stagnasi batubara tetap tidak berubah dari tahun-tahun terakhir, yakni negara-negara maju yang mulai mengurangi bahan bakar fosil, sementara India dan negara-negara berkembang lainnya beralih ke batubara untuk dengan cepat meningkatkan pembangkit tenaga listrik.
IEA mencatat, di sejumlah negara yang terus berkembang, penghapusan pembangkit listrik tenaga batu bara adalah tujuan utama kebijakan iklim. Di negara lain, batubara tetap menjadi sumber listrik yang disukai dan dipandang berlimpah dan terjangkau.
(gus) Next Article Boy Thohir Buka Suara Dampak Covid-19 ke Batu Bara & Adaro
"Saya percaya outlook batubara masih positif karena masih ada permintaan dari negara-negara Asia dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia," ujar Boy, sapaan Garibaldi, kepada media ketika dijumpai dalam acara IEA Coal Forecast to 2023, di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
"Batubara harga yang lebih terjangkau dan cadangan banyak maka masih menjadi andalan. Indonesia bukan hanya butuh listrik yang murah, tapi juga andal. Pemanfaatan batubara dalam negeri, atau PLTU merupakan tulang punggung pembangunan ekonomi bangsa," tegas Boy.
Boy juga menyebutkan, batubara memiliki peran penting dalam bauran energi di negara lain. Selama ini batubara jg penting di sektor ekonomi nasional. Tahun lalu, tambah Boy, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor minerba sudah sebesar Rp 40,6 triliun, dan memiliki efek berkelanjutan, khsusunya terhadap lapangan kerja.
Boy menuturkan, walaupun batubara thermal Indonesia adalah yang paling paling ramah di dunia, tetapi teknologi untuk menerapkan mesti dikembangkan.
"Salah satunya dalam PLTU yang pakai teknologi supra critical seperti di AS, Jepang, Eropa, dan Tiongkok. Tekno terbaru ini terbukti kurangi dampak CO2, dan hemat bahan bakar," pungkas Boy.
Adapun, berdasarkan riset dari Badan Energi Internasional (IEA), konsumsi batu bara memang meningkat setelah dua tahun menurun, tetapi produsen harus bersiap untuk periode lain pertumbuhan lamban.
Dalam laporan tahunannya yang terbaru, IEA memperkirakan permintaan batu bara global akan tetap stabil selama lima tahun ke depan, naik tipis lebih dari 1% antara 2017 dan 2023. Alasan stagnasi batubara tetap tidak berubah dari tahun-tahun terakhir, yakni negara-negara maju yang mulai mengurangi bahan bakar fosil, sementara India dan negara-negara berkembang lainnya beralih ke batubara untuk dengan cepat meningkatkan pembangkit tenaga listrik.
IEA mencatat, di sejumlah negara yang terus berkembang, penghapusan pembangkit listrik tenaga batu bara adalah tujuan utama kebijakan iklim. Di negara lain, batubara tetap menjadi sumber listrik yang disukai dan dipandang berlimpah dan terjangkau.
(gus) Next Article Boy Thohir Buka Suara Dampak Covid-19 ke Batu Bara & Adaro
Most Popular