Internasional

Waspada, Dampak Buruk Perang Dagang Sudah Hantam Asia

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
17 December 2018 16:51
Perseteruan perdagangan antara China dan Amerika Serikat (AS) sudah berdampak pada keyakinan bisnis dan investasi di Asia, menurut IMF.
Foto: REUTERS/Thomas Peter/File Photo
Tokyo, CNBC Indonesia - Perseteruan perdagangan antara China dan Amerika Serikat (AS) sudah berdampak pada keyakinan bisnis dan investasi di Asia, menurut seorang pejabat senior Dana Moneter Internasional (IMF).

Ia memperingatkan bahwa IMF dapat lebih lanjut memangkas proyeksi pertumbuhan global di Januari.


Changyong Rhee, direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, mengatakan Jepang dan Korea Selatan dapat menjadi salah satu negara di kawasan yang paling terpukul oleh perang dagang, karena ketergantungan mereka pada ekspor ke China.

"Investasi jauh lebih lemah dari yang diperkirakan. Interpretasi saya adalah keyakinan sudah memengaruhi ekonomi global, khususnya ekonomi di Asia," kata Rhee kepada Reuters, dilansir Senin (17/12/2018).

"Kami melihat pertumbuhan global sedikit lebih lambat dari perkiraan kami di Oktober," tambahnya.

Waspada, Perang Dagang Sudah Hantam AsiaFoto: infografis/Musuh-musuh Perang Dagang Trump/Aristya Rahadian Krisabella

Mengutip potensi dampak dari perang perdagangan China-AS, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan global di Oktober lalu menjadi 3,7% untuk 2018 dan 2019, turun dari 3,9% yang diproyeksikan Juli sebelumnya.

Lembaga yang berbasis di Washington, AS, itu memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia akan melambat menjadi 5,4% tahun depan dari 5,6% yang diproyeksikan tahun ini.

Rhee mengatakan ada peluang IMF dapat memangkas lebih jauh perkiraan pertumbuhannya dalam tinjauan di Januari mendatang, mengingat tanda-tanda perlambatan tidak hanya muncul di Asia tetapi juga di Eropa dan Amerika Serikat.


"Ketidakpastian begitu besar, ketidakpastian berarti Anda memiliki potensi risiko upside dan downside. Pada saat ini, kami percaya risiko downside sedikit lebih tinggi," katanya.

Rhee mengatakan China tidak menggunakan stimulus skala besar meskipun tantangan eksternal meningkat, mengingat kebutuhan untuk menghadapi tantangan jangka panjang seperti membatasi utang yang berlebih.


"Mereka belum mempercepat (stimulus) tetapi rehat untuk sementara waktu. Tetapi itu tidak mengecualikan kemungkinan bahwa jika ketegangan perdagangan meningkat, jika pertumbuhan menurun, mereka siap menggunakan stimulus," katanya.

"Apa yang kami khawatirkan dan apa yang kami sarankan kepada mereka adalah tujuan jangka menengah seperti deleveraging masih penting untuk stabilitas keuangan," tambah Rhee.

"Jadi, ketika mereka benar-benar mencoba menggunakan stimulus, kami berharap mereka dapat menggunakan lebih banyak kebijakan fiskal daripada ekspansi kredit."
(prm) Next Article Awan Hitam Payungi Ekonomi Global di 2019

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular