
Harga CPO Hancur Lebur, Begini Harga Saham Produsennya
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 November 2018 16:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun ini memang bukan merupakan tahun yang manis bagi investor pasar saham tanah air. Secara year-to-date (hingga penutupan perdagangan kemarin, 21/11/2018), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan penurunan sebesar 6,41%.
Sebanyak 6 dari 9 sektor yang membentuk IHSG membukukan pelemahan.
Salah satu yang mengalami tekanan signifikan sepanjang tahun ini adalah sektor agrikultur. Sektor ini melemah sebesar 12,1% secara YTD. Anjloknya sektor agrikultur dipicu oleh harga CPO yang terjun bebas.
Sepanjang tahun ini, harga CPO kontrak acuan di Bursa Derivatif Malaysia sudah amblas nyaris 20%. Berbagai faktor memotori kejatuhan harga CPO. Pertama, dinaikannya tarif impor oleh India yang merupakan importir terbesar CPO di dunia, dari 30% menjadi 44%. Kenaikan bea impor ini memukul konsumsi CPO disana.
Kedua, perang dagang AS-China. Ketiga, kejatuhan harga minyak mentah dunia. Terakhir, membludaknya stok di Indonesia dan Malaysia yang merupakan 2 produsen terbesar di dunia.
Asal tahu saja, indeks sektor agrikultur didominasi oleh saham-saham emiten CPO. 4 besar perusahaan CPO yang melantai di tanah air adalah: PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), PT SMART Tbk (SMAR), dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
Melansir IDX Monthly Statistics periode Oktober 2018 yang dipublikasikan BEI, AALI memiliki kapitalisasi pasar senilai Rp 23,1 triliun, SSMS Rp 12 triliun, SMAR Rp 10,9 triliun, dan LSIP Rp 8,8 triliun.
Jika ditotal, kapitalisasi pasar dari 4 perusahaan CPO terbesar di Indonesia adalah Rp 54,8 triliun atau setara dengan 54,9% dari total kapitalisasi pasar indeks sektor agrikultur yang sebesar Rp 99,8 triliun.
Lantas, wajar jika indeks sektor agrikultur terjun bebas kala harga saham emiten-emiten CPO ambruk. Secara YTD, harga saham AALI anjlok 21,3%, SSMS anjlok 19,7%, dan LSIP anjlok 27,1%.
Sejatinya, harga saham SMAR justru meroket sebesar 11,1%. Namun, saham ini termasuk dalam kategori saham yang tidak likuid, atau mungkin lebih tepatnya sangat tidak likuid. Mengutip Yahoo Finance, terakhir kali saham ini ditransaksikan adalah pada 8 Oktober 2018 silam, terlepas dari statusnya yang tak disuspen oleh otoritas.
Masih mengutip Yahoo Finance, rata-rata volume transaksi harian saham SMAR hanyalah sebanyak 265 unit saham. Jika dihitung menggunakan harga terakhir yang sebesar Rp 3.800/saham, maka turnover-nya hanya sebesar Rp 1.007.000.
Sangat tidak likudinya saham SMAR disebabkan oleh kepemilikannya yang terkonsentrasi pada 1 pihak yakni PT Purimas Sasmita yang menguasai 92,4% saham perusahaan. Sementara itu, saham yang dimiliki pihak lain tercatat sangat kecil yakni hanya sebesar 7,6%.
Sebanyak 6 dari 9 sektor yang membentuk IHSG membukukan pelemahan.
Sepanjang tahun ini, harga CPO kontrak acuan di Bursa Derivatif Malaysia sudah amblas nyaris 20%. Berbagai faktor memotori kejatuhan harga CPO. Pertama, dinaikannya tarif impor oleh India yang merupakan importir terbesar CPO di dunia, dari 30% menjadi 44%. Kenaikan bea impor ini memukul konsumsi CPO disana.
Kedua, perang dagang AS-China. Ketiga, kejatuhan harga minyak mentah dunia. Terakhir, membludaknya stok di Indonesia dan Malaysia yang merupakan 2 produsen terbesar di dunia.
Asal tahu saja, indeks sektor agrikultur didominasi oleh saham-saham emiten CPO. 4 besar perusahaan CPO yang melantai di tanah air adalah: PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), PT SMART Tbk (SMAR), dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
Melansir IDX Monthly Statistics periode Oktober 2018 yang dipublikasikan BEI, AALI memiliki kapitalisasi pasar senilai Rp 23,1 triliun, SSMS Rp 12 triliun, SMAR Rp 10,9 triliun, dan LSIP Rp 8,8 triliun.
Jika ditotal, kapitalisasi pasar dari 4 perusahaan CPO terbesar di Indonesia adalah Rp 54,8 triliun atau setara dengan 54,9% dari total kapitalisasi pasar indeks sektor agrikultur yang sebesar Rp 99,8 triliun.
Sejatinya, harga saham SMAR justru meroket sebesar 11,1%. Namun, saham ini termasuk dalam kategori saham yang tidak likuid, atau mungkin lebih tepatnya sangat tidak likuid. Mengutip Yahoo Finance, terakhir kali saham ini ditransaksikan adalah pada 8 Oktober 2018 silam, terlepas dari statusnya yang tak disuspen oleh otoritas.
Masih mengutip Yahoo Finance, rata-rata volume transaksi harian saham SMAR hanyalah sebanyak 265 unit saham. Jika dihitung menggunakan harga terakhir yang sebesar Rp 3.800/saham, maka turnover-nya hanya sebesar Rp 1.007.000.
Sangat tidak likudinya saham SMAR disebabkan oleh kepemilikannya yang terkonsentrasi pada 1 pihak yakni PT Purimas Sasmita yang menguasai 92,4% saham perusahaan. Sementara itu, saham yang dimiliki pihak lain tercatat sangat kecil yakni hanya sebesar 7,6%.
Next Page
Kinerja Keuangan ‘Kebakaran’
Pages
Most Popular