Bank Perang Bunga Deposito, Siapa Jadi Korban?
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
31 October 2018 21:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam dua tahun terakhir, perbankan memiliki pola baru. Dana pihak ketiga (DPK) tumbuh rendah sementara kredit masih tumbuh tinggi. Hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana DPK selalu tunggu menyamai pertumbuhan kredit.
Masalah menjadi lebih runyam ketika Bank Indonesia (BI) aktif menaikkan suku bunga acuan. BI memang tak sendirian, bank sentral negara lain juga menempuh kebijakan ini untuk menahan keluarnya dana asing dari sistem keuangan mereka.
Di kawasan Asia, Pakistan menjadi negara yang paling agresif menaikkan suku bunga acuan. Bank sentral Pakistan sudah menaikkan suku bunga acuan hingga 175 bps. Pada peringkat kedua ada BI dan bank sentral Filipina yang sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 150 bps.
Kenaikan suku bunga acuan berdampak pada kenaikan yield atau imbal hasil dari obligasi. Ini sesuai dengan tujuan dari bank sentral untuk menjaga daya tarik obligasi di mata investor asing.
Buktinya, tingkat imbal hasil produk tersebut per hari ini, Rabu (31/10/2018) berada di level 8,612 %. Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan, tingkat imbal hasil Indonesia merupakan yang tertinggi.
Kenaikan yield obligasi ini menjadi masalah baru bagi perbankan. Pasalnya, kenaikan yield membuat banyak nasabah mengalihkan dana dari perbankan ke obligasi. Maklum, sejak ekonomi global memasuki resesi dan pemulihan banyak banyak sentral yang menerapkan suku bunga rendah, hal ini membuat investor memburu instrumen yang memberikan yield menarik.
Yield yang lebih tinggi dan beralihkan pemilik dana ke obligasi membuat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan semakin seret. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perlambatan DPK terjadi di semua bank baik BUKU I, II, III dan IV utamanya dalam 3 bulan terakhir.
Masalah menjadi lebih runyam ketika Bank Indonesia (BI) aktif menaikkan suku bunga acuan. BI memang tak sendirian, bank sentral negara lain juga menempuh kebijakan ini untuk menahan keluarnya dana asing dari sistem keuangan mereka.
Di kawasan Asia, Pakistan menjadi negara yang paling agresif menaikkan suku bunga acuan. Bank sentral Pakistan sudah menaikkan suku bunga acuan hingga 175 bps. Pada peringkat kedua ada BI dan bank sentral Filipina yang sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 150 bps.
Kenaikan suku bunga acuan berdampak pada kenaikan yield atau imbal hasil dari obligasi. Ini sesuai dengan tujuan dari bank sentral untuk menjaga daya tarik obligasi di mata investor asing.
Kenaikan yield obligasi ini menjadi masalah baru bagi perbankan. Pasalnya, kenaikan yield membuat banyak nasabah mengalihkan dana dari perbankan ke obligasi. Maklum, sejak ekonomi global memasuki resesi dan pemulihan banyak banyak sentral yang menerapkan suku bunga rendah, hal ini membuat investor memburu instrumen yang memberikan yield menarik.
Yield yang lebih tinggi dan beralihkan pemilik dana ke obligasi membuat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan semakin seret. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perlambatan DPK terjadi di semua bank baik BUKU I, II, III dan IV utamanya dalam 3 bulan terakhir.
Pages
Most Popular